XXXV. | Lekang

28 10 0
                                    

Dua orang aneh berjubah putih dan bertopeng putih. Mereka berlima dengan senjata terangkat dan antisipasi. Sudah jelas dua orang bertopeng putih itu kalah jumlah, tapi mereka tidak mungkin datang ke sana untuk kalah.

Melihat bagaimana 'Rook' dan 'Messenger' memegang senjata mereka masing-masing, sudah dipastikan mereka adalah profesional, walau entah mereka berasal dari latar belakang militer atau tidak. Kalung yang menjadi incaran memang sudah ada di tangan mereka berlima, akan tetapi mereka tidak bisa kabur dari sana tanpa melewati dua wanita itu.

Yang pastinya, pergi dari sana tidak akan mudah.

Mereka berlima mengambil formasi 2-2-1, formasi bertahan yang diajarkan oleh Instruktur Faye ketika tidak ada yang tahu seperti apa kemampuan lawan. Eris dan Hana berada paling depan, Ann dan Gloria mengambil bagian tengah dan Lucia yang bertindak sebagai support ada di baris paling belakang.

Rook tersenyum, "Tenang saja, kalian tidak akan bisa menembus perisai anti-manusia yang dibuat Messenger di sekitar tempat ini, kecuali kalian tiba-tiba punya kekuatan sihir di atas Penyihir Masyhur."

Perisai, Ann mengedarkan pandang ke sekeliling mereka. Kabut yang mendadak menebal di antara sisi-sisi pintu masuk bukan sekedar kabut biasa. Yang ada di benak Ann adalah kemungkinan kalau 'perisai' yang dimaksud Rook berupa miasma yang dapat membunuh mereka bila mereka mencoba mendekat. Dengan Cincin Peri, mereka bisa saja mengetahui radius 'perisai' yang disebut-sebut oleh musuh, tapi mereka harus memusatkan perhatian pada Rook dan Messenger.

Sekali saja mereka lengah, keadaan bisa berbalik.

"Anda pastinya sudah tahu kami tidak punya kemampuan itu," Eris menggertak. "Tapi kami tidak akan menyerah."

"Oh? Beraninya kalian~" Rook bersiul. "Berdansalah para bocah!"

Dengan cepat Rook menuju ke arah tengah, berusaha menembus barikade formasi mereka sementara Messenger di belakangnya tengah bersiap memanggil sihir. Eris dan Hana menutup tebasan ganda Rook dengan panah dan pedang. Ann dan Gloria berpencar berlawanan arah untuk berusaha mengepung Messenger, lagi Rook dengan cepat kembali ke posisi awal. Seperti berjalan di atas angin.

Melempar tombak sepertinya bukan pilihan yang tepat untuk saat ini, sehingga mereka berempat bersikeras untuk memukul mundur Rook sambil mencoba menginterupsi Messenger.

"Angin!"

Sihir Lucia sedikit mengaburkan konsentrasi Messenger. Tongkat itu masih menyala terang dengan segala energi sihir yang dikumpulkannya. Lingkaran sihir kecil berwarna kuning secara sporadis mulai terbuka di belakangnya, siap menembak.

"Pilar cahaya!"

"Lari!"

Eris dan Hana yang mengunci gerak Rook bertahan di posisi semula, Ann, Gloria dan Lucia mulai berlari mengitari tanah lapang menghindari proyektil yang dihasilkan masing-masing lingkaran cahaya yang ada. Rook berhasil melucuti dua senjata, memaksa Eris dan Hana mundur. Lagi, mereka berdua tidak melepaskan buruan terlalu lama. Kembali mereka beradu senjata dengan Rook yang menanggapi dengan tangkas.

Baik Eris maupun Hana berbeda ketika mereka fokus bertarung. Eris mengeluarkan berbagai sabetan-sabetan kecil untuk mengimbangi Hana yang terus mengecohkan konsentrasi Rook dengan mengubah mode senjatanya berulang kali. Rook mengantisipasi serangan mereka dengan terus berada dalam jarak dekat sehingga Hana tidak bisa memanjangkan bilah kapaknya untuk serangan jarak jauh.

Sementara, kucing-kucingan antara Ann, Gloria, dan Lucia melawan Messenger berjalan beberapa lama untuk mengukur berapa banyak serangan sihir yang bisa dilakukan pengguna sihir itu. Lucia terus mengintervensi dengan sihir anginnya, terdapat sepersekian detik jeda sebelum lingkaran sihir itu hadir. Messenger tampak tidak menggunakan sihir lain untuk melawan mereka, peluru jarak jauh itu selayaknya tanda bahwa ia berusaha agar mereka tidak mendekat ke titik butanya.

"Lucia, berapa lama tameng anti senjata-mu bisa bertahan?" bisik Ann.

"Li, lima detik."

"Kamu sudah menemukan titik butanya?" Gloria turut.

Ann menunjuk ke arah Messenger. "Kurasa ia melindungi tubuhnya dengan tameng, tapi tidak mungkin tongkat itu juga dilapisi pelindung, 'kan? Bagaimana bisa ia mengalirkan sihir ke arah luar kalau tongkatnya dilindungi tameng anti serangan?" 

"Oke, arahkan sihirmu padaku, Lucia."

"Tung--Gloria?" Ann terbelalak.

"Paling tidak ini bisa membuat mereka goyah sedikit. Kita mengincar tongkatnya, ya?"

"Sangat berbahaya kalau kita juga mendekat. Rook bisa menebas kita."

"Santai saja, Ann~" Gloria mengedip. "Sedikit lecet tidak masalah asal kita bisa mengacaukan mereka berdua."

Sejurus dengan aba-aba yang diberikan, saat Gloria telah diselubungi sihir pelindung, ia menjejak keras-keras dan melompat ke arah Messenger. Ann mengikuti di belakangnya. Sihir pilar itu tampak perlu dipusatkan dalam beberapa saat dan Rook saat ini disibukkan dengan pedang Eris dan switch axe Hana. Gerakan pedang pendek itu sama sekali tidak terlihat oleh Ann. Ia seperti bermain-main antara menolak pedang atau membalikkan tebasan kapak.

Sasaran Gloria adalah pundak kiri Messenger, titik buta tempat pemilik topeng putih itu tidak memegang tongkat sihir.

CLANG

Benar saja, Messenger memasang pelindung untuk dirinya sendiri di sana, menolak mata tombak Gloria. Bukan berarti Ann tidak siap dengan kemungkinan tersebut. Digunakannya punggung Gloria sebagai pijakan dan dengan sekuat tenaga Ann melentingkan tombak miliknya mengenai tongkat sihir di bagian kanan hingga terdengar bunyi retakan.

"Ahh!"

Tongkat itu jatuh dari tangan Messenger yang tersungkur, juga lolongan umpatan Rook. Ann segera maju untuk menunjuk mata tombak tepat di sisi leher Messenger.

"Bocah tengik!"

Tebasan itu melebar. Eris dan Hana berhasil menghindar, sayangnya Gloria tidak. Pelipis Gloria terkena imbasnya, membuatnya terjungkal. Rook yang gelap mata tampak hendak menghujam Gloria, sebelum Eris menangkis dua pedang itu dengan pedangnya sendiri. Duel kembali terjadi antara dua pedang melawan satu. Sementara Hana berusaha membantu Gloria berdiri. Darah segar mengalir di pelipis kirinya.

"Ann! Tahan Messenger!" pekik Eris. "Jangan biarkan dia-"

"Heh," mendengar kekehan itu, Ann menaikkan mata tombaknya menempel di dagu Messenger, mencoba menekannya hingga darah menetes keluar. Akan tetapi, kerling mata yang tertutup topeng putih itu tidak menyiratkan rasa takut. Malah, Messenger yang lebih tersudut tersenyum menyeringai.

"Sudah main-mainnya, Rook."

"Tapi, Messenger, bocah kurang ajar ini-"

"Kalian pasti sudah merasa menang sekarang," Messenger mengerling ke arah Ann di depannya. "Padahal, bukan kami saja yang punya titik buta karena aku pengguna sihir."

Lingkaran sihir besar kembali muncul di atas kepala Messenger, padahal mereka sudah menghancurkan konsentrasi dengan merusak tongkat. Proyektil itu melesat ke arah Lucia yang berada di sisi terjauh tanah lapang, Lucia tengah berlari menuju ke arah Gloria yang terluka dan Hana yang tengah ada di sana mencoba menahan luka Gloria dengan kain dasinya.

Terlambat, sudah terlambat. Ann tidak mungkin berlari secepat itu menuju ke sana. Eris pun tidak akan bisa mengabaikan Rook yang membabi-buta menyerang.

"Lucia!"

Proyektil itu menuju sasarannya tanpa bunyi, lagi Ann merasa telinganya terus berdenging. Peluru cahaya itu tidak meleset, namun Lucia selamat dari serangan karena seseorang melindunginya di detik-detik kritis.

Hana yang menerima peluru itu segera jatuh ke tanah, bersimbah darahnya sendiri. [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang