Pagi itu, di rumah Ayah yang cukup luas, Mas dan Vanessa sama-sama belum bangun. Justru Rafa dan Naira yang sudah terlebih dahulu bangun dan Ayah yang mengurus kedua cucunya ini sebelum berangkat kerja. Sesuai omongan Ayah kemarin, Mas dan Vanessa dibiarkan untuk jalan-jalan bersama anak-anaknya menikmati Kota Seoul yang nanti juga akan diarahkan atau dijaga oleh beberapa tim keamanan Ayahnya. Di ruangan lain, sepertinya Rafa dan Naira tengah asik bermain dengan orang-orang yang bekerja di rumah Ayah, hingga mereka lupa kedua orang tuanya masih tertidur pulas.
Kalau kata Ayah, "biarin Papa sama Bunda tidur, ya? Mereka capek seharian, kalian main aja dulu ya sama orang-orangnya Haraboji. Mainan ini punya kalian semua."
Rafa dan Naira yang mendapat banyak mainan itu tentu sangat senang! Bahkan, Ayah membeli terlalu banyak mainan untuk kedua cucunya itu. Mereka bermain ditemani orang-orang Ayah di rumah, dan memerintahkan para tim keamanan untuk menjaga cucunya karena Ayah harus berangkat kerja. Disisi lain, Mas dan Vanessa masih betah berpelukan di dalam tidurnya. Sepertinya memang sangat lelah sekali setelah perjalanan panjang dan membawa para toddler.
Mas perlahan-lahan membuka matanya, melihat jam di kamar tersebut. Sudah menujukkan pukul 08.00 pagi. Ia melihat istrinya yang masih tertidur di pelukannya. Mas melipat tangannya dan menempelkan kepalanya, menatap Vanessa yang masih betah tertidur bahkan setelah Mas melepaskan pelukannya dengan pelan. Biasanya, Vanessa akan mudah terbangun jika Mas melepaskan pelukannya, tapi kali ini tidak. Sudah terlihat jelas Vanessa memang kelelahan.
"Ya ampun, sayang." Mas membawa istrinya itu ke pelukannya lagi.
Vanessa sedikit tersadar, ia membuka matanya perlahan. Melihat Mas yang sudah bangun dan masih menatapnya dengan gemas. Bukannya langsung bangun, justru Vanessa mengeratkan pelukannya dan kembali menutup matanya.
"Pagi, Ibu Peri." Mas memindahkan anak rambut Vanessa ke belakang telinganya.
"Bangun, sayang." Mas membangunkannya.
"Sepuluh menit lagi, Mas. Lagi nyaman-nyamannya di pelukan kamu." Gumam Vanessa.
"Masih ngantuk atau kelewat nyaman?" Tanya Mas dengan jahil.
"Dua-duanya, sayang." Ucap Vanessa yang menempelkan wajahnya di dada bidang Mas.
"Ini Ibu Peri kayak kebo, anak-anaknya udah heboh tuh di luar lagi main." Ledek Mas pelan dengan suara khas bangun tidurnya. Terdengar jelas teriakan dan histeris kedua anaknya itu dari dalam kamar mereka.
"Mas, energi kita terkuras habis kemaren." Ucap Vanessa dengan sedikit bergumam.
"Ini kamu nggak sesak apa ya wajahnya nempel ke dada Mas?" Tanya Mas dengan tawanya.
"Nggak." Geleng Vanessa.
"Gemesin banget. Buat satu lagi, yuk?" Iseng Mas.
Vanessa langsung memukul dadanya. "Diem deh, gampang banget ngomongnya."
"Loh emang gampang, kan?" Suara Mas sudah sangat tengil.
"Mas, masih pagi. Aku tahu kamu juga jetlag, jangan error banget, please." Sindir Vanessa yang sudah mendongakkan wajahnya melihat Mas yang tetap setia masih menatapnya.
Padahal, Mas sudah sering melakukan ini setiap pagi, setiap mereka bangun tidur, Mas selalu menatapnya cukup lama dengan senyum tampan yang memperlihatkan lesung pipinya. Tapi, tetap saja Vanessa belum terbiasa, ia selalu berdebar dan gugup jika Mas seperti itu.
Tiba-tiba, Mas mencium bibir istrinya cukup lama hingga membuat Vanessa kaget.
"Morning kiss." Bisik Mas.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.