XXI. | Kupu-Kupu Merah

36 12 1
                                    

Ann tidak pernah terlalu ingat akan mimpi yang dialaminya namun mimpi itu terasa sangat jelas.

Ia ingat sedang duduk bersama Blair di gerbong makan, akhirnya dia tertidur setelah mengikuti kelas di atas kereta yang membahas sejarah yang luar biasa membosankan. Ada seseorang menarik lengannya dan ia terbangun, tapi ia tidak lagi di dalam kereta milik Dresden.

"Bangun." ucap anak kecil berambut coklat yang terus menarik-narik lengannya. Ann beringsut pelan, mengucek matanya untuk melihat bahwa dia ada di sebuah laboratorium.

Ia mengerjap sekali lagi - ruang yang baik lantai dan dindingnya terdiri dari aluminium keperakan - ya, dia tengah berada di sebuah laboratorium. Gadis kecil di sampingnya itu duduk di sofa panjang dengannya, sementara ia tertidur di atas meja, gadis itu tampak riang bersama buku bacaan di pangkuannya.

Gadis itu mirip sekali dengannya ketika masih kecil. Rambut coklat, mata ungu, senyum lebar yang kata kakaknya terlihat bodoh. Dia mengenalkan setelan berupa kain putih panjang yang nyaris menutupi kakinya.

"Jangan tidur lagi!" ucap anak itu, lagi-lagi menarik lengannya. "Sebentar lagi Master akan datang!"

"Master ...?" tanya Ann keheranan. Mimpi macam apa ini sebenarnya?

"Master! Kamu lupa dengan Master? Apa kamu tidur terlalu lama?"

Ann mengedarkan pandangannya untuk menemukan laboratorium itu penuh dengan berbagai tabung-tabung besar berjejer ke samping, walau semuanya kosong. Cahaya lampu putih menyorot tiap-tiap tabung, dan ada satu lampu neon panjang yang melingkupi ruangan itu dengan sinarnya yang sangat terang. Meja lain di ruangan itu menempel ke dinding yang memiliki banyak sekali layar. Sepertinya satu layar mewakili satu tabung. Tapi hanya ada kupu-kupu berwarna merah yang hinggap di papan ketik itu.

Tunggu, kupu-kupu? Laboratorium itu tertutup rapat, bagaimana kupu-kupu bisa masuk?

"Ayo kita cari saja Master! Aku mau makan!" anak itu mulai rewel.

"Cari saja sendiri, kenapa aku harus ikut?" dengus Ann.

"Kamu harus ikut, atau Master tidak akan memberiku makanan!" tunjuknya.

Ann menghela nafas panjang. Cengkraman anak itu begitu nyata, lagi Ann tahu bahwa itu mimpi. Apa ia akan terbangun kalau mengikuti anak ini pergi?


Lorong-lorong yang mereka lewati pun bercorak sama: tabung-tabung seukuran manusia ada di mana-mana mata memandang. Ann dibawa anak itu terus berjalan, tanpa henti, tanpa jeda, menyusuri lorong yang rasanya tidak ada habisnya.

Perlahan, Ann merasa pernah melihat tempat itu di suatu saat. Tapi ia tidak ingat Caelia maupun Kota Nelayan memiliki tempat seperti itu atau tidak. Bahkan, barak tentara Caelia tidak memiliki laboratorium sepenuh ini. Rasanya seperti sesak.

"Jangan berhenti!" perintah anak itu.

"Aku tidak berhenti." langkahnya menyeret gontai.

Di mana gerangan mimpi ini bercerita? Kemana mimpi ini akan membawanya pergi?

Anak itu berjalan hingga mereka menemukan sebuah pintu besi besar. Akhirnya lorong itu memiliki ujung, pungkas Ann dalam hati.

"Ini kamar Master. Kamu harus mengucap halo sebelum masuk."

"Bukannya lebih baik diketuk dulu, buka pintu lalu bilang halo?" sanggah Ann.

"Tidak, tidak! Ah, kamu benar-benar sudah lupa, ya. Mungkin kamu kebanyakan tidur."

Ann hanya bisa mengernyitkan dahi. Ia tidak punya pilihan selain menuruti perkataan anak ini.

Ketika ia berucap halo, pintu itu malah menghilang. Juga lantai di bawah kakinya. Gelap menguasainya, menggerogotinya hingga ia tenggelam.


"Knightley? Kalau kamu mau tidur, jangan ngiler di atas buku."

Blair Chevalier tertawa kering, menarik buku yang jadi sandaran tidurnya itu perlahan-lahan setelah ia sontak mengangkat kepala. Mimpi sudah berakhir, ingatannya soal mimpi itu perlahan kabur, seperti asap.

Di gerbong makan, hanya ada dirinya dan Blair. Konter dapur yang biasanya diisi orang tengah kosong. Blair duduk bersama segelas air di depannya, sementara Ann tidur berbantalkan buku.

"Masih agak lama sih kita sampai Folia, tadi kita sempat berhenti karena persilangan dengan kereta lain," tukasnya. "Mimpi apa sih? Kok kayaknya sampai kebingungan begitu."

Ann memegang kepalanya. "Aku sudah mulai lupa apa mimpinya."

"Hmm."

Buku yang menjadi sandaran tidur Ann tadi diputar-putar oleh Blair di atas meja. Buku dengan ketebalan sedang dan bertuliskan 'Sejarah Angia', dengan lambang kupu-kupu terlihat di sampulnya. Kupu-kupu yang terlihat sama yang disaksikannya dalam mimpi.

"Ada apa, Ann?"

"Itu kupu-kupu apa?"

"Hei, tadi 'kan baru dijelaskan di kelas sejarah," Blair menggeleng-geleng. "Itu kupu-kupu etnik Angia, sudah punah sih ratusan tahun yang lalu."

"Etnik?"

Blair mulai memijat pelipisnya. "Oke, jadi tadi kamu di kelas tidur dengan mata terbuka ya? Tapi nggak masalah, bisa kujelaskan kalau kamu penasaran."

Kupu-kupu merah adalah spesies sihir yang sudah punah, ucap Blair. Kupu-kupu ini dulu banyak sekali di daerah pegunungan Caelia, dan juga di sekitaran Spriggan. Kupu-kupu merah sering menjadi perlambang sebuah kejadian sihir tertentu, tapi kebenaran soal perlambangan ini cukup abu-abu. Spesies ini masih sering diperbincangkan dalam topik flora dan fauna sihir, tapi segalanya tidak lebih dari pembicaraan semata. Sesempurna mitos.

"Rasanya aku pernah lihat kupu-kupu ini saat kecil."

"Serius? Paling kamu salah lihat." seru Blair. "Ya kalau saja memang kamu pernah lihat, tidak ada kejadian aneh-aneh di sekitarmu, 'kan?"

Ann menelengkan kepala, "Aku tidak ingat."

"Ah, lupa aku bertanya ke orang yang tidak bisa diandalkan soal ingat-mengingat," Blair tertawa lagi. "Pantas Fiore naik darah terus pas sama kamu."

Ann sekedar mengedikkan bahu, tidak memberikan pembenaran.

Suara lembut Val muncul dari interkom: 'Kepada siswi-siswi diharap berkumpul di gerbong kargo untuk membantu proses pembongkaran. Sebentar lagi kita akan sampai di Sekolah Militer Dresden. Sekali lagi-'

"Nah, tuh, perintah sudah turun. Cuci muka dulu sana baru ke gerbong kargo."

Kupu-kupu itu ... apa sebenarnya laboratorium itu ada dan bukan sekedar mimpi? [ ]

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang