"Bunda mana?" Tanya Mas kepada anak-anaknya yang sedang sarapan di meja makan karena melihat istrinya tidak ada di rumah.
"Bunda jam empat tadi udah ke rumah sakit, Pa." Ucap Naira sesekali mengucek matanya. Anak gadisnya masih mengantuk. Ia tahu karena tadi Vanessa berpamitan kepadanya.
"Loh ngapain?" Tanya Mas heran, bagaimana bisa Vanessa tidak membangunkannya?
"Pasien Bunda tiba tiba drop dan butuh penanganan dari Bunda." Lanjut Naira. Mas mengangguk ngerti.
"Makanya jangan kelamaan ngambek, Pa. Bunda nggak bangunin Papa kan?" Ledek Naira, ia memakan roti yang ia beri selai stroberi dan memakannya. Ia juga membuatkan Mas, Rafa, dan juga Kai.
"Bunda bilang apa aja ke kamu sebelum berangkat?" Tanya Mas, ia mengambil roti yang dibuat oleh Naira.
"Hm.. apa ya? Aku nggak denger banget sih, Pa. Soalnya aku juga masih setengah tidur setengah sadar. Yang aku tahu Bunda bilang mau kerja terus jangan lupa sarapan sebelum ke sekolah. Terus aku, Rafa, dan Kai dianter sama ajudan Papa hari ini, kata Bunda karena Papa ke Bandung." Ucap Naira dengan jelasnya.
"Itu aja?" Tanya Mas memastikan.
Naira tertawa. "Emang Papa mau dengar apa lagi? Berharap Bunda ngomongin Papa? Nggak ada sih."
"Berhenti ledekin Papa ya, nanti Papa potong uang jajan kamu." Ancam Mas dengan bercandanya.
"Oh iya, baru ingat! Hari ini Bunda juga nggak pulang, tapi masih kemungkinan. Nah alasannya aku lupa Pa hehehe." Naira cengengesan.
"Kayaknya jaga malam sih." Tebak Rafa.
"Bisa jadi, atau ada operasi lagi." Lanjut Naira.
"Tapi itu kenapa ada mobil Bunda? Bunda berangkat sama siapa tadi?" Tanya Mas bertubi tubi setelah mengecek garasi mereka.
"Lah iya, kok mobil Bunda ada disini?" Naira juga ikutan bingung dan kaget.
"Naik taksi online kali, Pa. Siapa tahu Bunda nggak kuat nyetir karena masih ngantuk?" Tebak Rafa, tapi bisa saja memang benar.
Mas beranjak dari kursinya, laki laki yang sudah gagah dengan seragam dinas hariannya itu mengotak atik ponselnya, menelfon istrinya karena ia pun juga menjadi khawatir. Vanessa yang tiba tiba tidak ada disebelahnya ketika ia bangun, Vanessa yang tidak membawa mobilnya, dan Vanessa yang tidak berkata apapun kepadanya. Bagaimana Mas bisa tenang ketika istrinya pagi pagi subuh sudah berangkat tanpa pamit?
Rafa, Naira, dan Kai memperhatikan Papanya yang sibuk bolak balik dengan dahinya yang berkerut. Terlihat jelas Papa mereka tidak tenang, padahal Naira sudah memberitahunya tapi kenapa Papanya masih saja mondar mandir seperti orang linglung?
"Bunda nggak angkat telfon." Ucap Mas, ia mencoba berkali kali lagi menelfon Vanessa tapi tidak diangkat istrinya.
"Lagi di ruang operasi mungkin, Pa." Itu Kai, anak bungsunya yang bersuara.
"Nah bener tuh kata Kai, Pa." Naira setuju dengan Adik bungsunya.
"Papa kenapa khawatir banget?" Tanya Rafa.
"Nggak biasanya Bunda pergi diam diam gini, Raf. Biasanya selalu bangunin Papa kalau mendadak dipanggil ke rumah sakit." Sahut Mas.
"Ya wajar kali, Pa? Papa kan lagi marah sama Bunda. Mungkin Bunda juga takut sama Papa." Tebak Naira.
Mas menghela napasnya kasar, beberapa menit lagi ia harus ke Mabes dan berangkat ke Bandung sedangkan disini ia sungguh berat hati berangkat kerja disaat Mas tidak tahu kabar Vanessa sama sekali.
Mas sungguh tidak tenang, karena tidak pernah sekalipun Vanessa berangkat kerja tanpa mobilnya. Kecuali jika Mas mengantar jemputnya.
"Papa nyusul ke rumah sakit aja kalau masih nggak tenang." Usul Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.