Bab 2

832 45 0
                                    

Tadi siang, Andin berpamitan pada sang ibu akan pergi ke rumah temannya yang sedang berulang tahun. Tentu saja alasan yang dibuatnya itu bohongan. Karena tak mungkin Andin berkata jujur pada sang ibu kalau dia akan pergi ke rumah sakit untuk memastikan tebakannya dalam beberapa hari belakangan.

Saat Andin berjalan mendekat dan duduk di kursi, rasa sesak kembali menghantam dadanya. Mati-matian dia menahan tangisnya saat keinginan menyuarakan kebenaran tentang kehamilannya pada sang ibu begitu membuncah. Tapi dia seperti biasa harus menelan sendiri segala kesedihan dan kemalangan yang dia alami.

Dengan kondisi kesehatan sang ibu yang buruk, tak mungkin baginya membeberkan kehamilannya di luar nikah pada wanita tersebut. 

Siapa yang dapat menduga, bahwa gadis baik-baik, yang tidak pernah neko-neko dan jarang sekali terlibat dengan laki-laki harus mengalami kemalangan seperti itu. Hamil diluar nikah. Jika ibunya tahu tentang berita tersebut, bukan saja kecewa, kemungkinan ibunya sekarat pastilah tak terhindarkan.

Melihat Andin sedang melamun, Sarah menjitak kening sang putri.

"Aduh." 

"Apa yang kau lamunkan? Sampai-sampai tidak menjawab pertanyaan mama," Sarah menegur Andin seraya meletakkan sup panas di atas meja. 

Aroma harum kaldu ayam menyebar ke ruangan dan itu membuat perut Andin bergejolak, mau muntah. 

"Ndin?"

"A-Aku perlu ke kamar mandi. Sebentar Ma," ucapnya terdengar buru-buru sebelum kemudian pergi meninggalkan Sarah seorang diri di dapur.

Merasa khawatir dengan tingkah Andin yang tak biasa, Sarah pun mengikuti langkah Andin yang dilihatnya telah menghilang di dalam kamar mandi. Pintu tertutup rapat saat dia mendekat dan suara air yang mengalir hanya bisa didengarnya dari posisinya berdiri.

"Ndin, apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa kan?" tanya wanita itu khawatir.

Tepat saat Sarah mengajukan pertanyaan, seorang gadis yang sedang menenteng tas di tangan kirinya memanggil. "Ma, apa yang kau lakukan di sana?"

Sarah berbalik, raut wajahnya yang cemas tidak disembunyikannya untuk dilihat sang putri. "Ada kakakmu di dalam. Mama khawatir padanya karena wajahnya tadi tampak pucat."

Elsa tertegun, bolak-balik ia menatap pada pintu yang tertutup dan sang ibu. Tiba-tiba ia teringat dengan kejadian tadi siang dimana dia melihat kakak perempuannya baru saja keluar dari rumah sakit. Dan ruangan dimana kakak perempuannya keluar merupakan ruangan dimana seorang pasien berniat melakukan pemeriksaan kandungan.

"Jangan-jangan ...?" pikir Elsa berekspresi buruk.

Setelah keluarga yang terdiri dari tiga orang itu menyelesaikan makan malamnya, Elsa berdiri di depan pintu kamar kakak perempuannya. Gadis itu tampak ragu-ragu untuk memutuskan apakah mengetuk pintu itu atau tidak.

Mereka sudah selesai makan malam bersama dan sang ibu pun telah kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Sedangkan dirinya yang memiliki banyak pertanyaan untuk diajukan pada Andin, kini berdiri di sana.

Pada akhirnya, Elsa mengetuk sekali pintu itu, tidak menunggu sahutan sang kakak dan masuk begitu saja ke dalam kamar.

Begitu dia berada di kamar Andin, dia melihat kakak perempuannya meringkuk di atas tempat tidur dengan wajah pucat tak sehat.

"Kakak?" Elsa berjalan mendekat.

"Kenapa kau belum tidur?" Andin yang terlambat menyembunyikan keadaannya yang tak nyaman, tidak lagi bersikap pura-pura dihadapan adik perempuannya.

After One Night (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang