"Papa.. Bunda.." Panggil Naira yang mengintip pintu kamar Mas dan Vanessa.
Mas dan Vanessa yang tengah menonton film di kamar mereka serentak menoleh ke arah sumber suara. Vanessa yang tadinya tiduran di atas dada Mas sambil mengemil cemilannya langsung beranjak. Begitu juga dengan Mas yang tadi memeluk Vanessa langsung menyadari kehadiran Naira yang tiba tiba.
"Kenapa sayang?" Tanya Mas, Naira dengan pelan membuka kamar kedua orang tuanya. Gadis dengan piyama bermotif flamingo itu mendekat ke arah ranjang Mas dan Vanessa dengan wajah yang membingungkan.
"Kenapa, Kak? Kok belum tidur?" Tanya Mas lagi.
"Aku ganggu Papa sama Bunda ya?" Tanya Naira hati-hati.
"Nggak, sayang." Vanessa menggeleng, ia membenarkan posisi duduknya.
"Iya deh kayaknya." Ucap Naira lagi setelah memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang menghabiskan waktu berdua, apalagi Mas dan Vanessa juga sama-sama capek setelah pulang kerja.
"Ada apa anak gadis sayang? Ada sesuatu ya?" Tanya Mas lagi.
"Aku tidur disini boleh nggak? Sama Papa dan Bunda." Ucap Naira dengan pelan.
"Boleh, sini." Ajak Mas.
Mas dan Vanessa seakan akan tahu, ada yang tidak beres dengan Naira. Dari wajah dan ekspresi Naira seperti ada sesuatu yang disembunyikan anak perempuan mereka satu-satunya itu. Tidak biasanya Naira tiba-tiba meminta tidur bersama bahkan ketika waktu sudah semakin larut.
"Kamu takut ya habis nonton film horror?" Tebak Vanessa, ia mengelus rambut Naira sesekali setelah anak gadisnya bergabung diatas ranjang bersama Mas dan Vanessa.
Naira menggeleng pelan.
"Kamu sedih kenapa? Habis nangis?" Tanya Mas gantian. Setelah memperhatikan wajah Naira, sepertinya anak gadisnya itu habis menangis entah karena apa.
"Iya, lagi sedih." Ucap Naira yang duduk ditengah Mas dan Vanessa dengan menundukkan kepalanya.
"Oke, Kakak sedih kenapa? Ada masalah di sekolah? Kali ini cari gara-gata apa?" Tanya Mas.
"Ih nggak mungkin, Pa. Aku udah nggak bisa seenak jidat sekarang semenjak Rafa jadi Ketua Osis. Dia mirip Papa banget tahu di sekolah." Ucap Naira. Mas yang mendengar ucapan anak gadisnya itu tersenyum tipis. Mas sudah tahu bagaimana keren dan hebatnya Rafa pertama kali belajar menjadi seorang pemimpin. Menurut Mas, tidak sia-sia ia mengajarkan Rafa menjadi seorang laki-laki sejati dengan didikan kerasnya.
Memang waktu sungguh terlewati dengan cepat. Semakin hari, waktu semakin cepat berganti. Tak terasa Rafa dan Naira kini sudah naik ke kelas 2 smp.
"Terus kenapa, Naira?" Tanya Vanessa kali ini.
"Ada teman sekelas aku, kayaknya dia dari keluarga kurang mampu gitu deh. Nggak tahu sih ya aku cuma nebak aja. Jadi saat jam istirahat, dia jualan nasi goreng kotak gitu sama mie goreng. Dia nawarin ke semua kelas. Awalnya aku nggak terlalu notice tentang dia, tapi tadi tuh aku marah banget karena teman teman aku ngebully dia." Naira mulai bercerita.
"Teman kamu cewek atau cowok?" Tanya Mas.
"Cowok, Pa. Dia tuh sebenernya sering diganggu karena anaknya emang pendiem sih. Aneh banget sekolah aku tuh, sering banget ada pembullyan gitu Pa. Padahal Rafa sama anak-anak osis lainnya tuh udah sering kasih peringatan dan mereka pernah diskors juga. Tapi katanya karena ketua bullynya tuh anak pejabat gitu jadi guru-guru kayak tunduk gitu aja." Jelas Naira dengan nada kesalnya. Jika mengingat wajah yang membully temannya itu, Naira sangat ingin memuntahkan semua isi perutnya kepada orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.