"Mas, kamu mau kemana?" Tanya Vanessa yang mendadak bingung melihat suaminya yang sudah segar dan siap dengan seragam dinasnya hari ini.
"Kerja, sayang. Bapak ada kunjungan ke Manokwari." Kata Mas yang tengah memasang berbagai printilan atribut di bajunya. Vanessa yang melihat itu juga langsung membantu Mas memasangkan semua printilan militernya.
"Bukannya nggak jadi, ya? Bukannya cuma Kapten Sony dan Kompol Nalen yang tugas?" Seingat Vanessa, Mas beberapa hari yang lalu sudah memberitahu jika suaminya itu diberi libur beberapa hari karena Naira masuk rumah sakit karena demam tinggi.
"Kapten Sony tiba-tiba berhalangan, ada sesuatu yang terjadi. Mau nggak mau Mas harus naik." Jelas suaminya itu.
Vanessa melepas tangannya dan tidak melanjutkan pergerakannya memasang atribut militer suaminya. "Mas, Naira baru keluar rumah sakit dua hari yang lalu. Anak kamu baru sembuh, aku susah payah negosiasi sama Kakek biar kamu dikasih jatah libur supaya bisa jagain Naira. Kamu tahu sendiri Naira cuma bisa ditenangin dan diajak kerjasama cuma sama kamu." Vanessa mendadak menjadi emosional.
"Naira udah sembuh dan dia udah bisa beraktifitas seperti biasa, sayang. Apa yang harus kamu khawatirin?" Mas tetap berusaha tenang walaupun ia sudah paham istrinya itu sebentar lagi akan meledak.
Vanessa menghela napas dengan lelah. "Yang mau jagain Naira dan Rafa siapa?"
"Kamu, kan?" Sahut Mas.
"Mas? Aku kerja, ada operasi besar hari ini." Ucap Vanessa.
"Ini alasan kenapa Mas belum bisa kasih kamu izin praktek lagi. Tapi, kamu maksa Mas." Suara Mas sudah mulai terasa dingin didengar.
Setelah tiga tahun mendedikasikan diri sebagai istri dan seorang ibu, Vanessa akhirnya kembali ke jalur profesionalnya sebagai dokter. Sudah empat bulan sejak ia mulai praktik lagi di Rumah Sakit Pondok Indah, di samping melanjutkan sekolah spesialis yang kini memasuki tahun ketiganya. Kembali bekerja bukanlah keputusan yang mudah baginya, mengingat ia harus membagi waktu antara keluarga dan tanggung jawabnya di dunia medis.
"Maksudnya? Aku sampai kapan mendekam di rumah tanpa ngabdiin diri aku lagi? Tiga tahun yang lalu setelah selesai internship aku rela nggak lanjut praktek lagi. Dua tahun aku nganggur, Mas. Udah waktunya juga aku balik ke rumah sakit." Ucap Vanessa dengan berusaha untuk tetap dengan suara stabilnya.
"Kamu tidak nganggur, Vanessa. Kamu sekolah spesialis." Kata Mas memperjelas.
"Prioritas kamu sekarang seorang ibu. Mas udah bilang kalau kamu nggak perlu balik kerja secepat ini juga nggak papa. Umur mereka masih tiga tahun dan lagi butuh kamu. Tapi, sebulan yang lalu kamu ngerengek minta izin ke Mas, kan? Kamu lupa kita bertengkar karena itu? Mas bakal lepasin kamu kerja lagi kalau mereka udah lima tahun." Lanjut Mas mengingatkannya.
"Aku tahu prioritas aku, makanya aku rela nganggur dua tahun dan aku bisa ngurus mereka dengan baik disaat aku lagi pendidikan spesialis. Aku udah relain banyak hal untuk ngurus kembar. Lima tahun? Mas, rumah sakit mana yang mau terima seorang dokter yang udah lima tahun tangannya kaku dan nggak pernah praktek selama itu?" Kata Vanessa dengan rasa frustasi yang masih berusaha ia pendam.
"Status aku itu sekarang dokter residen tahun ketiga, beberapa kasus atau kondisi aku dibutuhin karena aku udah belajar beberapa ilmu di spesialis Jantung dan Pembuluh Darah." Ucap Vanessa lagi.
"Jam sembilan nanti aku jadi asisten profesor. Cuma aku yang bisa." Mas menatap Vanessa dengan dalam. Ada rasa takut di dalam diri Vanessa karena ia begitu kuat dengan argumennya.
"Kenapa cuma kamu? Bukannya masih ada dokter residen di atas kamu?" Mas masih menentang keinginan Vanessa.
"Mas, residen tahun keempat itu udah mau selesai, mereka lagi sibuk untuk selesain pendidikan spesialisnya, apalagi residen tahun terakhir." Vanessa terus memberikan penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.