Bab 139

197 10 0
                                    

Saat akhirnya dia dapat melihat dengan jelas lingkungan sekitarnya, ia pertama-tama mengedarkan pandangan ke sekeliling

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat akhirnya dia dapat melihat dengan jelas lingkungan sekitarnya, ia pertama-tama mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lampu utama ternyata dimatikan, menyisakan beberapa lampu hias kecil yang diletakkan secara acak. Pernak-pernik yang diterangi lampu hias tergantung di sepanjang dinding. Di nakas, di pinggiran lantai tersulut lampu hias berbentuk lilin berwarna putih.

Al tak dapat menyembunyikan tawa senangnya. "Wow...." komentarnya takjub.

"Kenapa kau malah tertawa?"

Al mendorong kursi ke belakang. Laki-laki itu berjalan menghampiri Andin yang masih setia berdiri di tepi jendela.

"Suka dengan kejutannya?" tanya Andin seraya mengerling nakal ke arah Al.

"Suka, sangat suka." jawab Al sambil mengulurkan tangannya ke depan.

Andin menyambut tangan yang terulur itu dan Al memberikan ciuman singkat di punggung tangannya.

"Bolehkah aku mengatakan sesuatu sekarang?"

"Kau cantik sekali malam ini. Sangat sexy. Begitu menggoda. Aku... Kupikir kau tak akan mau mengenakan pakaian ini lagi untukku." kata Al seraya menjebak sang istri di jendela.

"Awalnya iya, aku tidak mau memakai baju sexy seperti ini setelah kejadian di waktu itu. Tetapi, karena seseorang telah berjasa membantu keluargaku, bahkan rela membuat aku lupa sejenak akan keanehan itu, aku putuskan untuk membalas kebaikannya dengan melakukan apa yang dia suka."

Al mencetak ciuman di pipi, tidak tahan dengan kecantikan yang disuguhkan di depan mata.

Andin tertawa-tawa. Suara tawanya cukup renyah didengar telinga.

Mendapati sang istri dengan raut bahagianya, Al mencondongkan tubuh ke depan.

"Jadi, untuk alasan apa sebenarnya kau membawaku kemari?"

.
.
.

"Tempat ini jadi luar biasa indah. Apalagi glass house di belakangmu." tunjuk Al dengan dagu ke arah belakang Andin.

"Aku yang desain," ungkap Andin dengan nada bangga.

"Aku tahu. Istriku memang luar biasa." Pujinya murah hati.

"Aku akan mengajakmu melihat-lihat restoran ini setelah kita selesai makan malam."

Al mengernyitkan alisnya. Tampaknya tidak setuju rencana tersebut.

Melihat keanehannya, Andin pun bertanya, "Ada apa?"

Kedua mata pria itu menatap netra Andin lekat. Bara di kedalaman matanya seolah membakar Andin hidup-hidup. Andin meneguk ludah kasar. Seakan tahu maksud dari tatapan yang dilayangkan oleh pria di depannya kini.

"Tidak bisakah kita makan malam dulu?"

Sebagai tanggapannya, tangan Al yang tadi berada di pinggang meluncur naik sampai menyentuh bahu Andin. Tindakannya itu seperti ajakan tersirat.

"Aku ingin memakan hidangan utamanya langsung sekarang."

After One Night (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang