59

5.2K 352 97
                                    

Di dalam balairung yang luas, Vanessa duduk di belakang panggung, sudah siap dengan kebaya cantik yang membalut tubuhnya, yang seharusnya menjadi pusat kebanggaan dan kebahagiaan. Namun, alih-alih menampilkan senyuman atau ekspresi bahagia, wajahnya tetap datar, tanpa emosi yang bisa terbaca. Sementara keluarganya tersenyum lebar, penuh rasa syukur dan bangga atas pencapaiannya, Vanessa justru terdiam dalam kesunyian yang hanya dirinya yang tahu. Kebaya indah dan riasan anggun yang dikenakan seolah hanya menjadi pelengkap tanpa arti, karena hatinya masih penuh dengan kerisauan yang tak bisa ia redam. Semua perjuangan, kerja keras, dan pengorbanan selama lima tahun terasa hambar, seperti ada kekosongan yang menggantung tanpa jawaban.

"Baiklah hadirin sekalian yang kami hormati, sesaat lagi acara akan segera dimulai." Ucap salah satu MC. Beberapa keluarga yang mendengar itu langsung ikut bersia-siap.

"Mari kita sambut lima puluh calon lulusan dokter baru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun 2025." Setelah MC mengucapkan beberapa kata tersebut, lulusan lima puluh calon dokter baru masuk ke Balairung yang disambut meriah oleh beberapa hadirin dan keluarga, termasuk media dan wartawan yang meliput upacara sumpah dokter tersebut.

Satu demi satu calon lulusan mulai berjalan memasuki ruangan, dan akhirnya tibalah giliran Vanessa. Mengenakan kebaya pink pastel yang anggun, Vanessa tampak begitu mempesona, dengan kamera-kamera terus mengarahkan sorotnya pada sosok gadis muda berusia 23 tahun itu yang dengan tegang memegang Al-Quran di tangannya. Dari posisinya di bawah, Vanessa melihat ke atas dimana keluarganya telah berkumpul untuk mendukungnya sepenuh hati.

Ayahnya melambaikan tangan, memberi semangat dengan senyum bangga, sementara di sampingnya berdiri kedua orang tua Mas yang ikut menyaksikan momen penting ini bersama keluarga kecil Makaknya serta beberapa ADC Kakeknya dan para Paspampres. Mereka semua hadir, kompak dengan euforia untuk memberikan dukungan penuh di acara sakral ini.

Namun, di tengah keramaian itu, Vanessa tak bisa mengabaikan perasaan kosong yang menyelinap di hatinya. Meskipun semua orang yang ia sayangi tampak begitu bahagia dan bangga, ada raut wajah kekecewaan yang tersirat dalam dirinya sendiri, semakin membuatnya kehilangan semangat dan harapan yang selama ini ia bangun. Di tengah sorak sorai dan kegembiraan keluarga yang memenuhi ruangan, rasa kehilangan dan kecewa yang mendalam tetap terpatri di hatinya, menjadikan acara yang seharusnya indah ini terasa hampa dan berjarak.

Mas sungguh tidak datang.

"Anak kamu nggak ada senyum sama sekali." Kata Bunda ke Ayahnya.

"Padahal banyak banget yang menyorot Kakak." Ayahnya juga sedikit khawatir.

"Kalau gue bisa teriak dari sini, udah gue kasih tahu biar Vanessa bisa senyum dikit aja." Bisik Bintang kepada kedua saudara kembarnya.

"Bete banget dia pasti." Gumam Ati.

"Pimpinan UI, Dekan, dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, serta direktur rumah sakit pendidikan, direktur RSCM, dan staff pengajar akan memasuki ruang upacara."

Detak jantung Vanessa berdegup kencang, tak beraturan. Hari yang selama ini ia nanti-nantikan, puncak dari perjuangan panjangnya, terasa berbeda dari yang ia bayangkan. Di balik kebaya pink pastel yang anggun dan senyum tipis yang ia coba pertahankan di hadapan khalayak, hatinya remuk. Seharusnya hari ini menjadi salah satu momen terindah dalam hidupnya, tapi ketidakhadiran Mas seakan merenggut semua kebahagiaan yang telah ia bayangkan.

Harapannya untuk melihat wajah Mas di antara keluarganya di kerumunan penonton sirna, meninggalkan perasaan kosong yang tak tergantikan. Tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa tanda-tanda yang bisa ia jadikan pegangan, Vanessa dipaksa menjalani rangkaian sumpah dokter ini sendirian, meski dikelilingi keluarga yang penuh cinta. Namun, tak seorang pun dari mereka yang bisa mengisi kekosongan yang Mas tinggalkan.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang