Saat waktu boarding tiba, Mas dan Vanessa dengan cekatan menggendong kedua anak mereka yang sudah tertidur. Suasana di bandara malam itu memang sangat ramai, penuh dengan para penumpang yang juga memilih penerbangan malam untuk liburan. Vanessa menggendong Rafa yang tetap tenang, sedangkan Mas menggendong Naira yang sebelumnya sempat tantrum karena merasa tidak nyaman dengan hiruk-pikuk di sekitarnya.
"Naira jangan rewel ya. Ini dipegang bonekanya." Vanessa memberikannya boneka little pony yang selalu dibawa pergi kemanapun oleh Naira. Anak gadis itu seperti selalu merasa aman dan nyaman digendongan Papanya dan juga boneka little pony yang selalu ada di dekatnya.
"Jangan nangis, sayang. Mereka nggak jahat, mereka cuma lihatin Naira karena kamu cantik." Mas dengan ucapannya itu juga menghapus pelan air mata yang membasahi kedua pipi Naira.
Naira yang biasanya ceria, menangis dengan suara keras, membuat beberapa orang di sekitar mereka melirik. Situasi itu cukup membuat Vanessa khawatir, tetapi Mas tetap tenang. Ia tahu Naira hanya merasa lelah dan terganggu oleh keramaian. Rafa di sisi lain, menunjukkan sisi dewasanya meskipun ia masih kecil. Dengan tenang, Rafa memainkan tangan Adiknya, menggoyangkannya dengan lembut seakan berkata, "Udah, Naira, jangan nangis. Jangan buat Papa susah." Rafa tidak mengeluh atau rewel, malah mencoba membantu dengan caranya sendiri.
"Mau sama Papa!" Oceh Naira yang mengerucutkan bibirnya.
"Iya, sayang. Papa yang gendong Naira terus." Kata Mas dengan pelan.
Naira hanya ingin digendong oleh Mas. Tangannya erat memeluk leher Mas, dan setiap kali Mas mencoba berpindah tugas kepada Vanessa, Naira semakin rewel. Mas pun menyerah dengan senyum kecil, memilih untuk tetap menggendong anak perempuannya sambil mengusap punggungnya dengan lembut, mencoba menenangkannya.
Vanessa dan Mas saling melempar pandang, seolah berbicara tanpa kata-kata, saling mendukung di tengah tantangan kecil ini. Meskipun lelah, mereka tetap menjaga ketenangan, menyadari bahwa momen-momen seperti ini adalah bagian dari perjalanan keluarga yang tak terlupakan. Ketika Rafa ingin digendong oleh Mas, Rafa seakan mengerti ketika Naira dipindahkan ke Bundanya. Adiknya itu langsung menangis, sehingga Rafa hanya bisa mengalah dan tidak marah kepada Adiknya.
Dan sekarang, Rafa dan Naira sama-sama tertidur di dalam pesawat. Sudah beberapa menit mereka take-off dan untungnya kedua anaknya tidak menangis, karena ini pertama kalinya Rafa dan Naira naik pesawat, apalagi perjalanan yang sangat jauh, memakan waktu tujuh hingga delapan jam.
Awalnya, sepasang suami-istri ini cukup berdebat kecil ketika ingin memutuskan harus menaiki pesawat yang direct atau transit. Apalagi sulit sekali mencari pesawat yang langsung direct, termasuk Garuda Indonesia yang harus transit. Padahal, biasanya maskapai tersebut bisa direct. Dan untungnya ada satu maskapai Korean Air yang bisa langsung direct dan memang malam jam keberangkatannya. Dari Indonesia mereka take-off sekitar pukul 21.50 dan kalau sesuai jadwal, mereka landing pukul 07.05 pagi di Bandara Incheon.
"Capek ya, sayang?" Tanya Mas setelah dari siang tadi mengurus kembar yang cukup sulit diatur. Apalagi Naira dari awal bangun tidur hingga sesampainya di bandara sangat rewel dan tidak bisa diam.
"Lumayan, haha." Vanessa tertawa kecil.
"Kita ganti-gantian aja tidur, jagain mereka." Ucap Vanessa lagi.
"Kamu aja dulu. Biar Mas yang jagain mereka." Mas mengelus puncak kepala Vanessa.
"Tapi, kamu lebih capek, Mas, kamu dari tadi yang ngurus barang-barang, dokumen, berkas, dan bawa beberapa koper." Ucap Vanessa langsung menolak.
"Iya, itu kan emang tugasnya Mas, sayang. Masa Mas nyuruh kamu? Lagian, Rafa ada bantuin kok." Kata Mas, perkataan suaminya itu sontak membuat mereka berdua jadi tertawa di kabin yang minim pencahayaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.