"Bib, lo nggak ada pacar, kah?" Tanya Vanessa yang tengah mengemil buah kesukaannya. Vanessa sedang mengunyah buah apel yang sudah entah ke berapanya kali hari ini.
"Tiba-tiba banget nanya?" Tanya Habib yang kini tengah menonton pertandingan sepak bola di ruang tengah Hambalang.
Kini, mendekati waktu kelahiran Vanessa yang tinggal menghitung hari, disaat yang bersamaan Mas juga semakin sibuk dengan jadwal Kakeknya yang memantau program makan siang di beberapa pelosok daerah. Kadang, suaminya itu bisa pulang tengah malam. Karena Vanessa sudah cuti kerja, Mas tidak bisa membiarkan Vanessa sendirian di rumah. Takut terjadi apa-apa jika ia meninggalkan istrinya yang sebentar lagi akan melahirkan itu hanya sendirian di rumah. Sehingga Mas memutuskan untuk ikut membawa Vanessa ke Hambalang atau ke Kertanegara bersama ketiga sepupunya dan beberapa staff ADC Bapak untuk menemaninya ketika Mas kerja. Setidaknya, Mas tidak terlalu khawatir karena banyak yang akan menjaga Vanessa. Mas cukup tenang meninggalkan Vanessa di Hambalang atau di Kertanegara karena banyak yang memperhatikannya.
Vanessa juga bisa meminta tolong ke siapapun disini, apalagi di kehamilannya yang semakin mendekati waktu kelahiran, perutnya yang sangat besar itu, semua orang jadi sangat memprioritaskan dan melakukan apa pun yang dibutuhkan dan diinginkan sosok yang sebentar lagi kemungkinan akan tergeser tahtanya di keluarga besar oleh anaknya sendiri.
"Ya aneh aja, lo nggak ada cerita ke gue lagi apapun itu sejak gue nikah. Apalagi Bintang bulan depan nikah juga sama Gia. Gue penasaran sama lo, betah jomblo apa gimana?" Sahut Vanessa.
"Gue udah di posisi dimana saudara dan sepupu gue udah punya keluarga barunya. Sedih nggak, sih? Kita yang dulu berempat selalu bareng dari kecil, selalu nempel, selalu ada dikondisi apapun, bakal punya kehidupannya masing-masing." Ujar Ati yang mulai membawa pembicaraan ke arah yang sedih.
"Sedih, gue sedih karena kalian saudara yang gue punya bakal punya kehidupan baru tanpa adanya gue juga." Kata Vanessa yang sudah menyetok tisu di sampingnya.
"Bentar lagi tinggal gue doang yang di rumah berdua sama Kakek. Mas Habib yang lebih banyak di Papua, kadang-kadang cuma bisa ke Jakarta kalau ada waktu luang. Mas Bintang yang bakal pindah rumah sama istrinya nanti. Sedih aja, makin sepi hidup gue. Kakek juga makin kesepian walaupun sebenarnya isi rumahnya pasti ramai terus sama staff beliau atau Paspampres." Ucap Ati dengan sendu.
"Gue ya, kadang setiap mau masuk ke kamar, gue selalu lewat kamar lo, Nes. Gue buka kamar lo, biasanya gue lihat lo yang lagi drakoran histeris, ngehalu nggak jelas, ngeliat cowok-cowok Korea lo dengan dramatis, ngelihat lo yang nangis histeris karena sibuk dengan nonton drakor, ngelihat lo nyanyi atau sibuk belajar. Gue selalu kesal dan marah sama lo karena suara melengking lo itu nyampe ke kamar gue. Sekarang, ketika gue lihat kamar lo, kok lo nggak ada, ya? Kok gue kehilangan lo banget, ya? Padahal lo masih ada, tapi rasanya gue sesak ngelihat kamar lo yang kosong dan cuma ngelihat tinggal barang-barang lo doang." Ucap Bintang dengan sedihnya.
"Gue aja nggak nyangka, Nes. Lo bentar lagi jadi seorang ibu. Gue yang bentar lagi juga jadi seorang suami. Gue nggak nyangka waktu kehidupan kita untuk bisa bersama-sama semakin habis dan nggak bisa kembali lagi." Kata Bintang lagi dengan raut wajah sedihnya.
"Gue yang sedihnya itu, kenapa waktu secepat itu berjalan, ya? Kenapa gue bisa sesayang itu sama kalian bertiga? Jujur, Nes. Ketika lo nikah, gue rasanya nggak terima Pak Teddy ngerebut lo dari kita. Rasanya gue mau ngambil dan ngerampas lo balik dari beliau karena gue se-enggak mau itu kehilangan lo. Rasanya separuh hidup gue ikutan hilang. Jiwa dan raga yang selalu sama gue dari umur empat tahun sampai kita di umur dua puluh tiga tahun harus melangkah ke tujuannya yang lain, memulai kehidupan baru, tanpa ada gue di cerita itu." Kata-kata Habib sungguh membuat siapapun yang mendengarnya akan menjatuhkan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.