Hari ini adalah hari pertama puasa yang sudah kesekian kalinya tidak Vanessa jalani bersama kedua orang tuanya, entah itu hanya bersama Ayah atau hanya bersama Bundanya. Lagi-lagi Bundanya tidak memprioritaskan dirinya, anak mereka satu-satunya selalu dihantui rasa kesepian, walaupun Kakek dan Neneknya selalu ada di sisinya.
Vanessa merasa kecewa dan sedih karena, untuk kesekian kalinya, ia tidak dapat menjalani puasa pertama di bulan Ramadan bersama Ayah dan Bundanya. Setiap kali bulan suci ini datang, Vanessa selalu berharap bisa merasakan kebersamaan dan kehangatan keluarga saat sahur dan berbuka bersama orang tuanya. Namun, sekali lagi harapan itu harus pupus.
Rasa kecewa yang dirasakan Vanessa bukan hanya tentang melewatkan momen kebersamaan yang penting, tetapi juga tentang kehilangan kesempatan untuk merasakan cinta dan perhatian langsung dari Ayah dan Bundanya di awal bulan yang begitu berarti ini. Momen puasa pertama bagi Vanessa adalah simbol kedekatan keluarga, di mana ia bisa berbagi cerita, canda tawa, dan menikmati kebersamaan yang hangat. Setiap kali ia tidak bisa bersama mereka, ada rasa kehilangan yang semakin dalam dan menyakitkan.
Kekecewaan Vanessa juga diperburuk oleh kenyataan bahwa ini bukanlah pertama kalinya hal ini terjadi. Setiap tahun, ia selalu menantikan saat-saat seperti ini, dan setiap tahun pula ia harus menghadapi kenyataan bahwa kebersamaan itu lagi-lagi tidak akan pernah terwujud. Perasaan itu menumpuk, semakin menyesakkan hati, dan membuatnya merasa semakin jauh dari keluarganya. Baginya, melewatkan puasa pertama tanpa mereka terasa seperti kehilangan kesempatan untuk merasakan kehangatan keluarga yang sesungguhnya.
Bahkan setiap setahun sekali Bapak selalu meminta maaf kepada Vanessa, karena anaknya (Bundanya) itu tidak pernah bisa meluangkan waktunya untuk pulang merayakan Ramadhan bersama. Melihat keluarga sepupunya sendiri sangat membuatnya tersiksa, hingga membuat Vanessa selalu berpikir "Kenapa aku nggak jadi anaknya Om Didit aja, ya? Pasti aku bahagia banget."
"Om, Bunda kenapa nggak ikut Om pulang juga?" Tanya Vanessa kepada Didit setelah berhasil dibangunkan oleh Rizky.
Keluarga Bapak memutuskan untuk melaksanakan puasa pertama di Kertanegara. Semuanya ada disini kecuali Nenek dan Bundanya. Beberapa ajudan dan sekpri Bapak tidak semuanya ada, seperti Mayor Teddy dan Rajif yang setiap tahun selalu melaksanakan puasa pertama bersama keluarganya. Rajif pulang ke Jambi sedangkan Mayor Teddu ke rumah Mama dan Papanya. Di meja yang panjang itu sudah terisi penuh dengan 12 orang. Sudah termasuk beberapa ajudan maupun ADC Bapak yang beragama Islam yang ikut menjalankan ibadah puasa.
Pertanyaan itu langsung saja dilontarkan Vanessa setelah dibangunkan Rizky, bahkan ia belum sampai duduk di depan meja makan, Vanessa sudah menanyakan itu kepada Om nya. Rizky yang berdiri di belakangnya langsung saling melempar pandangan dengan Agung, dan tiba-tiba suasana meja makan itu menjadi sedikit mencekam.
"Bunda kamu nggak bisa lepasin kerjaannya, mbak. Ada beberapa brand yang kerjasama dengan Bunda kamu dan harus diselesaikan tepat waktu." Jawab Didit.
"Tapi, Om aja bisa izin, kenapa Bunda nggak?" Vanessa masih terus bertanya dengan penampilan wajahnya khas bangun tidur. Bahkan, ia tidak sempat menyisir rambutnya karena ingin sekali menanyakan hal itu langsung secepatnya. Alasan apalagi Bundanya kali ini hingga sudah tahun kelima tidak pulang di awal puasa. Selalu pulang mendekati lebaran, itu pun Bapak yang harus memohon-mohon ke anaknya karena kasihan melihat cucunya.
"Mbak Vanessa.." Panggil Didit dengan lembut, ia takut sekali menyakiti keponakan satu-satunya ini.
"Udah Om, nggak usah dilanjut. Aku nggak penasaran." Vanessa menuangkan air putih ke gelasnya dan meminumnya.
"Vanessa.. Maafin Kakek, ya?" Hanya itu yang bisa Bapak katakan ketika melihat nada dan raut wajah Vanessa yang kecewa.
"Kakek nggak usah minta maaf, Kakek emang ada salah sama aku? Jangan minta maaf terus ke aku setiap tahun, ya? Aku nggak suka." Ucap Vanessa berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Ati yang duduk tepat di sebelahnya hanya memegang punggung tangan sepupunya itu untuk menguatkan. Vanessa tertawa kecil, berada di tengah keluarga sepupunya yang utuh ini, ia sempat merasa seperti anak yang tidak diharapkan keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.