Setelah beberapa minggu bermalam di rumah sakit karena kelelahan dan malas pulang, kali ini Vanessa memutuskan untuk kembali ke rumah di Hambalang. Ia akhirnya mendapat libur dua hari setelah bergantian shift dengan teman-teman koasnya. Rencananya, ia ingin singgah di rumah orang tua Mas untuk melepas rindu. Namun, ketika Bapak memintanya untuk pulang ke Hambalang karena kangen ingin bertemu cucunya, Vanessa akhirnya mengubah niatnya.
Sebenarnya, Vanessa berharap Ati bisa ikut pulang bersamanya agar ia tidak perlu menyetir sendirian. Tapi, seperti biasa, jadwal mereka berbeda. Jadi, Vanessa pun memutuskan untuk tetap pulang, meski harus menempuh perjalanan panjang seorang diri. Ada rasa lelah yang masih menggantung, namun keinginan untuk bertemu Bapak dan sedikit menenangkan diri di rumah membuatnya tetap semangat untuk pulang ke Hambalang.
Saat tiba di Hambalang, pemandangan deretan Paspampres yang berjaga di pintu rumah bukanlah hal yang mengejutkan bagi Vanessa. Pengamanan ketat sudah menjadi bagian dari keseharian sejak Kakeknya resmi menjadi Presiden. Di sana, ia melihat Lino, Rajif, Nando, dan Deril, para staff yang setia mendampingi Kakeknya, berkumpul di dekat halaman depan. Keempatnya tampak bersantai, bernyanyi bersama di gazebo sambil melepas lelah setelah seharian bekerja.
Pemandangan ini memberi kesan hangat pada suasana rumah yang kini jauh lebih ramai karena peningkatan aktivitas dan protokol keamanan. Vanessa merasa sedikit lega melihat wajah-wajah yang sudah akrab di antara kesibukan baru keluarga mereka. Di tengah ritme yang semakin padat sejak Bapak menduduki posisi penting, kebersamaan kecil seperti ini menjadi pengingat akan ikatan erat di antara orang-orang terdekat di sekitar Kakeknya.
Saat turun dari mobil, Vanessa mendapati beberapa anggota Paspampres langsung membungkuk hormat kepadanya. Reaksi formal ini membuatnya terkejut dan sedikit canggung, karena baru kali ini ia diperlakukan dengan begitu resmi. Ia tidak menyangka bahwa kedatangannya akan disambut dengan sikap hormat yang biasanya hanya diberikan kepada sosok pejabat penting.
Vanessa sebenarnya merasa kikuk, terutama karena belum mengenal satu per satu anggota Paspampres yang kini bertugas menjaga Kakeknya. Situasi ini juga menjadi pengingat bagi Vanessa bahwa status barunya sebagai cucu Presiden turut membawa perubahan dalam cara orang memperlakukannya. Sambil tersenyum kecil, ia menyapa mereka dengan singkat dan melangkah masuk, masih merasakan campuran antara rasa hormat dan keanehan yang perlahan harus ia biasakan.
"Cantik-cantik semua cucu perempuan Presiden."
"Benar kata orang, aset Presiden ada di dua cucu perempuannya."
"Lo udah lihat Mbak Ati?"
"Pernah sekali di Kertanegara, Mbak Ati itu imut dan cantik. Kalau Mbak Vanessa cantik dan manis. Kok bisa Bapak punya dua cucu perempuan se-pari purna itu, ya?"
"Baru kali ini lihat Mbak Vanessa secara dekat banget."
"Pantesan, staff Bapak sebelumnya nggak pernah lelah kerja, pemandangan mereka setiap hari cucu perempuan Bapak yang dua-duanya cantik pari purna."
"Pesonanya emang kuat banget, gila cantik banget Mbak Nessa. Makin ngefans."
"Yang paling beruntung cuma Mayor Teddy, mendapatkan Mbak Vanessa seutuhnya."
"Ah, cewek secantik itu kenapa pacarnya harus Mayor Teddy? Takut banget sekedar kenalan dan mengakrabkan diri. Bisa dihajar Pak Wadan."
"Hahaha, Mayor Teddy emang kelihatan posesifnya. Gue kalau jadi Mayor Teddy juga gitu."
"Pengen nyapa, tapi kita belum akrab, takut juga."
"Selama ini cuma bisa lihat dari sosial media, sekarang jackpot banget lihat Mbak Vanessa secara langsung."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.