Pukul dua pagi, Vanessa terbangun dengan mata yang masih terasa berat saat tangisan kedua bayi kembarnya, Rafa dan Naira, menggema di kamarnya. Sudah berhari-hari sejak kelahiran mereka, ia terbiasa terbangun di tengah malam, meskipun tubuhnya masih terasa lelah dan luka bekas operasi sesar sering kali nyeri saat ia bergerak. Dengan rasa kantuk yang masih melekat, Vanessa perlahan bangkit, menenangkan dirinya meski kepalanya sering terasa pusing karena kondisi tekanan darah rendahnya.
Ia mengambil napas panjang, lalu meraih Rafa terlebih dahulu untuk disusui, sementara Naira yang masih menangis di baby box sebelah membuatnya semakin terpacu. Setiap kali Rafa tenang, Naira mulai menangis, dan begitulah pola mereka setiap malam, bergantian menangis, seolah mengerti bahwa Vanessa harus bergantian merawat mereka. Meski begitu, dengan kelelahan yang menguras tenaganya, Vanessa merasakan kasih sayang yang dalam untuk kedua buah hatinya. Setiap tatapan pada wajah mungil mereka mengingatkannya bahwa perjuangan ini, betapa pun melelahkan, adalah bukti cintanya sebagai seorang ibu.
Vanessa menyadari bahwa ia tidak memiliki pilihan selain terus berjuang memenuhi kebutuhan Rafa dan Naira. Sebagai bayi baru lahir, mereka memerlukan ASI setiap dua hingga empat jam sekali agar tumbuh sehat dan kuat. Meskipun tubuhnya masih lemah dan luka bekas operasi sesar sering berdenyut nyeri, ia tetap berusaha mengatasi rasa kantuk dan lelah. Baginya, kebutuhan kedua buah hatinya kini menjadi prioritas utama, menggantikan kenyamanan dirinya sendiri.
Setiap kali ia merasa hampir menyerah, Vanessa mengingatkan dirinya bahwa fase ini adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai ibu. Senyuman dan ketenangan Rafa dan Naira setelah disusui menjadi sumber kekuatan tersendiri baginya, membuat setiap pengorbanan sepadan. Meski kadang rasa lelah hampir menguasai, Vanessa tetap bertahan, didorong oleh cinta mendalam yang baru saja ia temukan dalam peran barunya sebagai ibu.
Mas yang terbangun karena suara tangisan Rafa dan Naira segera bangkit dari tidurnya. Ia melihat Vanessa yang sudah duduk sambil menyusui Rafa, tampak lelah namun berusaha menenangkan putranya. Di sisi lain, Naira yang berada dalam baby box tetap rewel dan menolak saat Vanessa mencoba menyusuinya juga. Mas segera menghampiri mereka, lalu dengan lembut mengambil Naira dari baby box, berharap bisa menenangkan putrinya yang masih gelisah.
"Mas, tolong tenangin Naira dulu." Ucap Vanessa yang sedang menyusui Rafa. Beberapa menit setelahnya, Rafa sudah tenang dan Vanessa kembali meniduri Rafa di baby box.
"Naira sayang, jangan bikin Bunda makin capek, ya?" Bisiknya sambil mengayun-ayunkan bayi mungil itu dengan penuh kasih sayang. Ia mencoba berbagai cara untuk menenangkan Naira, mulai dari menepuk punggungnya perlahan hingga menyanyikan lagu lembut. Vanessa mengamati suaminya dengan senyum tipis, merasa sedikit lega karena ada yang membantunya di saat paling melelahkan ini. Meski tantangan menjadi orang tua baru tidaklah mudah, momen seperti ini justru menguatkan hubungan mereka, menciptakan ikatan yang lebih dalam sebagai keluarga.
"Naira kenapa, ya?" Pikir Vanessa yang tidak bisa ia pecahkan. Mas yang sudah berusaha menenangkan anak perempuannya itu juga tidak berhasil. Yang ada, Naira semakin menangis keras.
"Mas, bawa Naira keluar dulu, yuk? Takut Rafa ikutan nangis, anak kembar itu ikatan batinnya selalu kuat. Aku pusing kalau Rafa jadi ikutan nangis lagi." Ucap Vanessa, Mas mengangguk paham dan menggendong Naira keluar kamar mereka yang masih terus menangis.
"Kayaknya popoknya basah, sayang. Mungkin penuh." Tebak Mas, karena anak perempuannya itu menolak ketika istrinya itu ingin memberikan ASI.
Vanessa mencoba untuk mengecek dengan telaten, dibantu oleh Mas yang tidak pantang menyerah menenangkan Naira. "Nggak penuh, Mas. Kenapa, ya?" Vanessa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Aduh sayang, kamu kenapa?" Ucap Vanessa yang agak pusing melihat rewelnya Naira yang tidak kunjung berhenti.
"Mas udah mengatur pencahayaan ruangan di kamar juga, kayaknya nggak mungkin karena gangguan cahaya terang. Kalau itu alasannya, seharusnya Rafa juga rewel." Ucap Mas yang terus memikirkan penyebab Naira masih belum berhenti menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Untuk readers baru, supaya nggak bingung, lebih baik baca dulu "The Qonsequences" baru cerita...