"Kita mulai pelan-pelan. Chandra tak bisa dipaksa atau dia akan mengamuk kembali. Aku dan Wendy akan berusaha membantunya. Dan kalian sangat diperlukan untuk membantu Chandra. Perhatian kecil yang kalian berikan sangat berarti untuk Chandra."
Johnny, Dharma, Rendi, Jeno, Mark bahkan Jeffrey, Tirta serta Natasya mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan Tama.
"Mungkin ini akan lebih susah dari yang terakhir kali. Omong-omong terimakasih sudah bertindak cepat Mark. Sampaikan salamku pada Hendery karena sudah menemani Chandra."
Mark mengangguk pelan. Dia memang langsung mengirim Hendery menuju lokasi dan mengamankan segalanya.
Jennie bukan tipe wanita yang menghafal wajah pekerjanya, jadi wajar ketika Hendery dan timnya berhasil menyusup tak ada yang tau. Dan untungnya Hendery adalah orang yang dipilih Jennie untuk membawa Chandra.
Hendery tadi bercerita bagaimana paniknya Chandra saat ia menarik anak itu kedalam salah satu kamar. Untungnya ia bisa menjelaskan dengan tepat tetapi Chandra tetap menjaga jarak dengannya dan tertidur karena minuman yang Hendery berikan.
"Bagaimana dengan wanita itu?"
"Sudah beres."
Mark menjawab pertanyaan Jeno singkat. Ia memang langsung menyerahkan itu pada Hendery dan barusan Hendery melaporkan segalanya sudah selesai.
"Sekarang fokus kita hanya pada Chandra. Dan Jeno."
Jeno menoleh pada Tama yang memanggil namanya, "Berjuang sekali lagi dan pastikan ini yang terakhir, mengerti?"
"Iya paman."
.
.
.
"Maaf."
Rendi mengusak rambut Jeno lembut, "Jangan diulang, sayang adek kan?"
"Sayang."
Tangan lain ikut ngusak rambut Jeno. Ada Johnny dan Dharma yang tersenyum padanya.
"Abang sama adek itu lahirnya dihari yang sama, dari rahim yang sama, dari ibu yang sama walaupun beda 8 menit. Kalian itu satu dan harus saling melindungi. Kakak pun begitu. Janji sama Bunda, abang bakalan jadi orang yang lebih baik lagi?"
Jeno mengangguk pelan. Tak bisa menjawab karena ia sibuk dengan tangisnya. Johnny menepuk pundak anaknya pelan.
"Abang kuat, jagoannya Ayah harus kuat."
.
.
.
Nyatanya Jeno gak sekuat itu. Perkembangan kondisi psikis Chandra perlahan mulai baik. Dia bahkan sudah mau dikunjungi Mark.
Ya walaupun awalnya laki-laki itu menggerutu karena Hendery lebih dulu ditanyai oleh Chandra.
Apalagi dengan munculnya lelaki bernama Arjuna yang dengan lancar bisa langsung memeluk Chandra bahkan mencubiti pipi gembilnya. Dan parahnya Chandra hanya tertawa!!
Panas hati Mark yang ngeliat dari pintu. Tapi langsung adem lagi pas Chandra liatin dia terus rentangin tangannya.
"Mau peluk Mas pacar~"
Yakan Mark jadi luluh, melebur bagai jelly hanya untuk Chandra.
Perkembangan Chandra diluar perkiraan. Tapi tetap saja ia masih menolak bertemu Jeno. Bahkan Narendra saja sudah akrab dengan Chandra dikunjungan lelaki manis itu yang kesekian.
Jeno pusing tentu saja. Ia belum menyampaikan maafnya dengan benar. Setiap malam ia akan bangun dengan keringat disekujur tubuhnya. Memimpikan Chandra yang berteriak padanya bahwa ia membenci Jeno.
Jeno akan berakhir menangis sepanjang malam hingga ia tertidur. Jeno mulai kehilangan nafsu makannya dari hari kehari. Jeno bahkan memilih meninggalkan rumah agar Chandra bisa beristirahat dengan nyaman.
Orangtua dan kakaknya mulai khawatir. Terlebih Rendi yang melihat bagaimana kulkas di rumah sewa Jeno tetap utuh seminggu setelah ia mengisinya.
Setelah berdiskusi dengan Tama dan Wendy, mereka memutuskan membicarakan ini dengan Chandra pelan-pelan. Rendi maju sebagai orang yang akan berbicara dengan Chandra.
"Adek? Kakak boleh masuk?"
Chandra ngangguk pelan terus ngajak kakaknya buat rebahan dikasurnya.
"Adek sekarang makin gembul nih, dikirimin makanan terus sama pacarnya."
Chandra ndusel malu-malu dilengan Rendi, "hehehe~"
"Manisnya~"
Chandra makin ndusel di Rendi. Rendi ngeluarin ponselnya terus buka galerinya, "Dek, kakak mau tanya boleh?"
"Tanya apa?"
"Adek, masih inget abangkan?"
Chandra diem sebentar terus ngangguk pelan.
"Adek gak penasaran kenapa abang gak pernah dirumah?"
Chandra diem gak jawab pertanyaan kakaknya. Akhirnya Rendi meluk adeknya sayang, "Abang sengaja pergi supaya adek sembuh dan abang juga gak sakit tiap adek ngusir dia pergi."
Chandra nyembunyiin mukanya dipelukan Rendi.
"Abang udah nyesel dan abang udah dapet hukumannya. Adek yang gak mau liat abang adalah hukuman terbesar dan terberat yang abang terima."
Rendi berusaha buat gak nangis. Dia sebagai seorang kakak ngerasa gagal pas liat dua adeknya jatuh kayak gini.
"Adek mau liat foto abang?"
Chandra ngangguk kenceng, matanya udah basah sama air mata. Rendi ngapus lembut air mata adeknya terus ngulurin ponselnya.
"Ini foto abang sama adek, sebulan lalu mungkin? Pas main ke apart kakak. Liat pipi abang, gembul."
"Abang lucu~"
"Adek juga lucu. Adek mau liat abang yang sekarang?"
Chandra ngangguk terus Rendi geser layar ponselnya. Ada foto cowok yang lagi duduk disana. Pipinya kurus, matanya sayu, keliatan kayak orang sakit.
"Ini abang sekarang. Adek, masih gak mau ketemu abang?"
Tangis Rendi pecah bersamaan dengan tangis Chandra. Mereka berdua tergugu dalam tangis saat menyadari salah satu saudara mereka tengah jatuh.
Chandra memang jatuh, jatuh dengan sangat. Tapi banyak orang yang mau mengangkatnya. Jeno juga seperti itu. Tapi sayangnya Jeno enggan untuk bangkit karena tangan yang ia tunggu belum mau meraihnya.
Pintu kamar diketuk pelan. Dharma masuk dengan mata memerah menahan tangis. Ia menatap kedua anaknya sendu.
"Ayo siap-siap, kita harus ke abang."
"Bun?"
"Abang jatuh dari lantai 2."
Sepertinya cobaan keluarga ini belum selesai.
*****
Cukupkan? Hukuman buat abangnya udah yaa~
TMI: AKU NGETIK INI CHAPTER SAMPE NANGIS, APALAGI BAGIAN RENDI SAMA CHANDRA😭😭😭😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey. Bae. Like it. [MarkHyuck]✔
Short StoryDimanapun tempat kita saling bertukar pandang Kita selalu memimpikan lagu indah Langit berwarna saat kamu menyentuhnya Semua warna bercampur menjadi satu Dilangit yang cerah, terukir namamu--- Warn: isinya tak sesuai deskripsi Mark X Haechan BXB AU ...