Rumah yang sangat besar dan luas itu cukup riuh di pagi hari. Seisi rumah di pagi itu begitu ramai, tepatnya di meja makan yang cukup panjang, kira kira bisa mengisi 15 orang disana. Pukul 08.00 seluruh anggota keluarga sarapan di meja makan yang sudah disediakan oleh pelayan rumah yang bertanggung jawab dalam memasak dan urusan dapur lainnya.
Bi Ina dan Bi Mia, dua perempuan yang sudah berumur itu tentunya sudah tidak asing lagi jika mereka sudah lama bekerja dengan Menhan RI saat ini.
Tentu sudah lengkap dengan ajudan dan para sekpri yang ikut bergabung dengan mereka dalam meja makan tersebut. Rutinitas keluarga Bapak di pagi hari selalu sarapan bersama sebelum melakukan kegiatan masing masing, termasuk dengan para ajudan, ADC, dan sekpri.
"Mas Didit, adikmu kapan balik ke Indonesia?" Tanya Bapak disela sarapan mereka.
"Mbak Yanti? Kemarin katanya bulan depan, Pak. Mbak Yanti masih sibuk sama bisnis fashionnya." Balas Mas Didit.
"Papa nggak bantu Tante Yanti?" Tanya Habib, anaknya Mas Didit.
"Iya Mas, Papa besok flight ke Paris. Gantian sama Tante Yanti. Kasian Tante kamu itu terlalu lama ngehandle, nanti bisa lupa punya anak tunggal perempuan." Ledek Mas Didit, kalo Adiknya saat ini ada di sebelahnya, dipastikan Mas Didit sudah digebukin oleh Adik perempuannya itu.
Suasana meja makan terasa ramai dan penuh kehangatan. Di tengah meja makan, terdapat hidangan sarapan yang beragam, seperti roti panggang yang masih hangat, potongan buah segar berwarna-warni, piring-piring berisi nasi goreng, telur rebus, serta beberapa lauk-pauk khas Indonesia seperti tempe goreng dan sambal terasi.
Para ajudan, ADC, dan staff Bapak duduk berdampingan dengan anggota keluarga, saling bercakap dengan santai sambil sesekali tertawa lepas. Suara derai tawa bercampur dengan bunyi sendok dan garpu yang berdenting, menambah kesan akrab dan penuh kebersamaan.
Di ujung meja, salah satu ajudan Bapak dengan senyum hangat, tampak sesekali berbicara dengan para staff yang berada di dekatnya, membicarakan hal-hal ringan namun sesekali terdengar percakapan yang serius.
"Ngomong-ngomong, Vanessa kenapa belum turun?" Bapak teringat dengan salah satu cucunya. Cucu perempuannya yang kedua, Vanessa Jasmine Aurora D.
"Vanessa kayaknya belum bangun, Kakek. Dia maraton drama Korea tuh semalam." Jawab Atizanesya Ragowo. Cucu perempuan Bapak yang pertama, anak dari Mas Didit.
"Lagi?" Kali ini bukan anggota keluarga yang menyahut. Suara tegas dan dingin tersebut menyapu suasana sarapan pagi itu.
"Saya sudah ingatkan kalo hari ini Mbak Vanessa ada jadwal ujian Osce, Pak. Saya izin keatas ya Pak bangunin Mbak Vanessa." Sahut laki laki itu, ia beranjak berdiri setelah diberi izin oleh Bapak.
"Pasti berantem lagi mereka." Bisik Ati ke saudara kembarnya, Bintang.
"Udah nggak heran lagi, setiap pagi kan selalu begitu." Jawab Bintang dengan cibirannya.
Suara itu tidak lain dan tidak bukan adalah ajudan pribadi Bapak yang diutus dari TNI. Namanya, Teddy Idza Regan Dwijaya. Sosok prajurit dengan pangkat Mayor yang kini bertugas sebagai ajudan Menhan. Selain menjaga keamanan Bapak, mengurus jadwal, kegiatan protokoler Bapak yang merupakan tugasnya sebagai tangan kanan Bapak, Mayor Teddy yang disingkat dengan panggilan Mayted juga menjaga dan mengawasi keamanan maupun kegiatan para cucu Bapak. Namun yang lebih diperhatikan olehnya adalah dua cucu perempuan Bapak, yaitu Vanessa dan Atizanesya.
Bapak mempunyai empat cucu. Dari anaknya yang pertama (Mas Didit) mempunyai tiga anak kembar. Dua laki laki dan satu perempuan. Mereka adalah Habib Ragowo D, Bintang Ragowo D, dan Atizanesya Ragowo D. Sedangkan cucu yang satu lagi dari anaknya yang kedua (Mbak Yanti) mempunyai anak perempuan tunggal yang merupakan anak semata wayang yang bernama Vanessa Jasmine Aurora D.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.