116

3.8K 253 40
                                    

Malam minggu kali ini, Mas dan Vanessa menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anaknya. Setelah pengumuman kelulusan Naira tadi siang, Mas mengajak istrinya yang sudah lama ingin bermain golf. Katanya, sekalian untuk melepas lelah dan penat karena Mas dan Vanessa akhir-akhir ini jarang menghabiskan waktu berdua, karena setiap weekend, mereka selalu keluar bersama anak-anaknya. Setiap Mas dan Vanessa ingin pergi berdua, pasti ada saja yang protes. Kalau nggak Naira, kalau nggak Kai. Hanya Rafa yang mengerti kedua orang tuanya. Itu alasan Mas dan Vanessa jarang jalan berdua karena Naira atau Kai selalu merengek dan memaksa minta ikut.

Malam ini, Mas dan Vanessa memutuskan untuk bermain golf di Sentul, tepatnya di Sentul Highlands Golf Club. Tadinya mau di Pondok Indah saja, yang dekat dengan rumah. Tapi, istrinya itu pengennya di Sentul. Mas bisa berkata apa jika itu keinginan Vanessa? Mas hanya menuruti saja kemana pun Ibu Peri ini pergi sesuai yang diinginkannya. Satu jam perjalanan harus ditempuh menuju Sentul walaupun sudah lewat tol. Jangan tanya alasannya karena ini malam minggu, hari weekend dimana banyak orang yang juga ingin menghabiskan waktu bersama orang yang dicintainya. Padahal, bisa saja ditempuh dengan waktu tiga puluh menit.

Selama perjalanan, Vanessa sangat bingung karena Mas hanya diam-diam saja. Tidak ada niat untuk membuka suaranya, bahkan Vanessa sempat memancingnya untuk mengobrol, tapi suaminya itu tidak mengacuhkannya hingga Vanessa cemberut karena Mas tidak menggubris ucapannya. Berkali-kali Vanessa memikirkan apa ada yang salah dengannya, tapi ia tidak menemukan jawabannya.

"Mas? Sumpah kamu cuekin aku? Istri cantik kamu ini bisa-bisanya kamu diemin?" Vanessa masih terus mencoba untuk mengajak Mas bersuara.

"Mas? Ini kamu tiba-tiba jadi budek apa gimana? Nyebelin banget?" Vanessa mendengus kesal.

Mas hanya sibuk menyetir dan memperhatikan jalanan sambil mendengarkan lagu. Vanessa tidak mau menebak-nebak lagi, biarkan saja nanti Mas yang mengutarakan apa yang mengganjal di hatinya hingga suaminya itu tiba-tiba menjadi bak kutub utara yang begitu sangat dingin.

Setibanya di Highlands Golf Club, suasana malam yang tenang dan pemandangan indah menyambut Mas dan Vanessa. Setelah Mas memarkir mobilnya, Vanessa dengan sigap mengambil tongkat golfnya serta tongkat milik Mas. Mereka tahu, karena hari sudah malam, bermain di lapangan utama tidak memungkinkan. Namun, daya tarik Highlands Golf Club tidak hanya terletak pada lapangannya, melainkan juga pada pemandangan malam hari yang memukau, memberikan suasana yang memanjakan mata dan menenangkan hati.

Mas dengan tangan yang menggandeng Vanessa, membawa istrinya masuk ke dalam. Keduanya tampak santai dan akrab, seolah-olah tidak ada yang perlu dipikirkan selain menikmati waktu bersama. Mas segera mengatur pembayaran untuk permainan mereka. Kali ini, mereka sepakat untuk bermain dengan seratus bola, jumlah yang cukup untuk menghabiskan waktu berkualitas tanpa terburu-buru.

"Kenapa, Mas?" Tanya Vanessa lagi berusaha untuk mendapatkan jawaban setelah Mas membayar permainan golf mereka.

"Rok kamu, pendek banget." Ucap Mas dengan ekspresi ngambeknya.

"Udah gitu bajunya juga kelihatan lekuk tubuh kamu, Mas nggak suka." Ucap Mas lagi yang cukup kesal.

Vanessa berusaha menahan tawanya melihat Mas yang mulai cemburu dan merajuk. Pantesan saja selama perjalanan tadi suaminya itu hanya terus diam tanpa mau diajak ngobrol. Bahkan, Mas betah sekali tidak bersuara di tengah kemacetan tadi. Biasanya, jika terjebak macet cukup lama di perjalanan, Mas tidak akan betah walaupun hanya diam beberapa menit.

"Baju golf aku cuma ini doang di rumah." Sahut Vanessa yang memeluk lengan Mas. Berusaha merayu Mas yang masih ngambek.

"Ya tinggal beli lagi, apa susahnya? Males banget Mas sama kamu, susah dibilangin. Banyak mata telanjang yang lihatin kamu kan." Jawab Mas dengan menggerutu kesal.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang