Waktu berlalu begitu cepat. Hari Senin lalu kami baru saja merencanakan sebuah pesta kejutan untuk ulang tahun Ibu Jenny, Jumat kemarin kami mendekorasi rumah beliau, lalu tanpa terasa hari kembali berganti menjadi Sabtu yang mengartikan hari yang kami tunggu-tunggu sudah tiba.Saat hari menjelang sore, aku dan beberapa anak IPA 3 lainnya kembali berkumpul di rumah Ibu Jenny. Aku, Deva, dan beberapa orang lagi sejak tadi sudah sibuk di ruang tengah untuk merampungkan dekorasi yang belum selesai. Sebagian lagi sedang memasak di dapur.
Kue ulang tiga susun bertuliskan nama Ibu Jenny di atasnya juga sudah datang diantarkan oleh Kakak Kiki dan kini sedang ditata di atas meja yang kakinya memiliki roda oleh Mira dan Anggi.
Jika anak cewek sedang sibuk bekerja di dalam rumah, anak cowoknya sendiri sedang mengawasi kondisi di luar mana kala Ibu Jenny tiba-tiba pulang.
"Dev, coba Lo telfon Ibu Jenny. Basa-basi aja nanya kapan pulang dan kira-kira sampai di sini jam berapa," kata Citra yang baru datang dari arah dapur.
"Baru aja gue chat. Tadi sih baru masuk ke kota, paling satu jam lagi sampai. Kira-kira Maghrib lah," jawab Deva.
"Bentar lagi itu. Eh, Adnan di luar udah dibersihin? Jangan sampai ninggalin jejak yang bakal buat Ibu Jenny curiga nantinya," kata Citra menghentikan langkah Adnan yang ingin masuk ke dapur.
"Udah kita bersihin semua. Aman pokoknya," jawab cowok itu kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
Lima belas menit kemudian dekorasi di ruang tengah sudah selesai. Kami mulai membersihkan sisa-sisa sampah yang berserakan di atas lantai.
"Yang itu gue buang yah, gak dipake lagi kan?" Aku menunjuk kardus berisi sisa-sisa bahan dekorasi kepada Deva. Setelah cewek itu mengangguk barulah aku beranjak untuk membawanya ke belakang.
Saat kembali ke ruang tengah sudah ada Agatha dan Anna yang sedang makan buah apel.
"Eh, bagi dong apelnya," pintaku.
Meski sudah meminta dengan cara baik-baik, Anna tetap menolak memberikan apelnya. "Enak aja bagi-bagi. Beli sendiri."
"Sesama teman gak boleh pelit, nanti kuburannya sempit." Aku pun mengambil paksa sepotong apel dari tangan Anna.
"Dasar gak tau malu. Kalo sakit perut tandanya gue gak ikhlas." Anna mencebik.
"Kalo gue mati gara-gara sakit perut karna habis makan apel ini, Lo bakal masuk neraka," balasku tak mau kalah.
Selanjutnya kami tertawa. Tentu saja yang tadi itu hanya candaan. Sebenarnya masih banyak apel di dalam kantongan, tapi agar lebih seru kami melakukan drama memperebutkan sepotong apel.
Hari beranjak malam saat semua pekerjaan kami selesai. Kami sudah berkumpul di dalam rumah setelah mengunci pintu. Beberapa lampu sudah dipadamkan dengan menyisakan lampu dapur saja yang tetap menyala. Sebagai penerangan kami menggunakan senter dari handphone masing-masing. Yang bertugas mengawasi kedatangan Ibu Jenny adalah Dafa dengan mengintip di balik jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...