"Bun, Mas jahat banget deh. Mas batal pulang atau gimana, ya? Kenapa nggak ngabarin aku? Paling nggak, kalau emang harus pulangnya ditunda, kasih tahu aku. Ini nggak ada, Bun." Gadis itu sudah kehilangan akal sehatnya. Dua hari yang lalu, ia dan Mas melakukan video call. Menceritakan banyak hal termasuk akhirnya Vanessa mendapatkan nilai tertinggi saat ujian profesi sebulan yang lalu.
Seharusnya, besok menjadi hari yang sangat istimewa bagi Vanessa, hari yang akan menandai akhir dari perjalanan panjangnya dalam pendidikan kedokteran. Setelah berjuang melalui stase demi stase yang penuh tantangan, dengan segala tekanan dan kesulitan yang nyaris membuatnya menyerah, ia akhirnya berhasil. Vanessa tidak hanya lulus ujian profesi dokter, tetapi juga meraih nilai tertinggi di angkatannya, pencapaian luar biasa yang ia raih dengan kerja keras tanpa henti.
Semua ini diceritakannya kepada Mas, meskipun baru dua hari yang lalu, meski ujian itu sebenarnya telah selesai satu bulan sebelumnya. Waktu itu, Vanessa berusaha menahan diri, mungkin karena ada keraguan untuk berbagi kabar bahagia ketika jarak memisahkan mereka. Tetapi begitu akhirnya Vanessa mengatakannya, Mas mendengarkan dengan penuh haru, sangat bangga pada pencapaian gadisnya. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan rasa bangga dan kebahagiaan di hati Mas, melihat Vanessa yang gigih dan tangguh, akhirnya mencapai impian yang telah lama ia perjuangkan.
Momen ini menjadi pengingat bagi Vanessa tentang seberapa jauh ia telah melangkah, dan betapa berartinya dukungan Mas dalam setiap langkahnya. Meski jarak dan waktu sering memisahkan mereka, Vanessa tahu, Mas selalu ada di hatinya, ikut merasakan suka dan dukanya.
Selama dua hari yang lalu ketika mereka video call, Vanessa tidak melihat ada tanda-tanda bahwa Mas akan memberi kabar tentang kepulangannya. Mas tampak tenang, tak sekalipun menyinggung soal kepulangannya yang seharusnya sudah dekat. Vanessa sendiri ragu untuk bertanya, takut jawaban Mas justru akan mengecewakan dan takut mendengar bahwa kepulangannya harus tertunda lagi.
Menurut jadwal, Mas sebenarnya sudah seharusnya tiba di Indonesia tiga hari yang lalu. Namun, semua itu hanya tersimpan sebagai harapan di hati Vanessa. Ketika ia bertanya kepada Mama dan Papa, kedua orang tua Mas sama-sama mengatakan hal yang sama, anak bungsu mereka belum pulang dan tidak ada kabar apa pun yang diterima. Ini membuat Vanessa semakin bertanya-tanya, merasakan ada ruang kosong yang ia tak bisa mengisi dengan kejelasan.
Di tengah kesibukannya yang berhasil meraih pencapaian besar, rasa rindu pada Mas menjadi semakin kuat. Ketiadaan kabar justru membuatnya semakin resah, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di seberang sana. Seolah-olah kepulangan yang ia tunggu ini menjadi teka-teki yang sulit terpecahkan, membawa kerinduan dan ketidakpastian yang menggantung di dalam hati.
"Kakak.. sudah, ya? Kamu nangis dari semalam loh, makin bengkak matanya. Kamu besok harus memimpin mahasiswa dan mahasiswi untuk jadi perwakilan pengucapan sumpah dokter di Balairung." Bunda yang sudah tiba dua hari yang lalu cukup terkejut ketika mendengar cerita anak tunggalnya ini.
"Kakek beneran nggak ada dikasih kabar juga sama Pak Teddy?" Tanya Bintang, ia mengerti perasaan Vanessa, laki-laki itu sudah berjanji akan datang ketika sepupunya ini melakukan sumpah dokter.
"Nggak, Mas. Kakek telfon juga nomornya nggak aktif." Bapak menggelengkan kepalanya. Kini semuanya berkumpul di ruangan tengah lantai satu Kertanegara dengan lengkap, kecuali Ayahnya Vanessa yang baru berangkat dari Seoul dan akan tiba besok pagi.
Hari ini, Nenek juga menginap di Kertanegara untuk menghadiri sumpah dokter cucu perempuannya besok.
"Bun, Mas baik-baik aja, kan?" Vanessa masih nangis sesegukan.
"Iya, Kak. Mayor Teddy baik-baik aja, mungkin emang ada kegiatan disana. Nggak papa ya kalau Mayor Teddy nggak datang?" Bunda terus membujuknya.
"Aku udah ancam Mas kalau nggak datang, aku bakal batalin nikah sama dia. Tapi, kayaknya Mas beneran nggak mau nikah sama aku ya, Bun?" Tanya gadis itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.