LXXVIII. | Garis Depan, bagian keempat

17 7 0
                                    

'Kita akan mengangkat asap itu' - itu rencana yang Ann berikan kepada mereka.

Muriel menarik ujung pelontar agar mengarah ke area pertarungan. Dengan bantuan pelontar yang rusak separuh itu, mereka akan 'memusnahkan asap'. Yang akan mereka pusatkan adalah angin, yaitu elemen sihir Fiore, dengan kekuatan penuh tanpa maksud merusak. Saat semua terfokus dengan asap yang mendadak sirna, sisa dari mereka yang tidak menjaga pelontar akan melompat turun membantu pasukan pertahanan dan mencari Jenderal Besar.

Ann menatap tangannya. Ia tidak tahu seberapa banyak orang yang bisa ia netralkan dari pengaruh Progenitor, namun tidak salahnya untuk dicoba.

"Sudah siap?" tanya Fiore, yang sudah mulai membangun lingkaran-lingkaran sihir dalam jumlah besar di sekeliling selongsong untuk mengalirkan sihir.

Ann menaikkan tombaknya, bersamaan dengan Muriel dengan kapaknya dan Alicia dengan pedangnya. Hilde dan Blair mempersiapkan senjata mereka untuk bertahan di sekitar pelontar, mengantisipasi serangan jarak jauh yang muncul sesaat mereka mengaktifkan alat itu dan memberitahukan lokasi mereka.

"Tembak!"

Angin berputar dan berpusat di ujung pelontar, dengan suara debam kencang, angin yang terkumpul itu menghempas meniup bumi. Sejurus kemudian, ketiga mereka segera melompat turun menerjang beberapa tentara yang tampak kehilangan arah sesaat asap itu tertiup sempurna.

Area pertarungan itu menyerupai kawah, banyak sekali lubang di tanah akibat ranjau aktif yang terinjak dan memakan korban. Pasukan pertahanan yang memakai insignia biru Caelia terpojok dalam usaha pasukan penyerang Bluebeard yang dipimpin oleh seorang tegap berzirah emas.

Di antara keramaian tentara yang bertahan, Ann melihat sesosok berambut hitam yang tidak asing, tapi ia mengesampingkan itu dan memukul mundur tentara yang mulai mengelilingi mereka bertiga.

"Ann!?" pekik suara familier itu. Lagi, Ann tidak bisa menoleh memberikan sebuah tanda bahwa segalanya akan baik-baik saja.

Tombak Ann terus mendorong, sementara Muriel menebas paksa siapa pun pengguna pedang yang mendekat. Teriakan dan lolongan muncul dari berbagai sisi, mengundang panik dan menyita fokus, Ann menjejak kuat-kuat mendorong lebih kuat, dibarengi dengan ia mengalirkan kekuatan penetralnya ke tentara-tentara yang terdorong mundur. Alicia terus berusaha melindungi orang-orang yang maju mencoba menarik seragam Ann, seiring dengan semakin banyak tentara yang mendadak tumbang setelah mengenai tombaknya.

"Gila, tidak ada habisnya!" keluh Alicia. "Terus, Ann! Terus mendekat ke Jenderal Besar!"

Di saat Alicia kewalahan, sebuah panah angin menembus dan menusuk tangan salah satu tentara, membuatnya terjatuh ke lantai tertahan dan mengerang kesakitan. Alicia kembali menyerang balik dengan tebasan lebih lebar dan Muriel mulai menarik beberapa tentara Caelia yang berguguran ke arah perlindungan.

"Kamu ngapain–"

"Diam." Fiore menaikkan badan busurnya, melindungi serangan proyektil dari arah selatan. "Cepat dekati Jenderal Besar!"

Fiore mendorong punggungnya sementara ia menggunakan tameng sihir berkilat kehijauan untuk menahan siapa pun yang berani mendekat. Alicia, kini dibantu beberapa tentara Caelia, menangkis para pengguna tombak. Luka-luka kecil mulai terasa perih dari banyak senjata yang mengarah ke wajahnya dan serangan sihir jarak dekat yang menggores tombaknya.

Ia mulai merasa tubuhnya sedikit protes. Ia kesulitan untuk mulai berlari cepat. Kakinya yang gemetaran itu ia jejakkan kuat-kuat ke tanah, memaksa dirinya untuk terus berlari. Ann tidak menoleh, mempercayakan punggungnya pada ketiga temannya. Ann tidak lagi berusaha menolong mereka karena mereka sudah memercayakan segalanya pada Ann. Ann tidak boleh berhenti sekarang. Ann harus membayar janji agar mereka semua bisa pulang dengan selamat. Mereka semua. Tidak terkecuali. Ann tidak akan mengorbankan dirinya sendiri. Ia juga harus selamat. Bila rencana ini berhasil, ia akan selamat - mereka akan selamat.

Menggunakan kekuatan itu terasa seperti dirinya kehilangan salah satu bagian tubuhnya. Berbeda dengan sekedar menarik energi sihir untuk mengeluarkan sedikit sihir pertahanan. Darahnya seperti mengalir terbalik dan ia merasa tubuhnya tercabik-cabik dari dalam. Memang, kekuatan itu tidak bisa dibuktikan terlebih dahulu dan praktik langsung di lapangan itu sangat berbahaya, tapi paling tidak diversi dari prajurit yang tumbang dan tersadar kelimpungan berhasil membuat konsentrasi serangan Bluebeard menipis.

Sedikit lagi, Ann menggeram. Ia merasa tangannya sedikit kebas, pegangannya di tombak mulai melemah. Ia mencengkeram erat-erat, menggertakkan giginya. Tidak, ayo, masih ada banyak lagi sebelum sang Jenderal-

Suara lolongan, sebelum sebuah tombak melesat dari kejauhan, menumbuk beberapa prajurit yang maju menuju Ann jatuh. Sesosok berambut hitam berlari menuju Ann, mengambil kapak yang terjatuh percuma di sana dan melemparnya ke arah baris prajurit berikutnya.

"Mana semangatmu barusan, cepat amat kehabisan baterai," ejek sang kakak, Julia Knightley, seraya menepuk pundaknya. "Kamu dengar apa kata teman-temanmu tadi. Terus maju, aku akan mendampingimu."

Julia kembali memanfaatkan senjata yang percuma terbuang karena pemiliknya sudah terkulai tak bernyawa atau pingsan. Ia mengambil satu bilah tombak dan satu kapak besar, menerjang kerumunan yang hanya tahu menyerang lawan. Ann ikut di belakangnya, berlari lebih cepat, napasnya mulai terputus-putus. Pandangannya yang kabur masih tertuju pada sosok berzirah emas yang tak lagi jauh, terkepung di antara tentara yang berani mati. Ann memusatkan energinya untuk melumpuhkan tentara secepat yang ia bisa.

"Jenderal Sigiswald Reinford!" pekik Ann. "Jenderal!"

Pemilik zirah emas itu akhirnya mendengarnya - atau kurang lebih, memenuhi panggilannya. Tombaknya membelah ombak antara tubuh-tubuh tentara yang jatuh karena serangan Julia dan karena ditumbangkan oleh kekuatan Ann.

Jenderal Sigiswald Reinford membuka helm zirahnya, menatap Ann dan kemudian Julia dengan ekspresi tak percaya. Helm itu berkelontang di tanah, bersamaan dengan pelindung-pelindung sang Jenderal yang tersungkur.

Di tengah badai pertarungan yang memanas itu, ketiga orang yang mungkin tidak seharusnya akan bertemu, saling bertatapan.

Ann menghela sedikit napas lega. Tebakan mereka mengenai Jenderal yang tidak lagi terpengaruh oleh Progenitor adalah benar. Entah apa alasan beliau ada di sana; entah menjalankan tugas atau cuma ingin mencari tempat mati. Ekspresinya yang gigih kini seperti sebuah ceruk kosong. Alih-alih nyawanya merenggang sementara ia menyalahkan segala yang terjadi pada dirinya sendiri.

"... Komandan?" Julia mendesis, mengetahui wajah di balik seluruh luka itu. Julia tanpa takut meraih tangan Jenderal yang tergantung di udara, seperti tengah meraih sesuatu yang tidak ada. "Komandan, kenapa-"

Tangan Komandan tertatih meraih lengan Ann.

"... Tiana, bisakah kamu menolongku?"

"Saya bukan Tiana, Jenderal," ucap Ann cepat. "Saya Ann Knightley."

"Ann," ucapnya lagi, lirih. "Tolong kami."

Julia menatap Ann dengan penuh keheranan, sementara Ann menaikkan tombaknya setinggi-tingginya. Kekuatannya ia pusatkan di seluruh tombak itu, sebelum ia mengucapkan sebuah mantra yang tersemat di pita suara yang ditinggalkan Tiana Chevalier, mengakses penuh kekuatannya dalam satu tembakan ke udara.

"Rhetenor."

Riak gelombang terasa melebar, alih-alih tak berbentuk lagi mengalir, seperti sebuah dentum yang melingkupi area itu dan menggema sejauhnya.

Hal yang Ann ingat terakhir kali sebelum kesadarannya buyar adalah senyum pahit sang Jenderal Besar yang kembali berdiri tegak, menghadap pasukannya yang tercerai-berai, berteriak keras menyuarakan semua untuk mengangkat senjatanya dan berdiam diri.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang