0. | Nol titik

284 36 0
                                    

Mereka tidak punya banyak pilihan selain berlari, tatapan lurus ke depan, bersikeras untuk memacu kaki sekuat-kuatnya.

Gang demi gang, jalanan besar demi jalanan besar, kini sudah dipenuhi oleh tentara milik provinsi monarki Bluebeard; mereka dengan tubuh tegap, seragam abu-abu tanpa jeda dan topeng besi berwarna hitam. Seperti yang diagungkan Kanselir, semua orang di setengah Angia telah terlacak oleh sistem, tidak ada yang bisa kabur dari mata mereka.

Kalau mereka yang merupakan 'orang luar' berlama-lama di sana sebentar lagi, mereka juga mungkin akan terkena dampaknya. Bisa saja mereka tidak bisa kembali ke Sekolah Militer. Mereka bisa saja turut di cuci otak.

"Sial, di jalur 5A juga sudah ada Tentara Besi."

"Hei, hei ketua kelas! Jangan mengumpat! Mulai ketularan Alicia, deh." si pirang kecil periang di antara mereka berdua berceletuk.

"Habisnya! Aku tak menyangka ini benar-benar sesuai dengan skenario Karen!"

"Kalian berdua, bicaranya nanti saja. Sebentar lagi kita sampai ke titik C." sergah gadis berambut coklat yang menjadi pemimpin pelarian mereka.  Ia mengulurkan tangan kepada ketua kelas, menarik lengan tersebut alih-alih meminta untuk mempercepat kakinya.

Mereka berhenti di belakang kotak-kotak kayu sebelum empat simpang jalan bertemu. Sang pemimpin memberi gestur untuk mereka bertiga berjinjit pelan, menunduk di antara kotak. Suara langkah berat yang dihasilkan sepatu zirah milik tentara dapat terdengar mengais tanah gravel di pelataran itu.

Pemilik surai coklat itu menyipitkan mata, berusaha memutar otaknya di antara gumam.

"Hana, lari ke kanan dan umpankan mereka ke utara." ucapnya cepat. Ia tidak menghiraukan ketua kelas yang menarik lengannya untuk interupsi. "Aku dan ketua akan bertemu lagi denganmu di titik B."

"Siap, Kapten Ann!" sambarnya semangat dengan lagak hormat. Sejurus kemudian sesaat Hana dengan gesitnya membelah kerumunan tentara, si pemimpin kembali menarik ketua kelas untuk berlari melawan arah.

Ann Knightley menghembuskan nafas berat lagi, berpikir, berpikir! Ia harus cepat menggunakan akalnya atau mereka akan terjebak.

"Tidak apa-apa mengumpan Hana?" Ketua kelas mendecak khawatir. Memang, Hana belum sembuh benar setelah apa yang terjadi dua bulan silam, tapi ia tidak mengambil keputusan cepat tanpa alasan.

"Dia yang paling cekatan di antara kita, tidak apa-apa." jawabnya seraya terus berlari. "Kita pasti akan bisa sampai ke titik kumpul."

Titik kumpul,  ia mengernyitkan dahi;  masih ada sekitar setengah kilometer sebelum mereka sampai ke titik kumpul yang sudah ditentukan.

Interkom informasi yang mereka aktifkan manual dengan bantuan tenaga sihir dari Cincin Peri di jari manis mereka terus memberitahukan bahwa hampir semua jalanan sudah terisi tentara. Pada akhirnya, mereka tidak akan bisa kabur tanpa menumbangkan satu atau dua pleton, lagi-lagi tidak sesuai dengan rencana awal.

"Siapkan granatmu, ketua kelas. Dua puluh meter lagi kita akan bertemu satu grup."

"Oke."

Ketua kelas selalu menarik tiga jenis granat tabung dari gespernya sesaat membuka perlawanan. Ann selalu menghitung: granat yang pertama berupa bom asap, biasanya akan ketua kelas lempar paling dulu karena musuh akan menembak granat itu lebih dahulu. Kedua adalah granat yang memiliki daya ledak kecil, berfungsi untuk mengacaukan keseimbangan musuh yang kelabakan karena granat asap pertama. Yang ketiga adalah granat yang 'asli' untuk mencoba melukai dan menjegal; granat yang telah dipadu oleh ketua kelas dengan sihir berupa elemen api atau air.

Setelah mengamati bagaimana musuh merespon, gilirannya untuk maju, membuyarkan formasi mereka dengan tusukan tombaknya. Lalu, ketua kelas segera mengambil posisi di belakangnya dengan senapan miliknya teracung tinggi dengan maksud menghardik.

"Biarkan kami lewat atau akan ada yang terluka." ucap ketua kelas, maniknya memicing dengan galaknya di balik kacamata berbingkai hitam.

Tiga dari lima prajurit yang masih bisa berdiri setelah serangan itu segera menyerang maju. Geliat tombak dengan cepat mengantisipasi mereka yang bersenjata pedang. Ann memutar badan tombak untuk melucuti tiga pedang sekaligus, sangat mudah dilakukan di kondisi pertarungan jarak dekat. Sementara, ketua kelas terus membayangi langkahnya sambil melayangkan tembakan peringatan ke arah kaki prajurit lawan.

Mereka sebagai seorang murid di sekolah militer diajarkan untuk tidak membunuh kecuali situasi darurat. Saat ini, mereka tengah melawan anggota militer milik provinsi Bluebeard yang masih merupakan bagian dari Angia. Menilik di studi-studi kasus yang ada, ini dapat disebut keadaan darurat luar biasa karena pemberontakan tentara provinsi sudah sangat jelas di udara, seharusnya mereka bisa saja membunuh bila sudah terhimpit.

Akan tetapi, mereka sebagai sekedar murid tidak bisa membunuh duri dalam daging, mereka masih seorang calon prajurit yang terlalu hijau untuk bergerak sendiri.

Pemilik surai coklat itu berhasil melumpuhkan satu prajurit. Satu segera mundur setelah mendapati tembakan beruntun ketua kelas. Mereka cukup melumpuhkan satu lagi sebelum akhirnya mereka bisa berlari kabur.

Ya, itu adalah rencana awalnya.

"Sepertinya kita dapat jackpot, ketua kelas."

Usai mereka melumpuhkan anggota terakhir, dari gang sebelah utara berderak deru suara tapal kuda. Mereka berdua terkesiap saat seorang panglima perang dengan zirah emas lengkap yang tadi mereka lihat di sebelah mimbar Kanselir. Tombak panjangnya siap di genggaman, terlihat tajam dan mematikan. Air mukanya sama sekali tidak menyiratkan belas kasihan ketika pandang mata mereka bertemu, terutama setelah melihat gelimang prajurit yang berserak tidak jauh dari kaki mereka berdua.

Mereka sudah tidak bisa kabur. [ ]

---

Bagian berikutnya: 15 Maret 2021

Bila anda memiliki kesan dan pesan namun tidak punya akun Wattpad/ingin anonim, bisa disampaikan melalui bit.ly/poisontravelerbox

Poison TravelerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang