BAB 43 || PERASAAN GELISAH

17 4 0
                                    

Setelah hari Minggu, maka selanjutnya adalah hari Senin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah hari Minggu, maka selanjutnya adalah hari Senin. Tidak peduli sebanyak apa kegiatan kemarin yang berhasil membuat badan remuk dan lelah, rutinitas hari berikutnya harus tetap berjalan. Seperti kewajiban untuk datang ke sekolah yang tidak bisa ditinggalkan.

Hari ini satu pelajaran baru saja selesai. Biasanya aku selalu bersuka cita karena semakin cepat waktunya pulang. Tapi, entah mengapa kali ini aku justru merasa gelisah.

Semua berawal dari kejadian tadi pagi, ketika aku tidak sengaja mendengar Adnan memberitahu Citra bahwa Astha izin tidak datang ke sekolah karena sedang mengikuti lomba antar organisasi PKS mewakili Harapan Bangsa.

Tentu saja masalahnya bukan karena Astha ikut lomba, tapi dengan siapa cowok itu pergi.

Padahal tiga hari kemarin rasanya sudah sangat menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama Astha saat menyiapkan pesta kejutan ulang tahun untuk Ibu Jenny. Lalu hari ini aku harus menerima kenyataan bahwa Astha akan berduaan dengan Alma karena ternyata yang menjadi partner cowok itu dalam lomba tersebut adalah cewek itu.

Sekeras apapun aku menapik bahwa Astha dan Alma hanya teman dan sebatas partner lomba, tetap saja aku khawatir dengan kedekatan keduanya. Bukankah perasaan bisa tumbuh kapan saja? Bahkan bisa berawal dari seringnya bertemu? Atau berawal dari pertemanan?

"Dara, Lo kenapa? Gue perhatiin muka Lo murung banget dari tadi." Deva menyenggol lenganku dengan bahunya.

Tanpa menoleh aku menjawab. "Gue nggak pa-pa kok, Dev."

Suaraku yang terdengar lesu justru semakin membuat Deva curiga. "Beneran gak pa-pa? Suara Lo kok lemes banget kayak orang sakit," tanyanya.

Agatha dan Melia yang duduk di depan kami tiba-tiba membalikkan badan. "Mau Lo nanya seribu kali dengan cara yang manis pun Dara gak bakal jawab jujur. Tapi, untung gue pinter jadi bisa tau kenapa dia bisa gegana, gelisah galau merana kayak gitu," celoteh Agatha panjang lebar.

"Emang kenapa?" tanya Melia penasaran.

Tidak ingin membiarkan Agatha berbicara omong kosong, aku segera menghentikannya. "Kalo Lo cuma mau bicara omong kosong, sebaiknya gak usah dilanjut."

"Lo nantangin gue?" Agatha berdiri kemudian mengangkat kedua tangan ke pinggang. "Denger apa yang bakal gue bilang dan kalian bisa simpulin sendiri apa ucapan gue termasuk omong kosong belaka atau fakta yang akurat." Diperingatkan dengan cara apapun Agatha tetap tidak bisa menahan mulutnya untuk bicara. "Gue kasih tau, Dara itu emang gak sakit, tapi sebenarnya dia lagi khawatir karna Astha gak masuk sekolah."

Agatha bukan cenayang, tapi entah bagaimana caranya ia bisa membaca isi pikiranku.

"Astha emang gak masuk sekolah, tapi apa iya Lo galau gara-gara ini, Ra? Sumpah Lo bucin banget kalo itu benar," kata Deva.

"No, no, no." Agatha menggelengkan kepala. "Masalahnya bukan hanya itu, tapi gara-gara Astha gak masuk sekolah karna ikut lomba. Dan perginya pun sama Alma. Makanya Dara was-was dari tadi."

RASA TAK SAMPAI (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang