XXXVI. | Larik

31 10 0
                                    

Selama hidupnya, Ann merasa tidak pernah dirinya menggeram. Tidak pada bawahan kakak-kakaknya di barak yang suka bersenda gurau atau mengata-ngatainya terlalu muda untuk belajar tombak. Tidak juga pada kakaknya yang suka mengusilinya saat hari ulang tahunnya.

Saat itu, yang ada di dalam dirinya hanyalah amarah. Rasanya seperti jantungnya remuk. Seperti darahnya membara dan melompat-lompat di dalam pembuluh. Ia memegang tombaknya dengan getaran yang hebat, sementara wanita di ujung tombaknya tertawa lengking. Perangainya berubah dari tenang menjadi haus darah.

Hana yang tersungkur tak sadarkan diri tengah dipanggil-panggil namanya oleh Lucia dan Gloria yang juga terluka. Sementara, Eris yang hanya bisa mendecak gusar tidak bisa menghampiri mereka karena Rook menahannya untuk pergi. Duel sengit antara dua pedang dan satu masih kental di udara, Rook tidak menunjukkan tanda-tanda menyerah atas peringatan Messenger sebelumnya.

Gigi Ann menggertak, menahan teriakan dirinya sendiri. Teriakan frustrasi hanya akan membuat wanita di ujung tombaknya ini semakin puas.

"Berikutnya, temanmu yang mana yang akan kuhabisi? Atau malah kamu yang kuhabisi?" ucap Messenger dengan nada mendayu. "Oh, atau kamu bisa membunuhku duluan? Ah, tapi kadet dalam masa latihan tidak diperbolehkan membunuh orang ya ..."

Ingin rasanya Ann menghujam tombak saat itu juga. "Lepaskan kami dan kalian akan mendapatkan kalung itu kembali."

"Eh? Padahal kami tidak menginginkan kalung itu lho." kekehnya. Ann tak kuasa menaikkan alis. "Kami hanya penasaran seperti apa objek penelitian Master kami, Sang Ratu."

Master, kata-kata itu terdengar sangat familier. Ann mendorong kembali tombaknya sedikit, menggores leher jenjang itu. Menodai jubah putih itu dengan jejak darah. "Bohong."

"Kami dari E8 bersumpah untuk tidak pernah berbohong atas tujuan kami, tapi kami tidak janji akan bersih dengan cara-cara kami." Messenger berucap.

"... E8?" ulangnya.

"Kamu tidak perlu tahu asal-usul kami. Kamu hanya cukup tahu kalau evaluasi ini berjalan dengan sangat baik. Kamu diberi nilai baik oleh Sang Ratu." senyumnya meruncing lagi. "Oh? Sepertinya si pengguna sihir lemah di kubu kalian tengah menuju ke sini untuk balas dendam."

Ann mencoba mencuri pandang. Ditendangnya jauh tongkat Messenger agar ia tidak bisa segera meraihnya. Ann juga menahan kaki Messenger dengan seluruh tungkainya agar ia tidak bisa kabur.

Di sisi pandangnya, Lucia menyerahkan Hana yang terkulai ke tangan Gloria. Wajah gadis berambut hitam itu berpeluh darah Hana, ekspresinya kosong. Tangannya yang berbalut sarung tangan menggenggam erat tongkat berbadan keperakan di tangannya seakan hendak menghancurkannya. Eris yang fokus tampak tidak menyadari Lucia mendekat, walau terlihat Rook akan mengubah haluan menuju Lucia yang datang.

Alih-alih mengetahui apa yang akan terjadi, Messenger berucap: "Bagaimana, hm? Kamu mau segera pergi menyelamatkan temanmu, atau terus mengunciku di sini?"

Ann mendecih. Ia hanya bisa memilih salah satu. Rook yang sadar Lucia tersulut dendam akan berusaha menghalanginya dan Eris mungkin tidak secepat itu menghalaunya. Lagi, bila ia melepas Messenger, wanita licik ini akan mengambil alih tongkatnya dan mengisi kembali sihir pelurunya.

Akan ada yang terluka lagi dalam kurun waktu singkat. Ia harus memilih. Setiap pilihan, akan ada yang terluka nantinya.

Kekehan Messenger di bawahnya terlampau menyakiti telinganya. Amarahnya makin meledak-ledak.

Sesuai dugaan Ann, Rook menangkis pedang Eris dan menghadang Lucia, tebasan cepat itu sudah terarah menuju tubuhnya.

Segalanya berjalan begitu cepat, Ann tidak dapat menangkap apa yang terjadi dengan matanya, tetapi ia mendengar lolongan keras dari Rook. Lucia berdiri tegap tanpa cacat, sejenak Rook bersimpuh di tanah, kedua pedangnya melorot begitu saja dari tangannya.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang