"Andin...." Al merendahkan suaranya berubah jadi lembut, tidak kasar lagi yang membuat takut wanita lemah di hadapannya kini. Ia meraih kedua bahu wanita itu, meremasnya kuat sejenak, lalu memutarnya agar dia dapat melihat wajah cantik wanita tersebut.
Saat tatapannya melihat cairan bening yang mengalir dari wajah tertunduk itu, ia merasakan penyesalan karena sudah menakut-nakuti Andin.
"Aku tidak bermaksud berbuat kasar padamu. Tapi sikapmu tadi ... sangat menjengkelkan. Kau tidak perlu berbohong padaku hanya karena tidak mau aku bertanggung jawab untukmu." Al menghela napas lemah. Tangannya yang memegang bahu Andin berpindah mengusap air mata yang membasahi pipi kedua wanita tersebut.
Dia tidak bisa melihat wajah menangis sang wanita dan hanya dapat mendengar isakan tertahan meski samar.
"Jika alasanmu menolakku karena kau memiliki kekasih, aku dapat menerimanya. Kita dapat membicarakan masalah ini baik-baik, tapi yang pasti aku tidak akan membiarkan anak di dalam perutmu tak mengenal siapa ayah kandungnya. Selama kau bersedia bekerjasama denganku, aku akan menghormati setiap keputusan dan privasimu." ucapnya lagi seraya terus menghapus bulir air mata yang tidak berhenti mengalir.
Ada janji serta kesungguhan di dalam kata-kata Al. Andin yang tadi terus menunduk mengangkat kepalanya perlahan. Pandangannya berubah buram dikarenakan air matanya. Wajahnya berubah sembab tapi tak mengurangi kecantikannya sama sekali. Justru dengan raut wajahnya yang menyedihkan seperti itu membuat seseorang ingin melindunginya, dan itu lah yang dirasakan oleh Aldebaran kini.
"Apakah yang Anda katakan benar?" tanyanya ingin memastikan apa yang dirinya dengar.
Al mengangguk, "Jadi, katakan yang sejujurnya padaku, apakah anak itu milikku atau tidak? Jangan mencoba berbohong lagi. Aku tidak suka dengan orang yang suka berbohong. Jadi pastikan kau sudah tahu jawaban yang akan kau beritahukan padaku."
Andin menggigit bibirnya tanpa sadar, kebiasaannya di kala wanita itu sedang gugup. Masih bingung menyusun kata-kata yang menurutnya tepat. Bagaimana pun, tadi ia bersikeras bahwa anak itu bukanlah milik Al. Kejadian itu bahkan belum sampai setengah jam tapi dia dibuat tak berkutik dan tak punya alasan untuk berbohong kembali.
Tatapan Aldebaran berlama-lama melihat pada bibir Andin yang digigit. Ia merasa haus hanya dengan melihat aksi erotis - menurutnya - yang dilakukan oleh Andin. Meski begitu, dia tidak mengalihkan pandangannya. Justru dua jarinya terulur untuk membelai bibir sang wanita yang terasa lembut di kulit jarinya.
"Jangan gigit," perintahnya dengan suara terdengar serak.
Andin membeku kaku. Ia melepas gigitannya dan cetakan giginya terlihat sekilas di bibirnya. Itu hanya tindakan singkat namun Al langsung kehilangan kesabarannya.
Tahu-tahu saat Andin sadar dengan apa yang terjadi, tubuhnya telah direnggut dalam pelukan erat pria itu, dagunya terangkat dan mulutnya dicium keras.
"A-Apa yang baru saja Anda lakukan?" Andin mendorong Aldebaran menjauh. Wajah cantiknya tampak shock. Tidak mengerti mengapa laki-laki ini menciumnya.
Jika bertanya pada Al pun, pria itu tak akan tahu jawabannya. Karena tadi itu tindakan spontan dikarenakan melihat kecantikan yang mengagumkan terpapar dalam jarak pandangnya.
Aldebaran memundurkan tubuhnya. Kedua telinganya berubah merah lantaran malu karena sembarangan mencium wanita. Apalagi wanita itu seperti Andin. Polos dan naif seperti perempuan baik-baik yang tidak pernah terlibat dengan para lelaki.
"Maaf, tadi aku ... tidak sengaja. Kau tadi kelihatan cantik sekali." ujarnya seraya memalingkan muka ke samping. Ia mengusap hidung mancungnya, ingin bersin tapi tidak jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
After One Night (TAMAT)
FanfictionMerasa bertanggung jawab atas kehamilan pada wanita asing yang telah salah ditidurinya, Aldebaran memutuskan untuk menikahi wanita itu. Namun, bagaimana jika keinginannya tidak berjalan mulus seperti yang dia kira? Andin merasa bahwa bos di tempatn...