19

5.8K 280 13
                                    

Ketika waktu menunjukkan pukul 11 malam, Vanessa tetap enggan beranjak dari sofa dan malah terjebak dalam pikirannya sendiri. Meskipun malam sudah larut, ia tidak bisa melepaskan diri dari aliran pikiran yang terus-menerus mengganggunya. Seakan-akan, dia melakukan hal yang sia-sia. Padahal tinggal menghitung beberapa hari lagi untuk ia sidang skripsi.

Vanessa duduk di sofa dengan tubuh yang terlihat lelah tetapi matanya tetap terjaga, menunjukkan bahwa ia sedang merenung atau terjebak dalam suasana hati yang penuh kekhawatiran, kecemasan, atau refleksi mendalam. Ia mungkin sedang memikirkan masalah pribadi atau perasaan yang rumit yang belum bisa ia pecahkan.

Keengganannya untuk bergerak dari sofa menandakan betapa intensnya perasaannya saat itu, membuatnya sulit untuk mencari ketenangan atau istirahat. Meskipun jam menunjukkan larut malam, pikirannya tetap sibuk, sehingga ia merasa tidak bisa meninggalkan tempat tersebut hingga semua pikirannya terasa lebih teratur atau sampai ia menemukan solusi untuk apa yang sedang membebani pikirannya.

"Kamu mikirin apa, mbak?" Tiba-tiba Mayted datang dengan membawa segelas coklat hangat untuknya yang biasa Vanessa buat jika dirinya kesulitan untuk tidur. Gadis itu tersadarkan dari lamunannya.

"Nanti pagi kamu susah dibangunin. Lagi ada masalah?" Tanya Mayted sekali lagi, gadis itu sepertinya enggan berbicara.

"Pak Teddy kenapa belum pulang?" Tanya Vanessa sedikit bingung, gadis itu malah mengalihkan pembicaraan.

"Saya nggak pulang, saya diminta nginap sama Bapak." Ujarnya, Vanessa hanya mengangguk ringan.

"Kenapa, mbak?" Mayted terus menggali dengan rasa penasaran.

"Nggak papa, Pak Ted. Lagi nggak mikirin apa-apa. Emang lagi ngelamun aja." Jawab Vanessa ngasal. Sesekali melihat gelasnya yang berisi cokelat.

"Nanti kamu kerasukan kalau bengong malam-malam gini." Sahut Mayted.

"Ih Pak Teddy jangan nakutin! Nanti aku nggak bisa tidur." Vanessa merengek takut.

Mayted tertawa kecil. "Ya makanya kamu cerita, mbak. Ada apa?"

"Kepikiran aja." Vanessa menatap kosong TV di depannya, tangannya memegang gelas berisi cokelat hangat yang dibikin Mayted tadi.

"Kepikiran tentang?" Mayted sedikit mendekat agar bisa mendengar Vanessa bercerita.

"Pak Teddy lah! Kenapa waktu di Hotel Fairmont natap aku dingin banget?! Aku ada salah apa? Terus kenapa nggak khawatirin aku padahal kaki aku lecet karena heels?! Terus pas aku tanya aku cantik nggak kenapa nggak digubris? Aku salah apa? Pak Teddy kesal ya karena waktu itu rundownnya jadi mundur? Pak Teddy udah capek ya ngurusin aku? Makanya Pak Teddy nggak khawatirin aku!" Vanessa tak ada kasih jeda sedikit pun.

Mayor Teddy tertegun mendengar ocehan Vanessa karena dia baru menyadari bahwa Vanessa tidak bisa tidur akibat terjaga oleh pikiran yang terus-menerus menghantuinya, terutama terkait dengan kejadian di Hotel Fairmont. Mayor Teddy merasa terkejut dan saat mengetahui betapa mendalamnya dampak kejadian tersebut terhadap Vanessa. Jadi penyebab gadis ini tidak bisa tidur karena dirinya. Mayted berusaha untuk tidak mencubit pipi gadis di sampingnya ini karena kelewatan lucu dan menggemaskan!

"Ya ampun mbak, saya kira kamu kenapa. Lagian waktu itu kamu emang kelamaan, kayak siput! Saya agak pusing kalau harus potong waktu Bapak semisal ngaret. Nggak bisa sembarangan dipotong gitu aja, Mbak Vanessa. Jadwal Bapak itu padat banget dan sudah diatur setiap agendanya." Jelas Mayor Teddy menatap gadis itu yang masih cemberut.

"Berarti beneran marah sama aku, ya?" Tanya Vanessa lesu.

"Saya nggak marah, mbak. Waktu itu saya hanya mikirin cara lain biar waktu Bapak di schedule selanjutnya nggak terkena dampak ngaret. Jadi saya nggak bisa memikirkan apa pun saat itu dan hanya fokus ke Bapak." Jelas Mayted.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang