"Papa kan udah bilang Rafael. Kalau Kai jahil ke Naira atau Kai bercanda dengan Naira itu diperhatiin, tegur adik-adik kamu kalau udah salah! Papa udah bilang berkali-kali kalau mau main atau bercanda jangan di tangga dan di dapur. Kamu nggak dengar atau mengabaikan perintah Papa? Kenapa susah sekali menjaga adiknya sendiri, Rafael Rajendra Dwijaya?" Mas memarahi anak sulungnya.
Rafa berdiri diam di tempat, tubuh mungilnya kaku setelah mendengar suara tegas Papanya. Anak laki-laki itu menunduk dalam, tak berani menatap langsung ke arah Mas. Pertanyaan demi pertanyaan dari Papanya tak dijawabnya, meskipun Rafa tahu ia seharusnya mengatakan sesuatu.
Ketakutan terlihat jelas di wajahnya. Rafa bahkan tidak bisa menangis meskipun hatinya terasa penuh. Matanya yang berkaca-kaca hanya menatap lantai, seakan mencari perlindungan di sana. Ia tahu Papanya jarang marah, tetapi ketika hal itu terjadi, Rafa selalu merasa terpojok.
Di sisi lain, Mas yang melihat anak laki-lakinya tetap diam meskipun ditegur, merasa hatinya sedikit perih. Namun, ia juga tahu bahwa Rafa perlu belajar dari kesalahan. Maka, meskipun hatinya ingin merengkuh anaknya, ia tetap berdiri tegap, menjaga nada tegasnya.
"Mas, kenapa marah banget?" Tanya Vanessa dengan bingungnya.
"Rafa nggak bisa jaga Adiknya sendiri, sayang." Jawab Mas.
"Mas, Rafa baru 10 tahun. Kamu jangan ngira dia udah bisa paham semua perkataan kamu dan peraturan di rumah. Harus pelan-pelan." Sahut Vanessa setenang mungkin.
Mas memang meninggalkan ketiga anaknya di rumah dan menjemput istrinya di rumah sakit. Tadinya, ia juga merasa gusar ingin membawa anakanya atau meninggalkan mereka di rumah. Alasannya karena Naira dan Kai yang sedang tidur siang. Mas juga tidak tega mengajak anak-anaknya yang sudah lelah setelah berkegiatan di sekolah. Makanya, Mas memberi tugas kepada anak sulungnya untuk menjaga kedua Adiknya di rumah dan memberi tahu apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Tapi, benar kata Vanessa apa yang harus diharapkan atau ekspektasi apa ke seorang anak kecil yang berusia 10 tahun?
Memang tidak ada salahnya mengajarkan anak-anaknya, terutama anak laki-lakinya untuk belajar bertanggung jawab dari hal yang kecil, seperti menjaga kedua Adiknya. Walaupun tidak seratus persen terlaksana dengan baik, bukankah sebagai orang tua seharusnya Mas tidak memarahi Rafa? Yang kini hanya terdiam dan takut akan kemarahan Papanya karena setelah pulang dari menjemput Bundanya di rumah sakit, Naira jatuh dari tangga karena bermain kejar-kejaran dengan Kai.
Anak gadisnya itu kini menangis digendongan Mas karena tangan dan kakinya terluka.
"Naira jatuh, kamu nggak lihat separah apa lukanya? Mas nggak minta banyak, cukup Rafa sebagai Kakaknya kasih tahu atau mengingatkan adik-adiknya." Suaminya itu terlihat frustasi melihat Naira semakin menangis. Takut Naira kenapa-napa.
"Iya aku tahu, kamu udah dengar juga Rafa udah kasih tahu Naira dan Kai. Anak sulung kita udah melakukannya dengan baik, Mas. Tapi, mereka tetap anak kecil. Apalagi Kai yang masih toddler, nggak akan mudah mengerti sebelum mereka yang ngerasain." Jika ditanya ingin melampiaskan rasa lelahnya kepada Rafa, Vanessa bisa saja. Siapa yang tidak lelah menangani urusan di IGD karena banyak korban kecelakaan, ditambah ada operasi dadakan, dan belum mengurus pasien rawat jalan lainnya. Tapi, Vanessa tidak mau melampiaskan amarah dan rasa lelahnya itu ke anak-anaknya.
Setibanya di rumah, seharusnya Vanessa bisa beristirahat, tapi lagi-lagi kedewasaan dan kesabarannya sebagai ibu memang selalu Tuhan uji.
"Sayang, kamu kalau mau marah ngomong aja. Jangan karena Rafa masih umur 10 tahun kamu biarin, dia laki-laki. Harus bisa mempertanggung jawabkan tindakannya sendiri." Sahut Mas dengan herannya melihat Vanessa yang tidak melihat rasa kesal dan marahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.