Setelah menikmati long weekend bersama di Hambalang kemarin, disini lah keluarga kecil Mas dan Vanessa berada, di terminal 3 pintu keberangkatan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Tempat yang akan menjadi saksi perpisahan keluarga hangat itu untuk pertama kalinya. Melepas anak sulungnya, melepas Kakak kembarnya, dan melepas Abangnya ke kota lain yang akan menggantikan pelukan mereka.
Mas membantu Rafa mengambil barang-barangnya. Mas juga membantu Rafa memasangkan ransel hitam dengan bahan kulit tersebut ke pundaknya, tas ransel yang Mas hadiahkan untuk anak sulungnya itu. Mas juga yang mengeluarkan dua koper dari bagasi mobil. Tadinya, Rafa yang mau menarik koper miliknya itu, tapi Mas menolaknya dan berkata tidak usah. Mas yang akan menarik dan membawa kedua koper anak sulungnya itu.
Vanessa berada di sebelah Mas, berusaha menahan air matanya sekuat tenaga yang ia punya. Melepas anak pertamanya, anaknya yang sangat ia sayangi dan ia harapkan keberhasilannya itu akan memulai petualangan baru tanpanya di kota orang. Mas mengerti perasaan istrinya, semalam Vanessa tidak bisa tidur walaupun Mas sudah memeluknya, menenangkannya, dan menemani istrinya itu tidur. Tak jarang juga istrinya itu menangis di pelukannya. Tapi nyatanya, Vanessa tetap tidak bisa tidur hingga Mas harus mencari cara lain agar Vanessa bisa tertidur, hingga ketika waktu sudah hampir menjelang subuh Vanessa baru bisa tertidur.
Mas dan Vanessa juga melihat Naira yang terus memeluk lengan Rafa, tak lupa anak pertamanya itu juga menggenggam tangan kanan Kai. Sebagai anak pertama, walaupun dalam hatinya sangat sedih dan tidak ingin pergi meninggalkan keluarganya, Rafa harus menguatkan kedua saudaranya dibandingkan dirinya sendiri. Ia akan menguatkan dirinya nanti jika ia sudah sendiri. Entah dengan cara menangis atau menahan rasa sedihnya. Rafa juga merasakan eratnya pelukan Naira, yang sepertinya Adik kembarnya itu tengah menahan tangis karena mereka sudah tiba di pintu keberangkatan terminal 3.
Hari ini, keluarganya kompak mengenakan pakaian warna coklat susu, warna kesukaan Rafa. Seakan-akan keluarganya mengantarkan kepergiannya untuk menggapai impiannya dengan suka cita. Bahkan, Papanya dan Adik bungsunya itu mengenakan celana pendek di atas lutut berwarna coklat persis seperti dirinya, Bundanya dengan celana panjang warna coklat, sedangkan Naira dengan baju ketekannya dan celana pendeknya dengan satu warna yang sama.
"30 menit lagi aku boarding." Kata Rafa memecahkan keheningan di antara mereka.
"Rafa.." Akhirnya pertahanan Naira runtuh sekaligus, Adik kembarnya itu langsung menangis dan Rafa langsung memeluknya.
"Ya ampun, Naira, aku tuh cuma ke Magelang. Kamu masih bisa nelfon aku dan gangguin setiap malam juga nggak papa. Jangan nangis terus dong, aku jadi berat ninggalin kamu." Sahut Rafa mengelus puncak kepala Naira.
"Aku nggak bisa kalau pisah sama kamu, Raf. Aku udah sebergantung itu. Apa aku pindah aja ya ke SMA Tarnus, boleh nggak, Pa?" Tanya Naira tiba-tiba dengan mata sembabnya, ia langsung menatap Papanya.
"Naira sayang.." Mas memanggilnya dengan lembut. Menatap kasihan anak perempuannya. Mas juga sudah yakin jika Naira sebenarnya tidak sanggup. Selama ini ia hanya pura-pura kuat. Bahkan, ketika semalam membantu Rafa packing, anak perempuannya itu berkali-kali menghapus air matanya dengan cepat agar tidak ketahuan.
Rafa langsung menggeleng. "Jangan, kamu nggak akan betah disana. Udah benar kamu disini dan kamu lebih aman di SMA 6. Ada Papa dan Bunda disini, ada Kai yang nemenin kamu juga di rumah kalau Bunda dan Papa kerja. Ada sepupu kita yang bakal jagain kamu disini. Jangan bergantung sama aku terus, Naira. Aku juga punya kehidupan sendiri, begitu juga dengan kamu. Perempuan cantik dan baik kayak kamu harus independent, kan?
"Raf, nggak bisa. Aku nggak sanggup, nanti aku sekolah sendirian gimana? Kalau aku dijahatin di sekolah gimana? Kalau aku tersesat pulang gimana? Kalau ada yang gangguin aku di sekolah gimana? Kalau aku nggak ngerti sama pelajaran aku minta diajarin sama siapa kalau bukan kamu, Raf? Kamu kan tahu aku bodoh banget." Naira sesegukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Untuk readers baru, supaya nggak bingung, lebih baik baca dulu "The Qonsequences" baru cerita...