LXXXIII. | Stagnansi

14 6 1
                                    

Tidak ada setengah bulan mereka meninggalkan sekolah, tapi Ann merasa kota Folia dan gedung asrama mereka menjadi sangat berbeda.

Tanah gravel teratur yang dulu Ann kagumi kini sekarang bolong di beberapa tempat. Perkebunan apel dan anggur yang kerap Ann lihat rimbun kini separuhnya hilang, gersang total entah karena tertimpa senjata sihir besar atau diledakkan oleh bom. Beberapa toko yang etalasenya bersih kini etalasenya berlubang, menunggu kaca baru menggantikan. Pembangunan cepat di beberapa sisi kota yang terdampak berat dipercepat, segalanya diberi label khas Sekolah Militer Dresden.

Mereka tetapi tidak bisa berlama-lama mengamati kota karena mereka segera diarahkan ke asrama mereka yang ... tidak hancur sih, tapi lobinya diperbaiki sebagian. Anak-anak Kelas Tiga dan Kelas Enam menyambut mereka dengan gegap-gempita saat mereka masuk ke asrama, layaknya lama tidak berjumpa. Instruktur Faye melambai dari sofa lobi, satu tangannya patah, kata murid Kelas Tiga yang berlalu-lalang. Instruktur Lysander termasuk dari mereka yang menyambut anak Kelas Sembilan dengan teriakan penuh kebahagiaan. Matron Thalia tampak rapi seperti biasa, dengan plester di pipi dan pelipisnya.

"Matron bisa berantem?" Ann berbisik.

Hana yang menjawab, "Kamu belum tahu saja seberapa seramnya Matron, Ann."

Setelah mereka menaruh tas masing-masing di kamar dan berbenah, mereka turut makan malam dengan semua anggota kelas lain selayaknya biasa. Kali ini, akan tetapi, anak-anak Kelas Enam tidak membiarkan Muriel membantu dan memintanya langsung duduk bersama anak Kelas Sembilan.

"Sekali-sekali dijamu boleh, dong, Riel," pungkas Eris. "Rasanya seperti mimpi kembali kemari."

Eris benar. Walau mereka sudah menargetkan akan kembali di sana dengan selamat dengan anggota lengkap, jalan menuju ke sana sangatlah terjal. Rencana mereka sempat buyar di awal karena ditembak jatuhnya Titania-Alpha dan mereka yang harus mengorbankan unit Lysander dan Titania untuk bisa mengambil alih pelontar yang menjadi kunci untuk membalikkan keadaan. Mereka kehilangan dua unit Warden yang harus di-overhaul (yang tentu saja diterima dengan senang hati pesanannya oleh Gloria), sementara Titania hitam ditaruh sementara di Dresden untuk diperbaiki sebelum dikembalikan ke Spriggan. Selain materi, mereka juga menderita luka-luka dan perlu waktu untuk mereka bisa kembali ke sekolah seperti sekarang ini. Ann, Muriel, Karen dan Alicia yang mendapat perawatan jangka panjang tidak diinterogasi layaknya siswi lain, tapi mereka tetap dimintai keterangan tentang apa yang mereka lakukan selama mereka membantu pasukan Caelia.

Val mengetuk meja mereka tiga kali, alih-alih membuka dengan simbolis, "Aku perlu memberitahu kalian. Kalian pastinya melupakan kalender akademis dan lupa kalau ada ujian–"

"Yak, cut! Ketua kelas dilarang membuat suasana hambar!" Alicia menginterupsi dengan menarik Val kembali duduk.

"Lupakan dulu ujian bisa kali, ketua!" Blair berseru dari sisi meja seberang, dibarengi gelak tawa yang lain.

Ya, suasana ini adalah salah satu yang mungkin akan Ann rindukan dari keseluruhan anekdot Kelas Sembilan. Mereka mungkin sekarang bisa dibilang lebih tangguh setelah mengalami serangkaian peristiwa, tapi melihat Kelas Tiga dan Enam yang tak ada bedanya dengan mereka, semua melalui Perang Sipil Angia dengan cerita mereka masing-masing. Semua terluka. Semua merasa kesusahan. Semua merasakan ada di titik terendah dan merasa tidak mampu. Lagi, mereka melalui semua itu dan kembali memenangkan kehidupan 'normal' mereka, bersekolah dan terus belajar untuk nantinya membuat keadaan menjadi lebih baik.

Ann menopang dagunya, memerhatikan seisi kelasnya dengan senyum. Lucia mencolek pundaknya.

"Ann," serunya. "Saya dengar dari Fiore ada sedikit masalah pada pita suaramu, apa sekarang sudah lebih baikan?"

Ann mengangguk, "Tapi rasanya aku jadi bingung cara berbicara yang benar."

"Bisa saja kamu, bilang aja malas." komentar Gloria di sampingnya.

Ann mengedikkan bahu, "Memang?"

"Tuh, kan. Jangan ambil hati, Luce." pungkas gadis berambut merah itu lagi.

Ann memerhatikan Lucia dan Gloria sekali lagi. Sesuai perkiraannya, kalimat soal mereka 'mengalami luka ringan' itu seperti sebuah kebohongan. Lucia yang berusaha melindungi Hana dan Eris tangan kanannya diperban hingga siku, sementara Gloria kembali mendapat jahitan baru di kepalanya. Menurut cerita hiperbolik Hana, mereka berempat sebagai bagian dari Unit Delta menumbangkan banyak sekali musuh layaknya tentara handal tengah menebas dedaunan dan kelopak bunga. Ann mempercayai saja kisah itu, karena memang Lucia, Hana, dan Eris beda soal kalau sudah waktunya tempur. Gloria ... Gloria lebih sebagai pendamping.

"Kekuatanmu itu memang luar biasa ya," Gloria manggut-manggut. "Aku benar-benar takjub. Hilde sampai menjelaskan kalau semua tentara itu tumbang mendadak dan kembali sadar dengan linglung. Separah itu ya, cuci otak?"

"Maaf, aku nggak lihat sampai selesai karena aku tumbang juga," Ann berkomentar, Lucia tertawa kecil karena itu.

"Kerja sama kita memang masih perlu dilatih, tapi saya senang menjadi bagian dari kalian," imbuh Lucia. "Rasanya seperti ini kalau ada dalam tim. Sangat menyenangkan."

Ann sekedar tersenyum, mengiyakan ucapan Lucia dalam hati.

Makanan mereka datang, dibawakan oleh Kelas Enam dengan sangat terampil dan mereka benar-benar meminta Muriel tidak berdiri sedikit pun untuk sekedar memindahkan piring. Muriel bersungut-sungut sambil menyendok sup, sementara Blair dan Hana mencoba menghiburnya.

"Ya, jadi soal ujian-"

Alicia kini menahan mulut Val menggunakan roti. Sangat tidak sopan, tapi dibenarkan hampir seluruh anggota kelas. Val mengunyah kasar, "Apaan sih, Alicia Curtis!"

"Ketua kelas, tolong topik lain!" seru Alicia. "Ah, kita melewatkan festival musim gugurnya Folia, ya?"

Val menaikkan kacamatanya, "Sepertinya sih tidak jadi diadakan karena ... taulah kamu," ia memutar bola matanya. "Harusnya sih akhir Oktober tapi yah, paling kita sibuk ikut bersih-bersih setiap hari."

Hana berceletuk, "Bersih-bersih apa, ketua kelas? Mayat?"

"Hana Albertine! Jangan bawa topik hitam kalau lagi makan!" pekiknya.

"... Kata dia yang berusaha mengobrolkan ujian di tengah jam makan santai ..." sambung Hilde. Val menatapnya lucu, sebelum Hilde membalas teman sekamarnya itu dengan senyum cerah ribuan watt.

"Itu lho, Hana, membersihkan kota. Kepala Sekolah sudah berjanji akan membangun kembali kota Folia dan kita diharap terus membantu setiap harinya sebagai bentuk sumbangsih kita terhadap masa agresi." Lucia menjelaskan panjang lebar.

"Sumbangsih? Apa itu makanan?"

Blair tersendak. Gloria berusaha menahan tawa.

"Lucia, pakai bahasa yang mudah dimengerti Hana saja ya. Jangan lupa kalau dia itu agak kurang ... kurang otak?" Fiore mengoreksi.

"Fio jahat! Hana mengerti tauk, kalau yang itu!"

Mereka semua tertawa lepas. Pembicaraan makan malam itu pun hangat seputar membersihkan kota dan mungkin ikut dalam proses konstruksi. Sementara, Ann menghitung mundur hari itu. Lima hari lagi sebelum ia harus pergi, ia harus menggenggam segala memori ini baik-baik.

Gloria menyenggol lengannya, "Kamu kedepannya jangan diam-diam saja, ya. Kalau ada apa-apa, bilang saja! Kamu sudah lihat, 'kan, betapa lihainya kami mengikuti gabungan rencana bulusmu dan Karen."

Ann mengernyitkan dahi di bagian 'rencana bulus' tapi ia tidak mampu mengiyakan kebaikan Gloria.

Karena ia pun menyembunyikan kenyataan bahwa ia tidak akan lama-lama lagi ada di sana.

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang