114

3.9K 288 37
                                    

"Jangan bangunin, Dek." Ketika Mas membuka pintu kamar perawatan Mama, ia melihat Vanessa yang tertidur di sofa dan Mama langsung memberikannya kode agar tidak berisik.

Setelah melewati observasi dua hari di ICU, Mama akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan. Setelah tiga hari ke depannya menjalani perawatan pasca operasi, Mama akan diizinkan pulang jika keadaannya semakin membaik. Rasa syukur dan lega langsung dirasakan Mas dan keluarga. Sepulang Mas dari batalyon, ia langsung kembali ke Jakarta dan mengunjungi Mamanya. Mas tidak bisa setiap hari menemani Mama karena pekerjaannya yang cukup padat dan menyita waktu. Ini hari pertama Mas melihat Mama lagi setelah operasi dua hari yang lalu.

"Mama gimana? Udah baik-baik aja?" Tanya Mas sedikit pelan dengan langkah yang pelan juga kepada Mama. Takut pergerakannya akan membangunkan Vanessa.

"Sudah membaik. Mama tadi sudah sedikit beraktivitas. Walaupun masih memar di bawah kulit tempat dimasukin kateter itu. Tapi, sudah jauh mendingan." Jelas Mama dengan raut wajah yang juga sudah semakin membaik karena terakhir kali Mas lihat, Mama begitu lesu.

"Alhamdulillah, Ma. Teddy lega dengarnya. Jangan bikin panik lagi ya, Ma." Ucap Mas dengan bersyukurnya.

"Maafin Mama ya, Dek." Walaupun begitu, tetap saja ada rasa penyesalan Mama karena membuat keluarganya khawatir.

"Jadi, Mama kapan pulang?" Tanya Mas yang spontan juga merapikan rambutnya.

"Mungkin lusa, semoga bisa cepat membaik kondisi Mama. Tergantung keputusan menantu Mama, kan Vanessa dokter Mama." Mas mengangguk mengerti setelah Mama memberitahunya.

Dalam hening, Mas mengalihkan pandangannya, dan matanya tertuju pada Vanessa yang tertidur di sofa tepat di depannya. Wajah istrinya terlihat lelah, namun tetap memancarkan ketenangan. Jas dokter yang masih ia kenakan, bersama dengan seragam operasi yang tampak lusuh, menunjukkan betapa panjang dan beratnya hari yang baru saja ia lalui.

Mas memandangi istrinya dengan campuran rasa kagum dan rasa bersalah. Vanessa, meski kelelahan, tetap tampak begitu tenang, seolah-olah ia berusaha menyembunyikan segala tekanan yang ia hadapi. Ia telah memberikan segalanya, tidak hanya untuk pekerjaannya tetapi juga untuk keluarganya. Bagi Mas, pemandangan ini menyadarkannya akan betapa tangguh dan berdedikasinya Vanessa, bahkan ketika tubuhnya memohon untuk istirahat.

Namun, di balik itu semua, ada rasa getir di hati Mas. Ia tahu betapa berat beban yang Vanessa pikul, dan ia merasa seharusnya bisa lebih banyak mendukungnya. Tapi untuk saat ini, ia hanya bisa memandangi sosok yang tertidur itu, memohon dalam hatinya agar istrinya selalu diberi kekuatan dan perlindungan di tengah semua perjuangannya.

"Baru tidur Vanessa, Ma?" Tanya Mas lagi.

"Udah sejam yang lalu kayaknya, Mama juga nggak tega bangunin. Kasihan Vanessa, tadi subuh setelah keliling check pasien yang lain, langsung ke kamar jagain Mama. Paginya, Papa sama Kakak untungnya datang dan Vanessa sekitar jam sebelas siang ada operasi. Lama juga, Dek. Berapa jam, ya? Baru selesai jam lima tadi. Bahkan, setelah keluar ruangan operasi, Vanessa sempat check Mama lagi sebelum balik ke kesibukannya." Jelas Mama.

"Istri kamu itu kurang tidur, perhatiin yang bener, Teddy, sesibuk-sibuknya kamu sekarang, ingetin Vanessa dan kalau bisa kamu juga harus pulang. Tidurnya bukan sesuai waktu lagi, tapi kalau ada waktu. Udah nggak bener itu. Mana tadi sebelum operasi katanya juga nggak sempat makan. Untung aja Papa tadi beli makanan yang banyak, setelah selesai operasi baru makan anak Mama itu." Ucap Mama yang menatap Mas.

"Kecapekan sama kekenyangan kayaknya, pules banget tidurnya." Mama juga ikut memandangi menantunya itu.

"Berarti Vanessa bolak-balik check Mama, ya?" Tanya Mas.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang