Bab 7

561 47 1
                                    

Rendy lantas menggelengkan kepalanya menolak. "Maafkan saya. Saya hanya mematuhi perintah direktur saja."

Tak punya pilihan, akhirnya Andin bersedia meski dengan terpaksa menemui Aldebaran. Tepat ketika dia mengikuti langkah Rendy yang telah berjalan lebih dulu di depannya, Nino menghentikannya kembali.

"Apa hubunganmu dengan direktur kita, Andini?" tanya pria itu penasaran. Perasaan cemburu yang dirasakannya tak disembunyikannya oleh Nino untuk dilihat oleh Andin.

"Apalagi memangnya selain atasan dan bawahan?" 

"Tetapi bagaimana bisa direktur ingin bertemu denganmu? Pria super sibuk itu? Orang yang jarang sekali terlihat berinteraksi dengan bawahannya? Bagaimana mungkin meminta bertemu denganmu kalau bukan karena kalian saling mengenal?"

Apa yang ditanyakan Nino tidak lah salah. Dengan identitas yang dimiliki oleh Aldebaran serta keterkenalannya akan sifat dingin dan acuh tak acuhnya, bagaimana bisa kenal dengan orang seperti dia?

Jika bukan karena satu malam yang mereka habiskan bersama malam itu, ia pun tak dapat percaya apabila sang presdir meminta bertemu dengannya.

Namun, masalah ini, dia tak perlu membicarakannya pada Nino, kan? Apabila pria asing yang tidur dengannya di malam itu merupakan bosnya sendiri.

Andin melepaskan pegangan Nino pada lengannya. Tanpa melihat kepada pria itu, ia menjawab dingin, "Tak ada hubungannya denganmu. Aku pun tak punya kewajiban untuk memberitahumu semua masalah pribadiku, Nino. Kau harus ingat kita hanya rekan saja, tidak lebih."

Untungnya Rendy begitu sabar menunggu Andin datang menghampirinya. Pada saat Andin masuk ke dalam lift, ia sebenarnya merasa tak enak hati telah membuat menunggu kaki tangan sang bos.

Dalam perjalanan menuju ke ruangan Aldebaran, tiba-tiba saja keringat dingin kembali muncul membasahi dahi serta punggungnya. Andin mengambil langkah mundur, bersandar di dinding lift. 

Rendy yang melihat kelakuannya bertanya heran "Apa Anda baik-baik saja?" 

"Bukannya tadi aku bilang aku sedang tidak enak badan?" batin Andin menjawab sinis. Berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang buruk, di permukaan ia tidak menampilkannya dan hanya memberi isyarat pada Rendy kalau dia tidak apa-apa.

Rendy tidak bertanya lagi, kembali menengok ke atas di mana nomor lantai terus naik. Begitu lift berhenti, ia keluar lebih dulu lalu kemudian disusul Andin.

Semakin dekat dirinya menemui Al, semakin banyak pula keluarnya keringat dingin di punggungnya. Dia juga merasakan keinginan untuk muntah. Akan tetapi dia terus mencoba menahannya.

Rendy mengetuk pintu yang tertutup di hadapannya, mengisyaratkan pada sang direktur yang ada di dalam bahwa dia telah tiba.

Tak butuh waktu lama bagi Aldebaran untuk membuka pintu itu. Pada saat dia melihat wanita di belakang Rendy, ia terdiam seraya mengamati sosok Andin yang kini membeku kaku.

"Saya sudah membawa Nona Andin, Pak."

Dia pun mengangguk, "Kau bisa tunggu di luar. Aku panggil kalau urusanku telah selesai," jawabnya singkat yang dapat dipahami maksudnya oleh Rendy. Ia pun berpamitan pergi dari sana, meninggalkan kedua orang itu di depan pintu yang terbuka.

"Masuk." perintahnya pada Andin singkat.

Tinggal berdua saja dengan pria yang berusaha dihindarinya, menyebabkan Andin berubah tegang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Apalagi dibawah tatapan kelam nan tajam itu, ia merasakan ketakutan samar menyelimuti.

After One Night (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang