VI. | Waktu Evaluasi

60 16 1
                                    

Mereka menaiki elevator kembali ke lantai utama, dikejutkan bahwa tidak ada lagi sekat-sekat sempit namun ruang terbuka yang jelas beratapkan sesuatu yang tampak seperti kaca berbentuk kubah.

Ann memperhatikan kubah dengan seksama, membiarkan Fiore dan Lucia berjalan duluan mendahuluinya.

Kubah atap memang tampak transparan, tapi tidak ada sinar matahari masuk yang terasa menusuk, malah arena itu terasa teduh. Kemungkinan bangunan arena itu mudah disetel sesuka hati menjadi dungeon-dungeon dengan model tertentu, seperti lorong sempit berlantai besi berisik yang menjadi tempat mereka melakukan orientasi barusan. Ann pernah melihat hal yang sama ditampilkan di layar besar di Kota Nelayan, bagaimana 'ilmu spatial' (menurut narator, Ann tidak tahu apa gerangan yang dimaksud dengan spatial) tengah dikembangkan secara intensif dengan kombinasi antara sihir dan teknologi. Tontonan yang cukup menarik, karena dengan hologram berbentuk solid, mata manusia dapat terkecoh menganggap mereka berada di sebuah tempat yang besar atau sempit pada sebuah luas bidang yang sama.

Oke, mungkin itu tidak penting sekarang: evaluasi ada di depan mereka dengan evaluator mereka telah berdiri menunggu.

Di depan pintu masuk satu-satunya arena, telah berdiri sang instruktur berambut pirang yang Ann pertama kali lihat ketika ia datang ke arena. Ia tampak tidak memperhatikan dua belas siswi yang datang, separuh babak belur dan terlihat letih. Sebuah buku melayang di hadapan wajahnya, buku dengan sampul yang terlampau antik; sulur-sulur yang mengkilat, ditambah inti bola merah besar yang tampak sebagai ujung magnet untuk menutup buku. Mata sang instruktur sibuk melihat satu demi satu halaman, membaliknya hanya dengan guliran mata.

Sama seperti ketika Ann melihat para prajurit Caelia berbaris di tepi pantai berpasir dalam, mereka mengambil posisi sikap istirahat serapi mungkin. Kedua tangan terlipat di dekat pinggang, tangan kanan mengepal sementara tangan kiri menyokongnya. Barisan dibuat tiga ke samping, tiga ke belakang. Jarak antar tiap siswi adalah setengah lencang depan. Ann melirik Fiore yang tampak tidak ingin maju, sementara tiga baris lain sudah berjejer rapi.

"Yang pendek di depan." imbuhnya.

"A-aku tahu!"

Setelah empat baris itu sudah membenahi diri, mata biru sang guru naik dari lembaran buku.

Instruktur juga mengenakan dasi merah, walau hanya pita tipis yang melingkari kerahnya dengan longgar. Jas biru dengan lambang Dresden tidak ia kancing, kemeja putih polos dan rok panjang hitam dengan ikat pinggang hitam terlihat jelas di sana. Senyumnya terkembang, meruncing di ujung-ujung sisi, seperti kucing - atau mungkin rubah yang telah menemukan buruan, terutama karena matanya yang cenderung sipit. Ia mengibas surai pirangnya yang sejenak berkilauan terkena kilap matahari di atas mereka, kemudian ia mengambil sikap yang sama dengan para muridnya: kedua tangan di belakang punggung, kaki terbuka mengerucut ke dalam pada sudut tumpul.

"Selamat kalian sudah melewati masa orientasi kali ini," nadanya tegas, namun rileks. "Seperti yang saya umumkan lewat interkom, sekarang saya akan mengevaluasi kinerja kalian."

Beberapa murid menegang, ada juga Ann yang menatap ke arah sang guru datar. Instruktur itu menaikkan tangan kanannya ke udara, tiga layar besar segera muncul di belakangnya. Masing-masing layar menampilkan banyak sekali tangkapan gambar, juga ada rekaman-rekaman dalam durasi singkat. Instruktur pirang menatap layar itu dibarengi kekehan kecil, alih-alih menemukan sesuatu yang lucu di antara banyak sekali piksel-piksel buram itu.

"Saya akan mulai dari hal umum," ia berdehem. "Di antara kalian, hanya ada satu kelompok yang menjawab soal-soal tadi dengan sempurna."

Jemari bersarung tangan hitam itu menunjuk barisan Fiore - barisan Ann. Semua pandang pun segera tertuju pada mereka yang membelalakkan mata.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang