"Jadi kalian berdua setelah tamat smp mau kemana?" Tanya Mas kali ini. Mas dan keluarganya hanya menghabiskan waktu weekend bersama di rumah.
"Ngikut Rafa." Ucap Naira tanpa mikir panjang.
"Jangan ngikut Rafa terus, Naira. Jangan manja." Kata Mas sedikit menusuk.
"Masa aku pisah sama Rafa? Emang kamu mau lanjut kemana sih? Aku masih bisa bersaing masuk sma unggul selagi ada kamu." Tanya Naira kepada Rafa yang kini duduk disebelahnya. Mereka berdiskusi di ruang tengah walaupun Kai sibuk dengan dunianya sendiri menonton kartun di tv.
"Aku mau lanjut ke sma taruna." Jawab Rafa yang beranjak sebentar dan mengambil segelas jus dari dapur yang dibikin Vanessa. Kini tinggi Kakak kembarnya itu sudah beda tipis dengan Papanya. Dalam hati Naira, memang sih Rafa sedikit ganteng seperti yang dibilang Bundanya, tapi bagaimana bisa sifat dingin dan cueknya itu menutupi aura gantengnya yang menurut Naira justru menyebalkan? Atau itu hanya sepenglihatan Naira saja?
Ya mungkin memang benar, apalagi mereka setiap saat, setiap detik, dan setiap waktu selalu bersama dan bertemu. Jadi tidak heran jika Naira mengatakan Rafa itu biasa-biasa saja.
"Hah? Sma taruna nusantara yang di Magelang? Raf jauh banget?!" Protes Naira.
"Kamu mau nerusin jejak Papa?" Tanya Naira bertubi-tubi.
"Iya, aku pengen kayak Papa." Ucap Rafa dengan santai, mendengar itu Naira cemberut kesal.
"Bun, emang Bunda bolehin?" Tanya Naira lagi.
"Boleh, kalau emang Rafa yang mau masa Bunda larang?" Ucap Vanessa yang sesekali sibuk mengolah data pasiennya di macbook miliknya. Sesekali juga membaca rekap medis yang cukup banyak bertumpuk. Bundanya itu sepertinya memang selalu sibuk kapan pun. Tapi itu lebih baik daripada harus ke rumah sakit di hari libur.
Mendengar Vanessa menyetujuinya, Naira semakin cemberut.
"Kenapa malah ngambek?" Tanya Mas dengan ketawa.
"Ih bilang aja seneng kan jejak Papa ada yang nerusin." Cibir Naira, ia melipat kedua tangannya didepan dada.
"Seneng dong." Mas malah menantang anak gadisnya itu. Sengaja membuat Naira semakin kesal.
"Stop nyebelin, Pa!" Ucap Naira. Mas malah semakin puas menertawakan Naira, ia menjadi dejavu saat dulu suka sekali meledek Vanessa hingga akhirnya sungguh kesal dan tantrum.
"Kamu mau kemana? Kalo mau ngikut Rafa ya Papa malah semakin seneng." Lanjut Mas yang menyeruput kopinya.
"Nggak mau!" Tolak Naira mentah-mentah.
"Yaudah berarti nggak papa ya pisah sama Rafa kali ini?" Tanya Mas.
"Tapi jauh banget ke Magelang, berarti Rafa nggak pulang." Ucap Naira sedih.
"Ada aku, Kak. Kita masih berdua, kan Kak Naira nggak sendirian." Itu suara Kai yang sedang tiduran di paha Vanessa namun matanya hanya fokus menatap layar televisi.
"Tuh denger, ada Kai. Kamu nggak sendirian banget kan? Sesekali kalau weekend bisa kesana juga, Nai." Ucap Rafa yang mengelus kepala Adik kembarnya itu.
"Ta—"
"Udah lah, belajar mandiri. Masa harus bergantung ke aku terus, Nai?" Rafa persis seperti Papa, sekalinya ngomong selalu berhasil membuatnya diam tak berkutik.
"Ih tapi lama banget pisah sama Rafa tuh, Pa. Setelah lulus disana Rafa juga langsung masuk Akademi Militer kan? Terus lulus dari sana langsung ditempatin." Naira sudah berpikir sejauh itu.
"Raf, nanti kalo kamu punya pacar hati-hati ya. Adik kamu protektif banget, cemburuan banget." Ledek Mas.
"Itu juga dari Papa!" Naira melempar bantal sofa ke Papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Fell First and She Never Fell?
Fanfiction"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar. Ini cuma hiburan untuk para cegil. Love, penulis.