Bab 115 😤😚💋

418 19 0
                                    

" Aku diam selama ini karena aku tak mau membuatmu merasa rendah diri. Tapi kau, lagi-lagi... Kenapa kau suka sekali menguji kesabaranku?" erang Al frustasi sendiri.

Bibir Andin bergetar. Kendati demikian, dengan keras kepala, ia tidak mengalihkan tatapannya untuk melihat betapa kalutnya Aldebaran.

"Menurutku, memberikanmu tempat ini tidak mahal bagiku. Tapi tidak denganmu bukan? Itulah bedanya kita. Kau seringkali mempermasalahkan status kita."

"Aku tidak," Andin menggelengkan kepalanya tak setuju anggapan itu.

"--- iya, itulah yang selalu kau pikirkan. Tanpa kau sadari, seperti itulah kau memandang hubungan kita. Aku suamimu, bukan bosmu lagi. Tidak bisakah kenyataan ini kau terima?"

"Aku minta maaf,"

"Bukan kata ini yang ingin aku dengar."

Andin bungkam. Mulutnya seketika terkatup rapat. Dan Al yang butuh menetralkan kemarahannya, mengirup udara dalam-dalam.

Barulah saat dia melihat Al sudah tenang, Andin mulai menjelaskan mengapa ia menolak.

"Tetap saja, aku tidak bisa. Meskipun aku sudah mencoba untuk meyakinkan diriku kalau ini bukan apa-apa bagimu, aku tidak bisa menerimanya." ucapnya dengan kepala menunduk.

Lantai di bawahnya tampak kotor di penuhi debu, dan dedaunan kering tak sengaja terinjak oleh kakinya. Daun kering itu tampak menyedihkan di matanya, sama seperti dirinya sekarang di bawah tatapan suaminya yang tajam.

"Kau tetap tidak mau menerimanya?" tanya Al mengulang.

Andin mengangguk, "Ya, aku tidak bisa menerimanya."

Deru napas pria itu terdengar memburu lagi. Kedua tangannya pun terkepal erat di sisi jahitan celananya, "Meski sekarang tempat ini sudah berubah menjadi atas namamu, kau tetap menolak?"

Tidak menjawab, Andin mengiyakan dengan gestur anggukan kepala.

Al menghela napas dalam-dalam, kemudian bicara dengan suaranya yang tanpa intonasi seolah sedang bicara dengan orang yang dia benci, "Kalau begitu buang saja!"

"Apa?"

"Kau tidak mau tempat ini kan? Buang saja sertifikatnya kalau begitu. Aku tidak butuh! Lagi pula, kau harus tahu, aku tidak pernah mengambil sesuatu yang sudah aku berikan kepada orang!"

Al menatap lama pada Andin yang kini memandangnya dengan pupil membesar. Berbagai macam emosi dapat dirinya lihat di mata jernih itu.

Bahu gemetar yang tampak rapuh itu, ingin sekali ditenangkannya. Namun dia harus menahan diri, harus belajar tega demi kebaikan mereka bersama.

Bahkan meski dalam hatinya dia berkata untuk berhenti di sini, untuk kembali mengalah lagi, egonya yang terluka tidak dapat menerima. Andin perlu diberi pelajaran, diberi peringatan dengan serius, agar dengan demikian dapat belajar menerima statusnya yang telah berubah. Andin bukan lagi karyawannya, tapi istrinya.

Dengan suara serak menahan tangis, ia akhirnya mengaku jujur pada Al, "Aku belum terbiasa."

"Kau harus terbiasa!" Al berkata tegas, "Aku memaksa kau harus terbiasa dengan statusmu sekarang. Kau adalah istri sahku. Semua yang aku miliki saat ini, itu juga akan menjadi milikmu."

Andin terus diam mendengarkan, tidak menyela barang sedikitpun kalimat demi kalimat yang suaminya lontarkan.

Menyadari keterdiaman Andin, Al pun melanjutkan bicara.

"Kalau kau tak setuju dengan perkataanku, aku bisa memberimu surat perjanjian pra nikah agar saat kau tetap pada pendirianmu ingin meninggalkan aku---'

"Jangan karena kau menciumku, aku tidak akan---" ucapannya lagi-lagi terhenti tatkala mulutnya ditutup paksa oleh bibir bergetar istrinya.

After One Night (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang