Extra Part (1)

3.5K 219 38
                                    

Malam itu terasa begitu hangat dan akrab di ruang tengah rumah keluarga Mas. Lampu-lampu temaram memberikan cahaya lembut yang menciptakan suasana nyaman, sementara angin malam yang sepoi-sepoi berhembus perlahan dari jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma segar dari taman. Mas duduk di sofa besar dengan Vanessa, saling menyandarkan kepala, berbagi selimut tebal berwarna cokelat tua yang nyaman, sembari tangan mereka saling menggenggam dengan lembut.

Rafael dengan tawa riangnya yang khas, duduk di lantai beralaskan karpet tebal, sibuk memakan popcorn sambil menonton layar TV besar yang memutar film favorit mereka.

Di sebelahnya, Naira duduk dengan gaya santai, kedua kakinya bersila sambil memeluk boneka little pony yang selalu dibawanya ke mana-mana, matanya terpaku pada layar, namun sesekali ia melirik ke arah Bundanya dan tersenyum penuh kegembiraan.

Tawa mereka pecah sesekali ketika adegan lucu muncul di layar, terdengar begitu riuh memenuhi ruang tengah. Vanessa terkadang menepuk-nepuk lengan Mas, tertawa sambil menunjuk ke arah layar, sementara Mas, dengan wajah penuh senyum dan mata yang berbinar-binar, menikmati momen langka di mana seluruh keluarga bisa berkumpul tanpa gangguan apa pun.

Di antara suara-suara karakter film yang menggemaskan, terdengar sesekali Rafael berkomentar tentang jalan cerita dengan nada penasaran, diikuti oleh Naira yang menjawab dengan logikanya yang polos tapi cerdas, membuat Vanessa dan Mas tertawa kecil mendengar celoteh anak-anak mereka yang begitu menggemaskan. Sungguh, malam itu terasa begitu damai, penuh kebahagiaan sederhana yang tak ternilai, di mana kehangatan keluarga lebih mengisi ruang daripada sekadar hiburan film yang mereka tonton.

Vanessa dengan perut yang sudah membuncit karena usia kehamilannya yang sebentar lagi memasuki bulan kesembilan, duduk dengan hati-hati di samping Mas. Setiap gerakannya penuh kehati-hatian, seolah memastikan kenyamanan bagi dirinya dan bayi yang sebentar lagi akan lahir.

Wajahnya memancarkan kebahagiaan bercampur sedikit lelah, tapi mata cokelatnya tetap berkilau dengan cinta dan harapan. Tangan kirinya sesekali mengusap lembut perutnya, merasakan gerakan kecil dari sang bayi yang seolah ikut menikmati momen hangat bersama keluarga.

Meski napasnya kadang terdengar sedikit berat dan kakinya mulai terasa bengkak, Vanessa tetap tersenyum lebar setiap kali Rafael atau Naira melontarkan lelucon yang mengundang tawa. Mas yang duduk di sampingnya, tampak selalu siaga, sesekali melirik penuh perhatian dan mengatur posisi bantal di belakang punggung Vanessa agar istrinya bisa bersandar dengan lebih nyaman.

Sambil memandang Vanessa yang sesekali meringis kecil ketika bayi dalam kandungannya menendang kuat, Mas merasa campuran antara kegugupan dan kegembiraan bahwa sebentar lagi keluarga kecil mereka akan bertambah satu anggota baru.

Meskipun Vanessa merasakan beratnya menanti hari persalinan, ada semangat yang jelas terpancar darinya, semangat seorang ibu yang tak sabar menanti kehadiran buah hati ketiganya.

"Sayang, mending kita berduaan aja di kamar. Biarin aja dua bocil ini nonton film disini. Lagian ada Rian dan Gilang yang jagain. Kita di kamar aja bikin atraksi." Goda Mas dengan menaik turunkan alisnya.

"Gila ya kamu! Aku lagi hamil besar gini masih aja bertingkah!" Vanessa mencubit pelan lengan Mas. Suaminya itu hanya tertawa terbahak-bahak karena puas sekali menggoda Vanessa.

"Udah lama banget sayang." Rengek Mas.

"Sinting! Gue bentar lagi mau lahiran!" Mas langsung diomeli Vanessa berkali-kali lipat. Mas merasakan geli di perutnya karena sedari tadi hanya tertawa mendengar respon lucu istrinya itu.

"Kamu jadi bumil gini kenapa makin seksi, makin lucu, makin cantik, makin gemesin, dan bikin Mas jatuh cinta berkali-kali, sih?" Bisik Mas tepat di telinganya. Vanessa tahu Mas sengaja sekali memancingnya. Tapi tetap saja Vanessa merasa tergoda dan menahan senyumnya.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang