Hari ini cuaca cukup bersahabat. Matahari sepertinya sedang malu-malu menampakkan diri dan lebih memilih bersembunyi di balik awan.
Ketika gedung SMA Harapan Bangsa tempatku menimba ilmu kurang lebih dua tahun terakhir sudah terlihat di depan mata, aku pun mengurangi kecepatan motorku.
Pintu gerbang sudah terbuka lebar dengan kehadiran Pak Ahmad selaku security sekolah berjaga di depannya. Saat melewatinya, aku membunyikan klakson satu kali sebagai sapaan.
Setelah melewati gerbang, aku berbelok ke arah kanan menuju tempat parkir. Senyumku mengembang karena berhasil mendapat posisi terbaik untuk memarkir motor. Yaitu paling pinggir agar lebih mudah jika ingin keluar.
Usai mematikan mesin, aku turun dari motor kemudian beralih membuka bagasi dan mengeluarkan lima buah buku paket lalu meletakkannya di atas jok motor karena harus membuka helm.
Entah karena posisinya yang tidak benar saat aku letakkan atau memang jok motonya licin, tiba-tiba saja kelima buku itu jatuh di atas aspal.
"Astaga, kok bisa jatuh sih," gerutuhku pada diri sendiri.
Aku langsung berjongkok untuk memungut kelima buku dengan tebal masing-masing dua ratus halaman itu, lalu menumpuknya menjadi satu ke dalam dekapan.
"Untung gak robek," Kekhawatiranku sirna usai melihat kondisi buku itu tanpa lecet sedikitpun. "Kan bisa kena denda kalo sampai rusak."
Setelah memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal, aku pun mulai berjalan menuju pintu masuk sambil sesekali memperhatikan sekitar.
Arloji di tanganku sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Di mana artinya tersisa dua puluh menit lagi bel masuk akan berbunyi. Namun, kondisi sekolah masih sangat sepi. Tidak hanya di parkiran yang belum banyak kendaraan, tapi saat memasuki pekarangan sekolah pun siswa-siswi bisa dihitung jari.
Tidak terlalu mengherankan karena pemandangan seperti ini sudah pernah aku saksikan sebelumnya ketika kenaikan kelas sebelas tahun lalu.
Kondisi ini tentu jauh berbeda dengan jaman aku SD dan SMP dulu. Di mana, hari pertama sekolah setelah libur panjang kenaikan kelas menjadi momen yang paling dinantikan. Setiap siswa-siswi berlomba-lomba datang lebih awal untuk memperebutkan bangku agar mendapatkan bagian duduk di posisi paling depan.
Tapi, setelah naik ke tingkat SMA semua itu tidak lagi berlaku. Sekarang yang terjadi justru kebalikannya. Orang-orang berlomba untuk duduk di bangku paling belakang.
Dari pintu masuk, aku berbelok ke arah kanan menuju tangga untuk naik ke lantai dua di mana kelas dua belas berada.
"Pagi, Ra." Langkahku mendadak berhenti di depan kelas dua belas IPS 4 setelah seseorang menyapaku dengan ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal "Just Friend" Peran sebagai pengagum rahasia sudah Adara Ulani jalani selama dua tahun. Selama itu Dara merasa sudah cukup hanya dengan memperhatikan sosok Adhyastha Prasaja secara diam-diam. Suatu hari, ketika tersebar kabar bahwa Astha...