BAB 25 || RASA BERSALAH

1.6K 32 0
                                    

Dua hari lalu Indira pernah berjanji untuk mentraktir aku, Deva, Agatha, juga Melia, dan hari ini cewek itu membuktikan bahwa ucapannya tidak hanya sekedar wacana saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dua hari lalu Indira pernah berjanji untuk mentraktir aku, Deva, Agatha, juga Melia, dan hari ini cewek itu membuktikan bahwa ucapannya tidak hanya sekedar wacana saja.

Saat jam istirahat tiba, Indira mendatangi meja kami berempat kemudian mengajak kami ke kantin. Awalnya aku sempat menolak karena tidak ingin merepotkan Indira, tapi cewek itu bersih kukuh dan mengancam akan marah jika keinginannya tidak dituruti. Itulah sebabnya kami berlima berakhir di meja kantin saat ini sambil menikmati semangkuk bakso dengan uap kuah yang mengepul ke udara.

"Kita bayar sendiri-sendiri aja yah, Dir. Gak enak banget ngerepotin." Bukan sekali ini saja aku mendapat traktiran orang, karena Deva, Agatha, dan Melia juga terbilang sering mengeluarkan uang lebih untuk membayar makanan kami ketika jalan bersama.

Tapi, kami melakukannya secara bergantian sehingga tidak merasa berat dan merepotkan satu sama lain. Beda cerita dengan Indira, kami belum terbiasa sebab masih terbilang baru mengenalnya.

"Iya, Dir. Masalah kemarin itu bukan sesuatu hal yang besar sampai-sampai harus dapat balasan dengan traktiran kayak gini," sahut Deva.

Indira yang mulai meracik baksonya dengan saus dan kecap menggelengkan kepala. "Gue udah janji, artinya gue berhutang. Kalo gue gak tepatin, berarti hutang gue gak lunas. So, biarin kali ini gue yang bayarin makanan, yah. Kalo kalian nolak terus, jadinya gue yang gak enak."

"Meskipun gue juga ngerasa berat buat nerima traktiran, tapi kali ini biarin aja Indira yang bayar makanan kita. Soalnya gak baik juga terus-terusan nolak pemberian orang," kata Agatha yang sudah mulai makan duluan.

Ucapan Agatha memang benar. Orangtuaku sendiri sering berpesan untuk jangan terlalu sering menolak pemberian orang karena itu tandanya tidak bersyukur dan sama halnya kita menolak rezeki.

"Nah, benar. Agatha aja udah setuju masa kalian enggak," ujar Indira.

Akhirnya kami tidak lagi menolak. Selain karena takut baksonya berubah dingin, kami juga takut bel penanda istirahat berbunyi sementara kami belum makan sama sekali.

Seperti biasa, di awal-awal makan kami semua fokus dan membiarkan keheningan mengambil alih. Tapi, hal itu tidak berlangsung lama karena ada saja topik yang dibahas untuk mencairkan suasana.

"Oh iya Dir, kata Dara Lo itu sepupuan sama Astha, yah?" tanya Agatha tiba-tiba.

Aku yang saat itu sedang mengunyah bakso dalam mulut hampir saja tersedak. Apalagi saat Indira menoleh ke arahku, rasanya aku menjadi sulit menelan makanan.

"Iya, bener. Astha emang sepupu gue. Sepupu dari bokap." Meski sempat terkejut karena Agatha menanyakan hal itu, tapi Indira tetap menjawab dengan jujur.

"Astaga, Tha. Lo kalo udah kepo bener-bener ngorek sampai ke sumbernya, yah." Ingin rasanya aku menyumpal mulut Agatha dengan bakso agar tidak mengatakan apapun termasuk bertanya hal-hal aneh.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang