"Apa kau sudah selesai membuat gaduh?"
Bukan hanya ketiga orang di dalam ruangan itu saja yang terkejut mendengar suara dalam itu, tapi Andin yang tadi menunduk tak dapat menghentikan dirinya untuk melihat asal sumber suara yang seperti tak asing baginya.
"Pak Al." sapaan itu terdengar dari Cheryl dan sang asisten. Sedangkan Katrin yang melihat kedatangan Aldebaran kemudian berjalan menuju pria itu berdiri, ingin melemparkan dirinya ke dalam pelukan sang tunangan tapi Al menghindar dengan cepat.
Al mengerutkan alisnya, pertanda tak suka dengan sikap Katrin.
"Aku mendengar kau tidak mau turun, jadi aku datang untuk menjemputmu." katanya dingin tanpa intonasi. Pria itu masih belum menyadari keberadaan Andin yang berada di belakang asisten Katrin.
"Sayang, bisakah kita batalkan saja acara ini?" Katrin memeluk lengan Al kuat seraya memohon. "Kau tahu kalau aku tidak setuju dengan pembatalan pertunangan kita."
"Kate, jangan main-main. Keluarga kita sudah sepakat atas putusan ini, dan aku pun setuju juga. Lebih baik bagi kita jika kita tidak melanjutkan hubungan yang rusak ini."
"Tapi aku tidak mau!" Katrin menjerit, menyuarakan penolakannya, frustasinya.
Dengan dingin Aldebaran menyentak tangan Katrin yang bergelayut manja, "Kau pikir aku peduli?!"
"Seharusnya, saat kau memilih tidur dengan pria itu, kau sudah tahu konsekuensi yang akan kau hadapi dariku!"
"Itu karena kau juga tidak sekalipun menyayangi aku!" seru Katrin kembali menangis, "Seandainya kau peduli sedikit saja padaku, sedikit saja memperhatikan aku. Aku tak akan mungkin melakukan itu padamu!"
"Kau tak pernah percaya padaku, Al!" kata Katrin seraya memandang pria yang menjadi tunangannya dengan raut sedih dan terluka.
Ia tak berharap bahwa rencananya untuk membuat tunangannya itu cemburu malah berbuah petaka padanya. Tidak saja dia kehilangan keperawanannya yang selama ini dijaga, ia juga kehilangan satu-satunya pria yang ia cinta. Ia menyesal, sangat menyesali tindakannya. Tapi Aldebaran bahkan tidak mau mendengarkan setiap penjelasannya dan tetap menuduhnya sebagai wanita murahan.
Al bergeming. Tidak merasakan emosi apa pun. Bukannya dia tidak tahu kebenarannya, hanya saja dia tak mau mengerti saja. Lagi pula diantara mereka, bukan hanya Katrin saja yang telah menodai hubungan ini, melainkan dia juga telah melakukan hal yang sama.
Saat dia mengingat satu malam bergairah yang dia habiskan dengan wanita itu, sepasang matanya kemudian terangkat dan sosok wanita yang baru saja dirinya lamunkan muncul dibidang penglihatannya.
Andin tanpa sadar melangkah mundur, merasa takut sekaligus gemetar tanpa sadar begitu dihadapkan dengan sepasang mata yang membara dari pria itu.
Tanpa mengalihkan tatapannya dari melihat Andin, Aldebaran berkata, "Kate, apa kau ingin tahu kebusukan macam apa yang telah aku perbuat di belakangmu?"
Secara perlahan namun pasti, Al berdiri menjulang tepat di depan Andin yang tidak bisa mengalihkan tatapannya.
Katrin dan dua orang lainnya yang ada di kamar itu tanpa sadar melihat punggung lebar Aldebaran yang baru saja melewati mereka.
"A-Apa maksudmu?" Tersentak dengan tubuh menggigil, Katrin bertanya takut.
Al mengulurkan tangannya ke depan, "Saat aku tahu kau tidur dengan laki-laki lain, aku juga tidur dengan wanita asing untuk yang pertama kalinya." katanya mengejutkan keempat orang di dalam sana.
"Dan wanita itu ...."
Andin menggelengkan kepalanya ketakutan. Jangan, jangan katakan!
"A-Apa yang baru saja kau katakan?" Dengan bibir bergetar Katrin bertanya kembali. Tidak yakin dengan apa yang baru saja dirinya dengar
Al menatap lurus ke depan. Sepasang tangan yang tadi terulur meraih botol wine yang dipegang oleh Andin.
"Aku katakan, aku juga tidur dengan wanita lain tepat saat kau berselingkuh dengan aktor cilik itu."
Katrin terperanjat, sedangkan Shena memiliki keringat dingin di punggungnya. Tanpa sadar ia menundukkan kepala, tidak berani menatap mata tajam pria itu yang kini penuh selidik mengamatinya.
Al menuangkan sendiri minumannya di gelas kaca yang ada di troli, mengisinya separuh lalu menenggaknya di tempat sampai habis. Sebelum dia membalikkan badannya, ia melirik ke arah name-tag di dada Andin.
"Aku menunggumu di tempat pertemuan. Kau hadir atau tidak, tidak akan menghentikan pembatalan pertunangan ini!"
"Tunggu ... Al tunggu. Kau harus jelaskan padaku maksud perkataanmu!" Katrin terhuyung-huyung menyamai langkah panjang Aldebaran tapi pintu tertutup menghentikannya di tempat.
Terengah-engah akibat marah, wanita itu berteriak histeris. Tangisan dan jeritan memenuhi seluruh ruangan yang berisi empat orang tersebut.
Satu jam kemudian setelah Katrin dan antek-anteknya keluar dari kamar, Andin kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Walau beberapa hari belakangan dia merasa tak nyaman pada tubuhnya dan lebih lelah, dia tetap memaksakan diri bekerja. Dia harus menyibukkan diri, bila tidak, kenyataan pahit yang baru diketahuinya akan kembali membuatnya terluka lalu kemudian mengutuk segala kemalangan yang telah terjadi padanya.
Andin mulai membersihkan ruangan kamar tamu dibantu oleh Mirna yang tiga puluh menit lalu datang menghampiri.
"Em, apa kau baik-baik saja?" Mirna yang khawatir menanyakan lagi keadaan temannya yang dirasa dalam kondisi tak sehat.
Andin menggelengkan kepalanya, tersenyum kecil demi menunjukkan kalau dia baik-baik saja. Tadi dia muntah lagi. Untungnya tidak ada siapa pun di kamar itu saat dia kembali memuntahkan makan siangnya ke dalam toilet. Kini, dia hanya merasa lelah dan lemas dan ingin segera beristirahat.
"Selepas bersih-bersih ini beres, aku bisa membantumu meminta izin pada manajer agar kau bisa pulang lebih awal, Ndin. Itu pun kalau kau mau."
Bayangan untuk segera menuntaskan pekerjaan melayang-layang di benak Andin. Kedengarannya bagus sekali, pikirnya, tapi itu tak mungkin. Dia berada di shift pagi dan jam pulangnya tersisa beberapa puluh menit saja. Dia pikir dia bisa menahannya sampai pekerjaannya usai.
"Tidak apa-apa, Mir. Aku tunggu saja sampai kita pulang."
***
Di sisi lain, ballroom hotel terdapat banyak wartawan yang sedang meliput konferensi pers yang diadakan oleh direktur hotel Pelita. Berita tentang pengumuman pembatalan tunangan itu membuat ruangan tersebut ramai seperti sekumpulan lebah.
"Pak Aldebaran, jika demikian apakah hal ini juga alasan Anda tidak menunjukkan identitas Anda kepada publik?" Seorang wanita memakai kacamata bening mengangkat tangan lalu mengajukan pertanyaan.
Aldebaran yang duduk tenang di platform bersama dengan Katrin memiliki wajah dingin khasnya. Saat banyak lampu kamera berkedip memfoto dirinya, sepasang matanya berkedip normal seakan sudah terbiasa.
"Saya hanya tidak ingin membuat Nona Katrin bermasalah setelah publik tahu bahwa saya adalah tunangannya. Apalagi saat itu, dia sedang berada di puncak karir dan saya pikir cukup membuat publik tahu dia bertunangan tanpa perlu saya juga muncul. Hanya dengan berita itu pun sudah membuat Nona Katrin serta manajemennya kewalahan dalam mengatasi para fansnya yang mencintainya." papar Al dengan suara mantap.
Katrin yang sedari tadi diam dan hanya menjawab singkat sesekali pertanyaan dari reporter lantas memalingkan mukanya ke samping. Polesan make-up yang tebal mampu menyamarkan wajahnya yang bengkak habis kebanyakan menangis.
Seandainya bukan karena ayahnya meneleponnya di saat-saat terakhir dan memberikannya ancaman yang membuat dia tak berkutik, mungkin hari ini dia akan melakukan segala cara untuk menggagalkan acara ini.
"Nona Katrin, beri kami komentar Anda. Apakah tidak ada yang ingin Anda jelaskan pada kami? Kepada fans Anda?"
"Nona Katrin, apa Anda benar-benar setuju dengan keputusan ini?"
"Tolong, beri kami penjelasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
After One Night (TAMAT)
FanfictionMerasa bertanggung jawab atas kehamilan pada wanita asing yang telah salah ditidurinya, Aldebaran memutuskan untuk menikahi wanita itu. Namun, bagaimana jika keinginannya tidak berjalan mulus seperti yang dia kira? Andin merasa bahwa bos di tempatn...