BAB 8 || RUTINITAS MALAM

1.4K 70 1
                                    

Jika serupa bunga, maka dia mawar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jika serupa bunga, maka dia mawar.
Berduri dan menyakitkan.
Tapi, tetap indah.

~D.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumahku yang memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit, aku beralih menulis diary.

Begitulah rutinitasku setiap malam. Setelah belajar dan mengerjakan tugas, aku selalu menyempatkan waktu sekitar lima menitan untuk menuliskan sesuatu di dalam buku. Rutinitas yang merupakan hobiku sejak SD, tapi kembali konsisten baru dua tahun terakhir.

Sejak aku mengenal dia.

Aku bingung harus mulai bercerita dari mana. Tapi, sudah sejak dua tahun terakhir ini aku mengagumi seseorang. Dia adalah salah satu teman cowok di kelasku yang bernama Adhyastha Prasaja. Kami dari latar belakang SMP yang berbeda, kemudian dipertemukan di kelas yang sama ketika SMA.

Aku ingat sekali hari di mana kami memperkenalkan diri di depan kelas untuk yang pertama kalinya. Hanya Astha yang tidak banyak basa-basi. Setelah menyebutkan nama, asal sekolah, dan alamat tempat tinggal, cowok berlesung pipi itu langsung kembali ke kursinya. Menutup kesempatan untuk kami mengajukan pertanyaan kepadanya.

Sejak saat itulah aku menjadi penasaran dengan cowok dingin tersebut.

Sempat timbul pemikiran bahwa Astha sama sepertiku, menghindari orang-orang karena malu sehingga tidak banyak bergaul dengan teman satu kelas kami yang lain. Tetapi seseorang yang merupakan teman satu SMP Astha mengatakan bahwa cowok itu memang sudah berkepribadian cuek sejak lama.

Bahkan di awal-awal sekolah sempat beredar gosip bahwa selain cuek, Astha juga ambisius. Cowok itu hanya mementingkan dirinya sendiri untuk masalah nilai, dan terbilang suka mencari perhatian ke guru-guru. Namun, karena menyaksikannya secara langsung, aku justru menilai Astha dengan sudut pandang berbeda.

Ketika orang-orang menilai Astha ambisius karena terlalu mengejar nilai yang tinggi namun tidak mau membagi contekan tugas kepada orang lain, aku justru menganggap hal itu wajar terjadi.

Bukan hanya Astha. Tapi, jika seandainya posisi kami ditukar, misalnya aku yang memiliki kepandaian seperti Astha. Rajin mengerjakan tugas dengan hasil pemikiran sendiri sampai harus begadang, aku tentu tidak akan membiarkan orang-orang menyonteknya begitu saja tanpa mau berusaha sendiri.

Lalu, ketika ada orang yang berpikir bahwa Astha tukang cari perhatian kepada guru-guru hanya agar mendapatkan nilai yang tinggi, aku justru berpikir bahwa orang-orang yang mengatakan itu hanya karena mereka merasa iri.

Aku mengatakan semua ini bukan atas dasar kagum saja. Tapi karena dalam kurung waktu satu tahun menjadi teman satu kelas, aku menyaksikan sendiri kemampuan cowok itu. Bagaimana ia begitu banyak mengukir prestasi.

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang