"Mbak, kamu dipanggil Bapak ke ruang kerjanya." Agung menghampiri Vanessa yang baru saja ingin membuka aplikasi Netflix di TV ruang tengah. Setelah buka bersama tadi, semuanya sibuk dan menghabiskan waktu dengan melakukan kegiatannya masing-masing.
Vanessa mengangguk tanda mengerti, meletakkan camilan stik keju favoritnya di atas meja, dan kemudian berjalan menuju ruang kerja Bapak. Langkahnya penuh kehati-hatian, seakan-akan ia sudah mengantisipasi sesuatu yang penting sedang menunggunya di dalam ruangan itu.
Setelah tiba di depan pintu, ia mengetuk beberapa kali dan menunggu hingga terdengar suara dari dalam yang mengizinkannya masuk. Vanessa membuka pintu dan melangkah masuk, tetapi apa yang dilihatnya di sana membuatnya sedikit terkejut. Di depan meja kerja Bapk, berdiri tiga sepupunya yang juga dipanggil entah sejak kapan. Pemandangan ini membuat Vanessa merasa bingung dan heran, seolah-olah ada sesuatu yang serius atau penting sedang dibahas di sana, dan kehadiran mereka semua menandakan bahwa masalah ini melibatkan seluruh keluarga.
Vanessa mungkin mulai bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya, dan mengapa mereka semua dipanggil pada saat yang sama. Ketegangan memenuhi ruangan, dan dia merasa bahwa situasi ini lebih dari sekadar omongan biasa.
Vanessa dan Ati saling bertukar pandang dengan penuh arti, seolah-olah sedang berkomunikasi tanpa kata-kata. Mereka seperti bertelepati, mencoba saling memahami situasi yang sedang mereka hadapi. Tatapan mereka mengandung banyak pertanyaan yang tidak terucap, seperti, "Ada apa ini?" dan "Kenapa kita semua ada di sini?"
Mata mereka berbicara lebih dari sekadar kata-kata, menunjukkan rasa bingung dan penasaran yang sama. Mereka mungkin merasa bahwa ada sesuatu yang serius sedang terjadi, tetapi tidak ada yang tahu pasti apa itu.
Di dalam ruangan kerja Bapak yang luas dan besar itu tidak hanya ada mereka berempat, beberapa ajudan dan staff Bapak seperti Mayted, Rajif, Rizky, Agung, dan Deril sedang melakukan beberapa pekerjaan.
Vanessa tidak sempat bertatapan dengan Mayted, meskipun sejak ia masuk ke dalam ruangan Bapak, laki-laki itu sudah memperhatikannya dengan saksama. Mata Mayted tampak penuh perhatian, seolah ingin mencari tahu apa yang ada di benak Vanessa atau mungkin mencoba memberikan tanda tertentu. Namun, Vanessa yang sudah merasa gugup dengan suasana ruangan, tidak menyadari pandangan itu atau memilih untuk tidak menanggapi.
Entah kenapa, perasaan tak nyaman mulai merayap di benaknya. Vanessa merasakan ada sesuatu yang tidak beres mengenai pembahasan yang akan segera dimulai. Suasana di ruangan terasa tegang dan serius, seolah-olah ada sesuatu yang penting dan mungkin berat akan disampaikan oleh Bapak. Firasatnya mengatakan bahwa ini bukan sekadar percakapan biasa, melainkan sesuatu yang mungkin akan mengubah keadaan atau menyangkut hal-hal yang lebih besar dan lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan.
"Vanessa." Panggil Bapak dengan pelan.
"Iya hehe, Kakek kenapa manggil aku?" Tanya Vanessa dengan santai walaupun jantungnya sudah deg-degkan.
"Kamu kapan wisuda, sayang?" Tanya Bapak yang terus menatapnya.
"Oalah bicarain pendidikan?"
"3 minggu lagi." Ucap Vanessa.
"Pakaian graduation kamu sudah?" Tanya Bapak lagi.
Vanessa terdiam, merasa bingung dan sedikit cemas. Sebenarnya, ia belum mempersiapkan diri dengan baik untuk pakaiannya nanti. Awalnya, ia berencana meminta bantuan desain dari Omnya karena kalau meminta kepada Bundanya, sepertinya akan percuma. Namun, rencananya ini mendapat penolakan keras dari Bapak.
"Belum sih." Gumam Vanessa dengan cemberut.
Bapak menentang keinginannya dan bersikeras agar Bundanya sendiri yang membuat desain tersebut, bukan Omnya. Vanessa tidak menduga bahwa Bapak akan sekeras itu mempertahankan pendapatnya, dan kini ia terjebak dalam keadaan yang membuatnya merasa sedikit tidak nyaman. Keadaan ini semakin membuatnya merasa tidak siap, apalagi hubungannya dengan
Bundanya yang kurang baik, yang menambah beban di pikirannya. Vanessa harus mencari cara untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang berkembang di luar rencananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfic"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.