77

4.5K 323 43
                                    

Mas tiba di rumah sekitar pukul satu dini hari setelah menjalani hari yang panjang dan melelahkan, bolak-balik antara Kalimantan dan Jakarta demi mengawal kegiatan Bapak di IKN. Pembangunan kantor dan istana di IKN yang belum sepenuhnya selesai memang menambah tantangan tersendiri.

Ketika ia melihat mobil Vanessa terparkir di sebelah mobilnya, Mas tersenyum tipis, menandakan bahwa Vanessa sudah pulang. Anak-anak mereka, Rafa dan Naira, juga ikut bersamanya hari ini. Sejak akhir-akhir ini, keduanya memang lebih sering bersama Vanessa, yang tengah sibuk bertugas di UGD. Ruangan kerjanya di rumah sakit bahkan sudah berubah bak ruang dokter anak, dipenuhi mainan dan buku-buku anak-anak untuk menemani si kembar yang kerap berada di sana.

Ada rasa lega karena selama Vanessa bertugas di UGD atau sesekali ditinggal karena operasi kecil, Rafa sangat handal menjaga Adiknya. Tidak pernah melakukan kekacauan di ruangannya karena Rafa selalu ingat untuk selalu menjaga dan menenami Naira bermain. Setiap Vanessa mengecek ke ruangan, Rafa dan Naira sibuk dengan dunia mereka sendiri atau sesekali memang pernah berkas dan dokumen pasien Vanessa hancur berantakan karena ulah Naira.

Mas segera masuk ke rumah, melihat dan merasakan kesunyian keadaan rumah yang menandakan sepertinya Vanessa dan kedua anaknya sudah tertidur. Mas mengintip ke kamar Rafa, anak laki-lakinya itu sudah tertidur lelap. Ketika Mas mengintip ke kamar Naira, Mas melihat Vanessa tertidur di sebelah Naira. Sepertinya, Vanessa membacakan buku cerita kepada anak perempuannya itu. Bahkan, Vanessa juga belum melepas jas dokternya. Rambutnya juga terlihat acak-acakan dan Vanessa juga belum menghapus makeup-nya.

Mas mendekatkan wajahnya ke arah Vanessa, menatapnya dengan penuh kerinduan. Sudah beberapa hari berlalu sejak perang dingin di antara mereka dimulai, dan meskipun begitu, Vanessa tetap menjalankan perannya sebagai istri dengan penuh perhatian. Ia selalu menyiapkan seragam Mas, kebutuhan sehari-harinya, bahkan sarapan dan makan malam, meskipun sering kali harus dipanaskan ulang karena Mas lebih sering pulang larut malam.

Dalam tatapan Mas yang rindu dan menyesal, terpancar keinginan untuk mengakhiri jarak di antara mereka. Sebenarnya, tidak seharusnya mereka seperti ini, apalagi Rafa dan Naira mulai menyadari perubahan suasana di rumah dan mempertanyakan mengapa Papa dan Bundanya tampak seperti saling menjauh. Rasa bersalah dan kerinduan mengisi hati Mas saat ia menatap Vanessa, yang terlelap kelelahan di hadapannya.

Mas mengulurkan tangan dan mengelus puncak kepala Vanessa dengan penuh kelembutan. Hatinya dipenuhi penyesalan, ia menyadari betapa besar perannya dalam menciptakan jarak ini, membiarkan egonya terus tumbuh dan mengalahkan kerinduan yang sudah lama menumpuk untuk istrinya. Semua ini berawal dari dirinya, kurangnya pemahaman dan upaya untuk mengerti perasaan Vanessa.

Dalam keheningan, Mas terus menatap wajah istrinya yang terlihat lelah namun damai dalam tidurnya. Namun, sentuhan di kepalanya membuat Vanessa perlahan terbangun. Dengan mata yang masih merah dan pandangan yang sedikit mengabur, Vanessa mengangkat wajah, menatap Mas dengan bingung dan heran, seolah tak sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi. Mereka bertukar pandang dalam diam, penuh emosi yang tertahan, masing-masing merasakan perasaan yang sulit diungkapkan.

"Baru pulang?" Tanya Vanessa dengan suara seraknya. Menggaruk lehernya seperti orang kebingungan. Mas hanya mengangguk tanpa menjawabnya. Istrinya langsung membenarkan selimut Naira, mengelus puncak kepala anaknya itu dan langsung keluar untuk menyiapkan makan malam Mas.

Mas diam-diam juga mengikuti Vanessa melangkah ke dapur.

"Biarin Mas yang panasin, kamu mandi dan bersihin wajahnya." Ucap Mas dan hanya dijawab anggukan oleh Vanessa.

"Kamu sama anak-anak udah makan?" Tanya Mas.

"Udah, tinggal kamu." Ucap istrinya yang langsung meninggalkannya di ruang makan.

He Fell First and She Never Fell?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang