L. | Belajar Kelompok, bagian keempat

22 9 2
                                    

Ann bermimpi malam itu, kembali ke ruangan tempat ia menemui 'Nina', namun ruangan itu tidak luluh lantak dan hancur.

Laboratorium itu tertata rapi dengan seluruh tabung berderet di ruangan menyala dan terisi oleh sesuatu yang melayang-layang di dalam cairan, sebuah bongkahan merah.

Melihat gedung yang rapi dan bersih itu, Ann bisa mengamati langit-langit dan dinding yang menyusun laboratorium itu tampak tidak biasa. Citra laboratorium umumnya adalah wilayah serba putih, serba logam, atau serba steril. Akan tetapi, laboratorium itu memiliki dinding berupa relief dengan gambar-gambar sejarah. Sepertinya siapa pun yang menggunakan tempat itu mengubah sebuah situs sejarah menjadi tempat uji.

Tempat duduk yang sempat ditiduri Ann saat pertama kali bertemu Nina terpisah dari laboratorium utama dengan sebuah kaca tipis, di dalam sana ada seseorang berpakaian putih tengah mengambil sampel dari sebuah bongkahan batu.

Ann tidak dapat mendengar suara apa-apa, bahkan ketika orang itu bergumam. Wanita itu berambut coklat dan mengenakan kacamata berbentuk goggle tebal dan masker untuk menutup sebagian mukanya. Setelah puas dengan sampel yang diambilnya, ia keluar ruangan kaca, lalu ada seseorang lain datang ke laboratorium itu, tapi tidak berpakaian seperti seorang peneliti.

Orang yang datang adalah pria tegap dan kekar yang mengenakan jaket serba hitam. Ia menurunkan topi fedora-nya untuk memberi salam hormat ke sang peneliti.

"Sudah berapa persen perkembangannya?" suara serak pria itu menggema di ruangan yang cukup lapang.

"Gagal lagi, Komandan," wanita itu tidak menanggalkan kacamata dan maskernya. Sampel batu merah di tangannya ia tunjukkan ke udara untuk sang pria tadi - Komandan - amati. "Ini adalah batu dengan tingkat kemurnian tertinggi yang bisa kami dapatkan. Saya tidak yakin batch ini akan berhasil, tapi ada beberapa dari timku membuat mesin lain dengan pendekatan lain."

"Boleh saya catat itu untuk laporan ke atasan?"

"Silakan saja."

Pria besar itu mengeluarkan sebuah buku dengan sampul kulit yang sudah lusuh. Ia membuka halaman-halamannya dengan hati-hati, mencari tempat kosong untuk mulai mencatat. Pria itu memiliki Cincin Peri melingkar di jarinya, tapi ia memilih untuk menggunakan cara konvensional untuk merekam pembicaraan mereka.

Obrolan mereka berlanjut untuk masalah teknis yang Ann sama sekali tidak mengerti atau dapat menarik kesimpulan. Ia mencoba berjalan melalui mereka, memeriksa tabung-tabung yang ada. Semuanya berisi sama: segenggam merah melayang di dalam cairan.

Tunggu, kenapa ia punya memori ini? Dan kenapa bisa sejelas ini?

"Apa kamu sudah ingat betul tugasmu?" keberadaan 'Nina' di belakangnya membuat Ann segera memutar badan, terkesiap. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. "... Ah, sepertinya belum. Padahal kamu sudah ingat soal 'Master'."

'Nina' menunjuk sang peneliti yang masih sibuk memberikan keterangan pada si pria besar. Pria besar itu mencatat tanpa banyak menginterupsi, hanya kadang meminta si peneliti untuk mengulang karena ia berucap terlalu cepat.

"... Apakah sudah ada perkiraan proyek ini dapat berjalan?"

Peneliti itu mendengung lama, "Saya rasa sih ... satu dekade lagi?"

"Selama itu?" pria itu tercenung. "Atasan saya kurang sabaran mengenai perkiraan-perkiraan ini."

"Mungkin lucu juga kalau nanti anda sudah naik pangkat jadi Jendral, Komandan," si peneliti melucu. "Tapi begitulah adanya, Komandan, kami para peneliti tidak bisa diburu-buru, ini adalah proses yang membutuhkan ketelitian dan kami berusaha untuk tidak membuat kesalahan dengan pengorbanan seminimal mungkin."

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang