BAB 86 || PINDAH KUBU

22 3 0
                                    

Setiap ada jadwal ulangan, baik itu ulangan harian maupun ulangan tengah semester, aku pasti selalu datang lebih cepat dari hari-hari biasanya dengan tujuan ingin menggunakan waktu sebelum bel masuk untuk belajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setiap ada jadwal ulangan, baik itu ulangan harian maupun ulangan tengah semester, aku pasti selalu datang lebih cepat dari hari-hari biasanya dengan tujuan ingin menggunakan waktu sebelum bel masuk untuk belajar.

Setidaknya jika aku datang di jam setengah enam pagi, aku memiliki waktu selama tiga puluh menit untuk belajar dengan tenang tanpa gangguan sebelum kelas mulai ramai oleh kedatangan teman-teman satu kelasku di jam tujuh.

"Good morning everybody." Suara familiar tersebut menarik perhatianku untuk mendongak dan menoleh ke arah pintu. "Agatha Adriana sudah datang, mana nih sambutannya."

Meski tidak mendapatkan respon seheboh orang-orang menyambut kedatangan artis yang berjalan di red karpet, Agatha dengan rasa percaya dirinya yang tinggi tetap berjalan masuk memperagakan seorang model sambil melambaikan tangan.

Senyum Agatha bahkan tetap terbit meskipun ia sudah sampai di mejanya. "Ra, sambutan Lo mana buat gue. Kok cuma diam. Pangling yah?"

Aku menghela napas kasar. "Tha, Lo gak bisa yah sehari aja tanpa drama? Emang gak capek? Gue aja yang sebagai penonton capek liatnya."

Usai menyimpan tasnya di atas meja, Agatha mundur dan menarik kursi milik Deva lalu duduk di sana. "Gini yah Dara. Lo tau sendiri kan sekarang kehidupan kayak gimana. Gak drama, gak terkenal. Itu adalah salah satu cara buat bikin kita famous."

Aku menggeleng-gelengkan kepala, antara heran dan takjub dengan setiap tingkah ajaib Agatha. "Gunanya Lo mau terkenal apa? Lo kan bukan artis."

"Ini tuh namanya prepare. Persiapan sebelum nanti gue benar-benar udah jadi orang yang terkenal." Dan Agatha selalu mempunyai jawaban untuk setiap perkataanku.

"Setidaknya kalo Lo mau terkenal, lakuin sesuatu hal yang berguna," ujarku.

Entah Agatha tidak mendengar suaraku, atau karena terlalu sibuk memainkan handphonenya, cewek itu tidak merespon.

Ketika aku kembali fokus pada buku di hadapanku, Agatha baru mengajakku bicara lagi.

"Lo ngapain? Belajar?" tanya Agatha sambil melirik buku yang terbuka di atas mejaku. "Emang bisa masuk ke dalam otak? Gue biasanya kalo udah terdesak kayak gini makin gak bisa fokus belajar."

"Gue liat-liat doang, kali aja ada yang nyantol di otak." Karena kelas sudah mulai ramai, aku mengakhiri aktivitas belajarku yang memang sudah berjalan sejak tadi sebelum Agatha datang. Suara berisik dari orang-orang yang sedang mengobrol akan sangat mempengaruhi konsentrasi.

"Jangan dipaksa otaknya buat mikir, mending pake cara gue aja. Tinggal cap cip cup, toh soalnya pilihan ganda juga." Agatha memberi saran.

Berbicara tentang cara menjawab soal seperti yang disarankan Agatha, aku menjadi teringat dengan salah satu teman di kelasku saat SMP dulu. Ketika melaksanakan ujian kelulusan kebetulan dia duduk di samping kananku sehingga beberapa kali aku menoleh untuk melihat apa yang dilakukannya.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang