Intermission 001: Anekdot Asrama Dresden

58 14 6
                                    

Alicia Curtis tengah merenggangkan tubuhnya di atas sofa ruang utama asrama, menemukan saat-saat sepi mendekati jam malam asrama diberlakukan sebagai saat yang tepat untuk membaca buku dengan pemandangan berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alicia Curtis tengah merenggangkan tubuhnya di atas sofa ruang utama asrama, menemukan saat-saat sepi mendekati jam malam asrama diberlakukan sebagai saat yang tepat untuk membaca buku dengan pemandangan berbeda. Ia melepas kuncir satunya, merapikan rambut-rambut yang bercabang, sebelum menguncirnya kembali, lebih longgar dari yang tadi karena merasa cabang-cabang rambutnya tertarik paksa.

Eris akhirnya membiarkannya untuk tidak mengikuti porsi latihan pedang malam, jadi Alicia segera melangkah pergi untuk mandi dan makan lebih awal, berharap buku yang sudah lama ia simpan mulai menemukan pembacanya. Ia menghormati Eris, jadi ia tidak membaca buku jauh-jauh dari ruang latihan, kalau-kalau si tuan putri tiba-tiba mencarinya.

Sesuai kalkulasi, Alicia punya waktu tiga puluh menit sebelum Ibu Asrama Thalia mematikan lampu lobi dan menyuruhnya naik ke kamar. Itu artinya, Eris akan selesai dengan latihannya paling tidak lima belas menit sebelum saat itu. Alicia masih punya paling tidak dua puluh menit waktu aman untuk membaca beberapa halaman buku.

Walau begitu, Alicia paham akan adanya standar deviasi dari perkiraannya itu - ada saja kejadian yang akan mengganggu niatnya untuk bersantai.

"Alicia Curtis!"

Ah, benar saja, gumamnya. Setelah ia merenggangkan badan di sofa, Alica membuka mata melihat Alena Valerian - Ketua Kelas Sembilan berjalan ke arahnya.

Sebuah papan jalan ada di tangan kanan Val, sementara jemari kirinya menaikkan kacamata berbingkai hitamnya. Alicia hanya bisa mengedikkan bahu, berpura memutar kepalanya alih-alih malas.

Malam itu, Val tidak memakai seragam lengkap, hanya kemeja putih dan rok seragam sekolah. Biasanya, sampai malam pun, sang ketua kelas akan tetap memakai seragam lengkap. Alicia merasa perubahan itu tidak perlu dipertanyakan, toh bagus bila ia tidak sekaku ketika awal-awal memulai kehidupan asrama. Walau demikian, Val masih tetap memanggil semua orang dengan nama lengkap mereka. Yah, mungkin lama-kelamaan ia akan melunak sendiri.

"Ada yang bisa kubantu~?" sahut Alicia.

Val menunjukkan lembaran di depan papan jalan, "Roll call, ikut denganku."

"Ehh? Kenapa harus aku?"

"Eris Malvin bilang kalau aku boleh meminta tolong padamu perihal apa saja."

Alicia melirik ke arah ruangan latihan yang ada tidak jauh dari sofa utama lobi. "Tuan putri benar-benar tidak mau aku santai, ya?"

"Cepat, kelas lain sudah selesai dengan roll call mereka."

"Aku tidak boleh bilang 'tidak mau'?" tanya Alicia. Dari ekspresi datar Val, Alicia yakin kalau itu adalah pertanyaan yang bodoh nan retoris.

Val mulai menarik lengannya dari sandaran nyaman sofa. "Ayo jalan."

"Aye aye, kapten ..." sambutnya lemas.


Roll call atau absensi kamar setiap harinya dilakukan oleh ketua dari masing-masing kelas bersangkutan tiga puluh menit sebelum lampu lorong dimatikan oleh Ibu Asrama. Pada awalnya, absensi dilakukan oleh Ibu Asrama, hingga semua kelas punya ketua mereka sendiri. Jam malam di asrama itu adalah jam 10, ada kelonggaran sekitar sepuluh sampai dua puluh menit apabila ada siswi-siswi yang perlu keluar karena urusan mendesak. Siswi diperbolehkan untuk berada di luar asrama juga dengan surat tertulis yang ditandatangani Ibu Asrama, Instruktur kelas, dan Kepala Sekolah.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang