49

4.4K 279 55
                                    

"Udah sih, Nes, terima Pak Teddy, anj!" Bahkan Ati saja tidak tenang dengan kehidupan drama yang dilakoni sepupu gilanya ini. Ati mendobrak pintu kamar Vanessa dengan keras.

"Lo dobrak kamar gue cuma mau ngutuk atau ngehujat gue lagi?" Sinis Vanessa, ia tengah membaca novel yang baru ia beli beberapa waktu yang lalu.

"Lo sadar, nggak? Terkadang sifat nyebelin lo yang keras kepala itu bikin semua orang muak, Vanessa Jasmine Aurora!" Ati tidak peduli entah ia memang sarkas atau blak-blakan kepada sepupunya ini.

"Lo nggak ngerti." Vanessa membalikkan halaman selanjutnya dari novel yang ia baca.

Ati merampas novel yang tengah ia baca itu dengan kasar hingga membuat Vanessa sangat jengkel sekali. "Bisa nggak kalau mau ngajak gue ngomong itu kalau guenya emang mau, lo lihat nggak gue lagi baca?!"

"Nes, buka mata lo! Pak Teddy tiga bulan lagi mau terbang pendidikan ke beda benua sama lo, dan itu setahun lebih. Lo beneran mau kehilangan beliau, ya?!" Vanessa masih menatap sepupu perempuannya ini dengan intens dan penuh amarah.

"Cerita ke gue apa aja ketakutan berlebihan lo itu. Vanessa bisa wake up, nggak? Gue kalau jadi lo di umur gue yang 22 tahun ini even gue masih koas dan belum ambil spesialis, gue tanpa banyak pertimbangan gue iyain tuh ajakannya Pak Teddy. You know why? Apa yang harus lo takutin? Pernikahan lo bakal kayak Tante dan Bokap lo? Menurut lo masuk akal, nggak? Vanessa, Pak Teddy itu kurang apa lagi, monyet? Gimana satu keluarga nggak gedeg sama lo?! Dari Kakek yang nggak bisa marah sama lo akhirnya lo dimarahin habis-habisan, kan?!" Sepertinya Ati tak gentar menyadarkan Vanessa dengan segala caranya.

"Lo tahu nggak cerita Pak Teddy juga gagal sama pernikahannya dulu? Atizanesya, gue ini bakal nikah sama laki-laki yang pernah gagal juga. Wajar dong gue merasa maju mundur? Terkadang, bayang-bayang tentang keluarga gue aja sering terbesit. Lo tahu apa sih, Ti, tentang keluarga broken home? Lo yang cemara mana ngerti." Kata Vanessa dengan sindirannya.

"Lo tahu persis, keluarga gue juga nggak se-cemara itu, Vanessa." Ucap Ati dengan menekankan kalimatnya.

"Nes, kita semua tahu permasalahannya emang rumah tangganya dulu itu karena banyak intervensi dari keluarga mantannya dan si mantannya jadi playing victim. Faktanya, dulu Pak Teddy itu suami yang baik, Vanessa. Lo nggak bisa menyamakan dengan rumah tangga orang tua lo. Nes, lo itu nggak dijodohkan, nggak sama kayak orang tua lo. Lo sama beliau sama-sama cinta dan bucin tolol tahu! Kalian tuh saling cinta banget." Ati geregetan sendiri.

"Lo buta apa gimana, deh? Dari hubungan lo yang hampir mendekati satu tahun ini sama beliau, sikap beliau ke lo yang mana yang bikin lo masih ragu? Bahkan, gue rasa setelah lo kecelakaan aja, Pak Teddy se-effort itu ke lo." Ati berkacak pinggang heran.

"Nggak ada." Singkat gadis itu.

"Yaudah, satu masalah selesai. Sekarang apalagi, Nes? Trauma lo?" Tebak Ati blak-blakan.

Vanessa terdiam dan tak bisa menjawab pertanyaan sepupunya itu.

"Ya Allah, Vanessa. Gue bukannya udah sadarin lo juga ya waktu lo masih plin-plan terima Pak Teddy jadi pacar lo atau nggak? Nes, lo mati beneran kalau masih terjebak sama rasa trauma lo! Emang benar trauma bakal hidup berdampingan sama lo, tapi, Nes kalau lo nggak lawan dan ngubah mindset lo, lo beneran terjebak dengan rasa ketakutan lo. Mantan lo udah nggak peduli sama trauma lo, merasa bersalah aja nggak! Harusnya lo ngaca anjing! Orang tua lo bahkan udah saling berdamai. Jadi tinggal lo nya, Nes. Kontrol rasa trauma lo!"

"Lo itu pintar dan kelewat cerdas kalau masalah akademik dan pendidikan, tapi kenapa goblok pake banget sih masalah kayak gini?! Lo bayangin kalau cegil Pak Teddy tahu dengan IPK lo yang nyaris sempurna itu, tapi ternyata beliau disia-siain karena kegoblokan pola pikir lo. Apa nggak diserang lo sama mereka?" Sindir Ati hingga mencelus ke hati Vanessa.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang