IX. | Battle Royale, Mulai

53 16 2
                                    

Battle Royale, istilah yang asing menurut Ann, tetapi ia segera mengerti setelah Instruktur mereka menjelaskan secara singkat di penghujung hari Jumat itu.

Sebenarnya, istilah yang digunakan bisa jadi apa saja, hanya Instruktur Bathory dan Instruktur Faye, wali kelas untuk Kelas Tiga, yang memilih istilah tersebut untuk digunakan pada acara duel yang diselenggarakan pada Sabtu itu.

Acara duel ini tidak resmi, ungkap Instruktur Bathory, usai membuat mereka panik setelah memberitahukan bahwa akan ada sesi hukuman. Battle Royale ini adalah ajang untuk memperlihatkan kemampuan kalian setelah satu minggu pengajaran.

Memang, satu minggu bisa dibilang waktu yang terlampau singkat. Akan tetapi, satu minggu ini mereka telah lolos beradaptasi dengan segala kepadatan yang menjadikan mereka Kelas Sembilan. Mereka telah belajar dari orientasi yang telah usai. Seminggu bukan berarti apa yang telah mereka lalui itu sia-sia.

Battle Royale ini terdiri dari tiga pertandingan duel. Tema dan orang yang terpilih menjadi wakil kelas dalam pertandingan akan diacak pada saat Sabtu nanti. Mereka diharuskan sudah siap di Arena pagi sekali, mengikuti arahan singkat dari Instruktur masing-masing sebelum Battle Royale akan dimulai.

"Oh ya omong-omong," Instruktur Bathory mengetuk mejanya sekali ketika siswi-siswi mulai berisik. "Kita belum punya ketua kelas, 'kan?"

Senyap. Dua belas murid segera duduk dengan punggung lurus. Tegang dan tercengang.

Melihat itu, Instruktur Bathory bukan main senangnya, senyumnya lebih mirip penyihir jahat di kisah-kisah pengantar tidur anak-anak kecil. Mata birunya melempar pandang luas ke arah ruangan, melihat satu persatu gelagat muridnya yang entah mencoba tidak memandang sang guru atau pura-pura menatap lurus. Jemarinya ia ketuk-ketuk di dagu, dehem panjangnya mengisi ruangan yang menghangat karena tensi.

"Absen 1, Alena Valerian," si rambut hitam bermata empat terkesiap di kursinya. "Mulai sekarang, kamu jadi ketua kelas."

Antiklimaks, tepuk tangan ringan pun menyusul agak lama kemudian. Val kembali tampak menciut di kursinya, tapi ia kemudian berdiri dan memberi tanda hormat kepada sang Instruktur.

"Baik, saya sudahi kelas hari ini. Siap-siap untuk besok, ya!"

.

Kurang lebih, itulah yang terjadi petang hari kemarin. Tentu tidak banyak yang bisa mereka siapkan dalam jangka waktu sekian jam selain tidur cukup dan berusaha tidak memikirkan soal Battle Royale dan kemungkinan terburuk.

"Senjata kalian ada 'kan? Tidak ada yang sakit, 'kan?"

"Seperti tamasya saja, Ketua Kelas~" imbuh Alicia, diselingi tawa Hana dan sanggahan Muriel melihat mereka berdua begitu hiperaktif.

"Aku serius, Alicia Curtis." hardiknya, alisnya naik tajam. "Ya sudah, intinya kalian sudah siap ya."

"Yaaaa!"

Sorak-sorai itu memang lebih membuat mereka terlihat tengah sibuk menuju acara tamasya dibandingkan Batlle Royale, apalagi yang serba serius memilih diam.

Ann melihat Val lebih kaku dua kali lipat dari biasanya, ia yang menyiapkan barisan dan mengabsen yang lain di depan pintu masuk Arena. Yang lain tampak santai, kecuali mereka yang benar-benar serius. Dan ada juga Lucia, yang berbaris di samping Ann dengan air muka yang terlampau netral.

"Tidak gugup?" tanya Ann.

"Gugup sih tidak," Lucia menjawab. "Saya yakin Instruktur Bathory tidak akan memilih saya walaupun hasil kocokan mengatakan demikian. Kita akan otomatis kalah."

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang