Perjalanan yang ditempuh selama 7 jam 30 menit ini berjalan dengan lancar dan nyaman berkat cuaca yang sangat cerah sepanjang rute penerbangan. Suasana di dalam pesawat terasa tenang tanpa gangguan berarti, membuat pengalaman terbang semakin menyenangkan bagi seluruh penumpang, termasuk keluarga besar Djojohadikusumo.
Anak-anak mereka sebagian besar terlihat tenang selama penerbangan, meskipun si bungsu, Kaivan, sempat menangis karena rasa takut. Hal ini bisa dimaklumi mengingat perjalanan jauh ini adalah pengalaman pertama Kaivan naik pesawat. Berbeda dengan kakak-kakaknya, Rafa dan Naira, yang sudah terbiasa melakukan perjalanan udara sebelumnya, Kaivan tampak sedikit gelisah menghadapi situasi yang baru baginya. Namun, dukungan dan perhatian dari keluarganya membuatnya perlahan merasa lebih nyaman.
Keluarga besar ini melakukan perjalanan ke Tokyo tidak hanya bersama keluarga inti, tetapi juga dengan para menantu dan beberapa mantan staff yang pernah bekerja dengan pemegang kekuasaan keluarga mereka di masa lalu. Hubungan yang erat dan penuh kehangatan ini terlihat jelas dari cara mereka saling menjaga dan mendukung satu sama lain selama ini.
Akhirnya, setelah perjalanan panjang yang penuh cerita, mereka tiba dengan selamat di Bandara Haneda, Tokyo. Momen kedatangan ini terasa istimewa karena menjadi awal dari perjalanan mereka di Jepang. Tokyo menyambut keluarga besar Djojohadikusumo dengan segala keindahannya, menjanjikan pengalaman yang tak terlupakan selama berada di sana.
"Rafa! Adiknya dipegang!" Teriak Mas ketika melihat Rafa kejar-kejaran dengan Kai saat mereka sedang menunggu bagasi.
Sedangkan Naira, anak gadisnya itu tengah mengobrol bersama sepupu-sepupunya, Nola dan Hiro. Sedari awal mereka berkumpul di Bandara Soekarno-Hatta tadi hingga sudah mendarat di Tokyo, Naira selalu bersama sepupu-sepupunya. Sepertinya anak gadisnya itu malas meladeni kejahilan adik bungsunya. Mungkin memang bahagia karena mereka juga jarang sekali bertemu. Sekalinya bertemu, justru langsung liburan bersama dan tentu dimanfaatkan sebaik mungkin. Apalagi umur mereka yang tidak jauh dan nyaris sepantaran.
"Sayang, kamu duduk aja. Biar Mas sama mereka yang nunggu dan ambil bagasi." Sahut Mas kepada istrinya.
"Nggak papa, Mas. Aku pegel banget duduk hampir delapan jam." Tolak Vanessa dengan gelengan.
"Sini, agak mendekat lagi ke Mas." Ucap Mas yang membuat Vanessa bingung.
"Balik badannya, sayang." Ucap Mas lagi.
Ternyata, Mas dengan penuh perhatian memijat kedua bahu istrinya sebagai bentuk apresiasi dan rasa terima kasih. Selama penerbangan, Vanessa harus mengurus Kai, si bungsu, yang sempat mengalami tantrum. Perjalanan yang panjang dan situasi baru di pesawat membuat Kai merasa tidak nyaman, sehingga ia rewel dan sulit ditenangkan.
Sebagai ibu, Vanessa dengan sabar dan cekatan menenangkan Kai, meskipun itu berarti ia harus menghabiskan sebagian besar waktu di pesawat mengurus kebutuhan anaknya. Sementara itu, Mas memperhatikan perjuangan istrinya dengan rasa kagum. Setelah mereka tiba dan situasi mulai lebih tenang, ia menunjukkan rasa pedulinya dengan memijat bahu istrinya yang pasti lelah.
"Makasih, Mas." Ucap Vanessa dengan senyumnya. Mas memijatnya beberapa menit.
"Nanti di hotel, Mas pijitin lagi." Ucap suaminya itu.
"I wanna cuddle too." Rengek Vanessa dan mata berbinar.
"Itu aja?" Tanya Mas sedikit goda.
"Jangan deh, itu aja, nanti anak-anak lihat." Vanessa menoleh ke arah lain dengan malu sehingga membuat Mas terkekeh gemas.
"Kakek serahasia ini ya sampai nggak mau ngasih tahu selama di Jepang mau kemana aja?" Tanya Vanessa yang memeluk pinggang suaminya dengan manja.
"Nggak, gue nanya Nenek juga sama aja. Nggak mau ngasih tahu." Sahut Bintang yang merangkul Gia.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfic"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.