41

5.6K 301 33
                                    

"Loh, ini mereka kenapa tidur disini?" Mas yang baru tiba di Hambalang sedikit terkejut melihat Vanessa dan Ati tidur di sofa ruang tengah, bukan di kamar mereka masing-masing.

"Dari semalam maraton drama Korea, Bang. Udah gitu tadi pas sahur malah nggak sahur di meja makan." Ucap Rajif yang baru keluar dari ruang kerja Bapak.

"Jangan bilang makan disini?" Tanya Mas dengan curiga.

Rajif mengangguk. "Bapak sampai marah sama duo princess ini, tapi mereka bodo amat. Akhirnya, Bapak juga ngalah karena emang udah mepet imsak. Tadi kita semua telat bangun juga."

Mas melangkah perlahan mendekati Vanessa yang masih terlelap, tubuhnya meringkuk dengan posisi tidur yang kacau, seakan tanpa beban seperti anak kecil. Rambutnya sedikit berantakan, dan selimut yang semula menyelimuti kini malah terseret ke lantai, menunjukkan betapa nyenyak dan tidak teraturnya tidur gadis itu. Sebuah pemandangan yang kontras dengan Ati, yang tertidur rapi dengan posisi yang normal dan tenang di sampingnya. Melihat Vanessa dalam keadaan seperti ini, Mas tidak bisa menahan senyum kecilnya, meskipun diam-diam ia khawatir dengan posisi tidur gadis itu.

"Nggak ada yang bangunin mereka?" Tanya Mas kepada Rajif.

"Udah dibangunin sama Bang Rizky. Tapi, mereka berdua malah ngomel-ngomel, hahahaha. Ngakak banget Bang Rizky dimarahin mereka tadi, Bang." Rajif tertawa karena mengingat Rizky yang dimarahin Vanessa dan Ati bergantian karena mengganggu tidur mereka.

"Berarti mereka berdua nggak tidur dari sebelum sahur?" Ucap Mas sambil membenarkan posisi leher dan tangan Vanessa pelan-pelan.

Rajif menggeleng. "Nggak, Bang. Makanya, Bang Rizky dimarahin sama mereka karena baru tidur setelah shalat subuh."

Mas melirik jam dinding di ruang tengah, jarum pendek sudah hampir menyentuh angka 12. Pukul 11.30 siang, dan kedua gadis di depannya ini, Vanessa dan Ati masih terlelap dengan tenang, seolah dunia di luar sana tidak ada artinya. Tanpa rasa bersalah, mereka tenggelam dalam tidurnya, tanpa menyadari waktu yang terus berjalan. Sementara itu, Mas hanya bisa menggelengkan kepala pelan, heran melihat betapa pulasnya kedua gadis itu meskipun hari sudah hampir mencapai siang bolong.

"Bapak nggak marah emangnya? Biasanya lewat dari jam 9 Bapak pasti marah." Gumam Mas.

"Udah Bapak bangunin juga tadi jam 8, Bang. Tapi, karena Bapak langsung berkuda, jadi belum lihat aja nih dua bocah masih tidur. Jam 12 Bapak selesai, kalau udah balik dan lihat mereka masih tidur, mungkin kena sidak lagi ini." Ucap Rajif.

Mas menghela napas panjang, dia menyentuh pipi Vanessa berkali-kali. "Mbak sayang, bangun."

"Mbak Ati, bangun udah siang, nanti Bapak marah." Mas juga membangunkan Ati.

"Ayo bangun, mbak. Nanti Bapak keburu pulang." Mas dengan segala usahanya membangunkan kedua gadis di depannya.

Ati langsung tersadar, ia langsung duduk dan terdiam sebentar. Mengumpulkan nyawanya seakan bingung apa yang sudah ia lakukan hingga dunia begitu terang saat ini. Setelah sadar sepenuhnya, Ati bangun dan segera menuju westafel.

Vanessa mulai tersadar perlahan, matanya masih sedikit terpejam dan lelah. Ia memicingkan pandangannya, mencoba mengenali sosok yang berdiri di depannya dengan seragam PDU. Tanpa banyak berpikir, ia tahu itu Masnya.

"Mau hibernasi, Mas." Ucap Vanessa pelan dengan rengekannya, bukannya bangun, ia malahan berganti posisi.

"Bangun, sayang. Udah siang, nanti Bapak marah kamu baru bangun jam segini." Mas membenarkan rambut gadisnya itu seraya juga mengelus dahinya dengan jempol tangannya.

Vanessa mengerang pelan, sedikit terganggu oleh sinar dan suara di sekitarnya. Perlahan, ia membuka kedua matanya, tampak masih lelah dan setengah sadar. Tanpa berpikir, tangannya refleks mengucek matanya, ekspresinya masih tampak malas, lalu ia menguap lebar tanpa menutup mulut, benar-benar seperti anak kecil yang dipaksa bangun dari tidur nyenyaknya. Melihat tingkah Vanessa yang polos dan tak dibuat-buat ini, Mas tak bisa menahan tawa kecilnya. Wajah seriusnya perlahan melunak, senyum di bibirnya semakin lebar, seakan melihat sisi Vanessa yang begitu sederhana dan menggemaskan, berbeda jauh dari sosok keras kepala yang biasa ia hadapi.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang