112

3.5K 291 26
                                    

Mas tiba dengan keadaan wajah yang pucat pasi. Pandangannya kosong, sekedar turun dari mobil saja Mas tak bertenaga. Bahkan, ia harus dibopong ajudannya, Prada Gilang. Kedua ajudan Mas bilang ketika Mas sedang melakukan pelatihan rutin di batalyon, Mas mendapat kabar dari Kakaknya jika Mama masuk rumah sakit. Saat itu juga, Mas meninggalkan semua pekerjaannya di batalyon. Pikirannya kacau, hatinya tidak tenang, dan rasanya jiwanya seperti tak seutuhnya ada di raganya saat itu.

Bersama kedua ajudannya, Mas langsung ke rumah sakit. Alasan Mas harus secepatnya balik dari batalyon adalah ketika Mas mendapat kabar jika Mama terkena serangan jantung. Mamanya dibawa ke rumah sakit Pondok Indah, rumah sakit istrinya. Kakaknya bilang, bahkan Vanessa yang turun tangan langsung.

Istrinya itu juga gemetaran ketika mendengar dari UGD jika kedatangan ambulans selanjutnya adalah mertuanya, Mamanya Mas. Saat itu juga, pikiran Vanessa kosong, kedua matanya langsung berkaca-kaca dan tak bisa ia tahan lagi hingga kedua air matanya mengalir ke kedua pipinya.

"Kak, mana Mama?" Tanya Mas dengan linglungnya ketika sudah menemukan Kakaknya di ruang tunggu UGD.

"Masih ditangani Vanessa, Ted. Kamu jangan panik dulu, Mama baik-baik aja." Sahut Kakaknya.

"Gimana aku bisa tenang, Kak? Ini Mama loh, Mama yang masuk rumah sakit!" Ucap Mas sedikit mengegas.

"Teddy! Bukan kamu aja yang panik, Kakak juga. Kita tunggu Vanessa, kamu jangan makin kalut." Kakak berusaha menenangkan Adik satu-satunya itu.

"Kak, kalau Mama kenapa-napa, aku nggak akan maafin diri sendiri." Mas semakin berkaca-kaca. Tak peduli orang-orang melihatnya. Tak peduli ada orang yang mengenalnya, tak peduli ada orang yang diam-diam memvideokannya. Mas hanya ingin Mama baik-baik saja.

"Dek, percaya sama Vanessa, kan? Kamu percaya sama istri kamu sendiri, kan?" Tanya Kakaknya dengan serius.

Mas terdiam, tak menpedulikan bulir air matanya yang jatuh semakin deras di kedua pipinya. Mas lupa jika Vanessa yang mengatasi semua ini. Mas lupa jika istrinya itu seorang dokter yang hebat, Mas lupa jika Vanessa sudah banyak memiliki pengalaman dan kasus yang serupa, Mas lupa jika Vanessa ahlinya dalam kasus ini. Lalu, kenapa Mas justru panik dan tidak bisa mengontrol dirinya?

"Jawab Kakak, kamu percaya nggak sama istri kamu?" Tanya Kakak sekali lagi.

"Percaya, aku percaya." Ucap Mas yang kini sedikit lebih tenang.

"Kenapa? Jelasin, Kak, kenapa Mama tiba-tiba serangan jantung?" Tanya Mas setelah ia berusaha mengendalikan dirinya.

"Aku udah dua hari di rumah karena suami aku lagi dinas di luar. Jadi nemenin Mama sama Papa di rumah. Tiba-tiba setelah shalat, Mama sesak napas, dadanya nyeri, tubuh Mama juga lemas, keringat dingin dan pucat banget. Akhirnya, aku anterin ke rumah sakit karena kita semua juga panik karena Mama juga udah kayak mau pingsan." Jelas Kakak dan Mas mendengarnya seserius mungkin.

"Selama di perjalanan, Mama sadar?" Tanya Mas.

"Sadar, tapi nggak sepenuhnya. Pas udah nyampe, Vanessa langsung ambil alih dan dibawa ke UGD." Jawab Kakak.

"Dek, istri kamu juga sama kayak kamu. Setibanya Kakak di UGD, Vanessa bahkan nggak lihat Kakak, dia langsung narik tempat tidur Mama keluar dari ambulans dengan keadaan nangis. Jiwanya juga terguncang karena selain berusaha selamatin Mama, dia juga mikirin kamu. Bayangin, dia yang tahu persis kondisi Mama, dia yang usahain semuanya, pasti Vanessa juga lebih kalut dari kita." Jelas Kakaknya yang mengajak Mas duduk di sampingnya karena dari pertama kali datang, Mas hanya berdiri dan berjalan mondar-mandir.

Mas mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan panjang. Helaan yang terdengar seperti tidak ada harapan. Mas hanya bisa berdoa semoga Vanessa bisa menyelamatkan Mama, ia berharap semoga Mama bisa bertahan lebih lama.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang