"Hamil?"
Dokter itu mengangguk, "Anda bisa membeli tes kehamilan itu di apotek terdekat. Dan lakukan tesnya di pagi hari."
Al tampak terkejut mendengar berita itu. "Apa Anda yakin?"
"Anda dapat memastikan diagnosa saya ke rumah sakit sekarang juga."
Dokter itu tidak lama berada di dalam kamar itu. Rendy membawa sang dokter keluar dan mengurusi biayanya seperti biasa.
Bersamaan dengan dokter itu keluar, Aldebaran melangkahkan kakinya menuju ke pinggir jendela. Langit telah berubah gelap dan lampu-lampu telah dinyalakan. Ia mengamati beberapa pejalan kaki yang tampak sibuk di bawah. Pikirannya berkeliaran memikirkan suatu kemungkinan antara dia dan wanita di atas tempat tidurnya.
"Apakah itu mungkin?" gumamnya bertanya lirih. Demi mengkonfirmasi tebakannya, ia pun memanggil Rendy.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Rendy berdiri di belakang Al dan bertanya perintah lainnya dari sang bos.
"Aku ingin kau mencari tahu detail riwayat tentang kehidupan pribadi Andin, semuanya. Berikan padaku setelah kau mendapatkannya." katanya memberi perintah dengan alis bertaut.
"Baik, Pak. Apakah ada yang lainnya lagi?"
Ragu-ragu, Aldebaran kemudian mengatakan, "Pergi ke apotek, beli alat tes untuk kehamilan."
Raut bingung kemudian terlihat di wajah Rendy. Meski begitu, ia tidak bertanya untuk siapa alat itu akan digunakan. Ia pun pergi dari sana melakukan tugasnya yang lain.
***
Di kediaman sederhana yang dihuni oleh dua orang, Elsa baru saja selesai menyiapkan makan malam untuk dirinya dan sang ibu.
Sesekali pandangannya akan bergeser antara ponselnya dan jam di dinding. Menunggu kedatangan sang kakak yang diketahui belum juga pulang. Ponselnya tidak dapat dihubungi meski dia telah mendapatkan kabar bahwa sang kakak telah pulang dari bekerja.
Tak seperti biasanya Andin pulang terlambat dan lupa memberi kabar orang rumah. Fakta bahwa ibu mereka senantiasa khawatir apabila anak-anaknya tidak memberi kabar, kebiasaan untuk memberikan informasi keberadaan adalah hal wajib yang harus mereka berdua lakukan. Demi memastikan agar ibu mereka tidak terlalu khawatir yang dapat menyebabkan timbulnya kambuh penyakit akibat stres.
"Apa kakakmu belum juga pulang?" Sarah yang baru saja keluar dari kamar, pergi ke dapur dan bertanya pada Elsa.
"Mungkin sebentar lagi akan tiba, Ma. Aku sudah menghubungi kak Andin, dan dia bilang ada lembur malam ini." ucapnya berbohong.
Sarah duduk di kursi, menerima piring berisi nasi yang diberikan oleh sang putri. "Mama cemas karena kemarin kakakmu tampak pucat. Apalagi tadi pagi pun kakakmu pergi begitu saja tanpa menunggu kita bangun."
Elsa mengatupkan bibirnya. Perihal keanehan Andin yang lebih awal pergi kerja, dia tidak memberitahu sang ibu bahwa mungkin itu berkaitan dengan percakapan mereka tadi malam.
Mengingat hal ini, dia yakin sekali ada hal penting yang kakak perempuannya itu tutup-tutupi darinya. Walau dia telah berusaha keras bertanya mengapa sang kakak pergi ke rumah sakit, kakaknya itu tetap saja berbohong dengan menyatakan pergi mengunjungi sang teman. Teman yang mana, dia tidak diberi tahu.
Oleh sebab itu, sekalian saja tadi saat dia menghubungi sahabat sang kakak, ia tak lupa bertanya tentang teman yang katanya di rawat di rumah sakit. Jawabannya begitu mengejutkan karena Mirna bahkan tidak tahu ada salah satu rekan mereka yang sakit saat ini.
Dia jadi tambah yakin jika jawaban yang diberikan sang kakak benar-benar bohong belaka.
"Tapi tak seharusnya dia berbohong padaku." Pikir Elsa tambah bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
After One Night (TAMAT)
FanfictionMerasa bertanggung jawab atas kehamilan pada wanita asing yang telah salah ditidurinya, Aldebaran memutuskan untuk menikahi wanita itu. Namun, bagaimana jika keinginannya tidak berjalan mulus seperti yang dia kira? Andin merasa bahwa bos di tempatn...