119

3K 230 26
                                    

"Udah jangan bertengkar terus, Papa pusing lihatnya, kalian itu dimana-mana kenapa selalu bertengkar, sih? Nggak sekalian aja itu ambil pisau buat masing-masing." Ucap Mas dengan lelahnya melihat Naira dan Kai yang kembali bertengkar perihal Bapak yang memberikan duit lebih banyak kepada Naira dibandingkan kepada Kai.

Kediaman Bapak di Hambalang di siang hari ini cukup panas, bukan karena cuacanya, tapi karena suasana satu keluarga besar Bapak dan Ibu yang tengah menghabiskan waktu long weekend mereka di Hambalang atas ajakan Vanessa di grup keluarga mereka.

"Ih bagi! Harus sama rata!" Oceh Kai dengan kesalnya. Sepertinya, kedua anak Mas dan Vanessa yang tengah bertengkar ini tidak mempedulikan Mas yang juga ikutan murka.

"Apa-apaan, sih?! Protes ke Pipu lah ngapain kesal dan gangguin aku?!" Naira juga semakin menunjukkan kekesalannya.

"Aaa Kakak!!!" Teriak Kai kesal sekali.

"Lepas nggak?! Nanti robek duitnya Kaivan Aksara!!!" Suara Naira semakin melengking.

"Aku mau juga!" Kai sudah mulai tantrum.

"Ya kamu minta ke Pipu! Nyebelin banget sih?!" Suara Naira sudah semakin meninggi.

"Udah lah, Pipu lagi istirahat. Suara kalian tuh kedengaran sampai pintu depan tahu nggak?" Omel Rafa.

"Kaivan berhenti nggak?! Abang marah lihat kamu usilin Kak Nai setiap hari. Nggak semuanya harus diperdebatkan!" Tihtah Rafa.

Di tempat yang berbeda, di sudut rumah lainnya, sepupu mereka yang lain seperti Aiden, Nathan, Nola, Elvano, Jerrel, dan Hiro memperhatikan kedua sepupunya itu yang memang tidak pernah sekali saja damai di hadapan mereka. Termasuk Rafa yang juga sudah susah payah melerai adik-adiknya itu.

"Ini kita perlu turun tangan nggak?" Tanya Hiro.

"Perlu nggak, ya? Gue takut deh sama Naira, soalnya kemarin aja kena pukul, sakit banget suer. Tenaga apaan ya itu?" Jerrel langsung menggeleng dan bergidik ngeri.

"Naira setiap detik kalau nggak marah-marah kayaknya nggak hidup." Sahut Nathan.

"Eh jangan ngomong gitu, Nath. Ntar kedengar si princess galak lo bisa kena serangannya." Sikut Nola.

"Lagian, Kaivan tinggal minta ke Pipu tapi emang dasarnya mau jahilin Naira." Tawa Aiden.

"Lagian juga, Naira kalau ngomel-ngomel gitu lucu, mirip banget sama Tante Vanessa." Elvano juga ikut nimbrung.

"Gue kalau jadi Kaivan juga sengaja banget mancing amarah Naira, dia tuh kalau marah emang serem tapi lucu. Ngerti nggak sih? Siapa lagi perempuan di keluarga kita yang mau kita jahilin selain Naira?" Aiden tertawa puas.

"Tuh suruh Mama lo nambah anak, Jer. Lo betah amat jadi anak tunggal. Biar Naira ada saingannya. Kan seru yak kalau Naira ada saingannya." Ledek Elvano.

"Yang ada malah jadi bestie, jangan-jangan tingkahnya sama aja, yang ada makin banyak kekuatan mereka kalau buat nyerang kita. Udah kalah kita sih." Sahut Nola.

"Heh, enak loh jadi anak tunggal. Punya saudara nggak selamanya indah, dek." Ucap Jerrel dengan santainya.

"Tapi iya sih." Sahut Aiden tanpa pikir panjang.

"Lah kok gitu, Bang? Parah amat." Ucap Hiro.

"Tahu ya, mentang-mentang mau ngerantau. Merasa bebas ya lo menghilang dari kita?" Sindir Elvano.

"Apalagi lah ini keributan? Yang disana belum selesai, disini juga belum." Nola sungguh pusing melihat keanehan keluarga besarnya.

Sedangkan para trio kembar dan Vanessa yang juga memperhatikan anak-anak mereka dari ruang meja makan juga ikut berkomentar. Suasana siang ini cukup ramai, walaupun Bapak sedang istirahat di kamar, Ibu sedang menonton televisi di ruangan lain, kedua orang tua trio kembar sedang mengobrol urusan keluarga mereka, sedangkan Bunda Vanessa membantu sedikit para pelayan memasak di dapur.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang